Kali Kedua - 5

22.9K 1.7K 26
                                    

Malam kembali datang, rembulan sudah menghiasi langit ditemani jutaan bintang yang semakin mempercantik pemandangan malam. Angin berhembus pelan membuat suasana menjadi terasa sejuk. Di jalanan ibukota terlihat rentetan panjang kendaraan yang mengular. Suara bising klakson kendaraan terdengar saling bersahutan seakan mengusik ketenangan malam. Perbaikan jalan mengakibatkan kemacetan lalu lintas yang membuat para pengemudi menjadi tidak sabaran.

Di family dental clinic. Barra mendudukkan tubuhnya di kursi beroda begitu selesai melakukan pemeriksaan. Seorang perempuan paruh baya yang merupakan pasiennya pun turut duduk di kursi hadapan Barra. Pria itu sibuk menuliskan sesuatu di sebuah kertas dengan si pasien yang sejak tadi terus memperhatikan Barra. Bahkan perawat yang tadi membantu Barra sampai merasa bingung dengan tatapan pasien mereka, tidak mungkin kan ia menyukai Barra. Meskipun rasanya hal tersebut mungkin saja terjadi, sebab wajah tampan Barra yang mampu memikat kaum hawa.

"Sudah selesai. Untuk sementara dihindari makanan manis, panas dan dingin dulu, ya, bu."

Perempuan itu menganggukkan kepala. "Terimakasih, dokter. Ngomong-ngomong, saya boleh tanya sesuatu dokter?"

"Apa itu?"

"Dokter sudah menikah atau sudah memiliki pasangan?" Ia menjeda ucapannya sejenak. "Kebetulan saya punya satu anak perempuan, dia baru saja lulus kuliah. Anaknya cantik, pintar dan menjadi salah satu lulusan terbaik di kampus."

Sebuah senyuman tersungging diwajah Barra meskipun senyuman tersebut tertutupi oleh masker yang ia gunakan. Nana—perawat yang membantunya pun ikut tersenyum, ia baru mengerti arti tatapan perempuan paruh baya itu yang terus menatap Barra. "Kebetulan saya sudah memiliki pasangan."

Jawaban Barra yang tidak menjelaskan dengan jelas mengenai statusnya. Padahal mudah saja ia mengatakan kalau dirinya sudah menikah agar lebih jelas. Namun, ia memilih opsi jawaban yang kedua. Meskipun sesungguhnya ia pun tidak tahu siapa pasangannya. Manda, kah? Sayangnya, Barra tidak merasa kalau gadis itu sebagai pasangannya. Lagipula bukan kah gadis itu sudah menjadi pasangan orang lain.

Wajah perempuan paruh baya itu langsung terlihat kecewa. "Padahal saya berharap dokter bisa dengan anak saya."

"Anak ibu pasti bisa mendapatkan seseorang yang lebih baik dari saya." Ia tersenyum.

Kemudian perempuan paruh baya itu keluar ruangan Barra. Pria itu menghela nafas begitu menyelesaikan prakteknya hari ini, ia melepas masker yang sejak tadi ia gunakan. Lalu menyandarkan kepala ke bantalan kursi dengan mata terpejam seraya melepas rasa lelah. Beberapa detik berselang, Barra membuka mata dan menyambar ponsel. Memeriksa beberapa notifikasi yang masuk. Setelahnya ia membuka aplikasi lain untuk memesan makanan, perutnya keroncongan meminta diisi. Akan lebih baik ia makan malam terlebih dulu sebelum pulang.

Selesai memesan makanan untuknya dan Ryan, Barra berjalan keluar ruangan. Jika ingin memesan makanan ia memang akan selalu memesankan untuk Ryan. Jika tidak, pria itu akan mengomel—begitu juga sebaliknya. Barra juga tidak melupakan pegawai kliniknya yang lain. Tidak mungkin hanya dirinya dan Ryan yang makan. Sebelum menuju ruangan, Barra terlebih dulu mencari Lani yang biasa berada di meja pendaftaran.

"Lan, saya barusan pesan makanan. Nanti kamu bagiin aja sama yang lain juga, punya saya sama Ryan, tolong dibawa ke atas, ya."

Kepala Lani mengangguk. "Iya, dok. Terimakasih dokter."

Pria itu berbalik badan lalu melangkah menuju ruangan sambil memainkan ponsel. Namun, begitu terdengar suara nyaring seseorang yang memanggil namanya membuat langkah Barra terhenti. Ia menoleh dan mendapati seorang anak kecil menggemaskan yang tersenyum lebar padanya. Lulu—keponakan menggemaskannya yang terlihat mengenakan kaus berwarna putih bergambar mickey mouse dengan celana jeans pendek dan ada bando berwarna putih di kepalanya.

Kali Kedua [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang