BAB VIII Tamu Tak Diundang

60 8 1
                                    

Eila membelakan mata saat melihat pasukan kerajaan memasuki Sarawedi. Pasukan itu membawa serta senjata dan obor untuk menerangi penglihatan mereka. Entah bagaimana mereka bisa mengetahui tempat ini. Setahu Eila, warga maupun pasukan kerajaan tidak akan ada yang berani memasuki Lembah Dhemit.

"Kakak," ucap Eila pelan. Raut wajah gadis itu terlihat panik.

"Eila, cepat beritahu guru dan yang lainnya agar pergi meninggalkan Sarawedi! Pasukan Kerajaan mengetahui persembunyian kita!" seru Zyandru.

Tanpa membantah, Eila berlari menuju rekan-rekannya. Ia mendekati sang guru dan menyampaikan amanah dari Zyandru.

Guru itu mengambil sebuah obor dan berjalan mendekati dinding gua. Ia memperhatikan dinding itu seraya meraba permukaannya.

"Kemari! Bantu singkirkan batu ini!"

Gala dan beberapa pemuda lainnya mengikuti perintah sang guru. Mereka menggeser batu besar itu hingga sebuah lorong terlihat di hadapan mereka.

"Dengarkan aku!! Pasukan kerajaan telah menyerang kita!! Lorong ini akan membantu kita keluar pada tiga sisi hutan yang berbeda!! Teruslah berlari dan bersembunyi dari pasukan kerajaan!! Mengerti?!" Tanpa suara mereka hanya menganggukkan kepala.

"Masuklah!!"

Para remaja itu lantas berlari mengikuti lorong. Mengikuti arahan sang guru dan bersembunyi dari pasukan kerajaan. Hingga hanya tersisa Gala, Eila dan sang guru yang ada di dalam gua.

"Guru harus pergi terlebih dahulu! Atau nanti mereka akan menangkap guru," seru Eila.

"Tidak! Zyandru masih belum kembali! Aku akan menunggunya!" kata guru itu bersikeras.

"Guru! Percayalah! Saya akan membantu kakak di sini!" ujar Eila meyakinkan sang guru.

"Tidak Eila, aku yang akan membantunya. Kau pergilah bersama guru!" sela Gala.

"Kakak lukamu belum pulih! Percayalah padaku!"

"Ta-tapi . . . ."

"Pergilah kak!" tegas Eila.

"Baiklah, tapi jaga dirimu! Jangan sampai mereka menangkapmu dan Zyandru!" kata guru itu sembari membelai kepala Eila.

Bersama dengan Gala, guru itu mulai melangkah pergi. Mereka masuk ke dalam lorong itu.

"Kak, bantu aku menggeser batu ini."

"Tapi, bagaimana kau bisa keluar?" tanya Gala khawatir.

"Aku dan kakak akan keluar melalui jalan yang biasa dilewati guru," balas Eila. Raut wajah Gala jelas ragu untuk menutup lorong itu.

"Kakak cepatlah!"

Lelaki itu lantas membantu Eila menutup lorong dari dalam. Membuat seolah di dalam gua hanya ada Eila dan Zyandru.

Setelah lorong tertutup, Eila mengambil anak panahnya dan berlari menyusul Zyandru. Gadis itu mengendap-endap agar ia dapat menyerang dari jarak jauh.

Eila melihat beberapa prajurit yang telah tumbang akibat serangan Zyandru. Mata Eila tidak sengaja menangkap bayangan Zyandru yang tengah mengadu pedangnya dengan salah satu prajurit. Namun, tanpa Zyandru sadari dari arah belakang seorang prajurit tengah berlari dan siap untuk menikam dirinya.

Eila lantas melesitkan anak panahnya hingga menancap pada leher prajurit itu, "Kakak!! Ayo pergi dari sini!!"

Zyandru yang mendengar teriakan itu pun menebas prajurit di depannya dan berlari mendekati Eila. Lelaki itu menggenggam tangan Eila dan membawanya menuju pintu belakang gua, tempat sang guru biasa masuk. Sayangnya, pasukan itu telah mengepung jalan yang akan mereka lewati. Membuat keduanya terjebak di dalam gua yang penuh dengan obor itu.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang