Seorang gadis berkacamata dengan rambut berponi dan kepang satu berjalan menunduk sambil mendekap erat buku tebal di dadanya. Berbagai macam cibiran mengiringi langkahnya saat melewati koridor sekolah. Tatapan mencemooh, tatapan kasihan, dan bahkan berbagai kalimat-kalimat jahat sudah biasa ia dapatkan tiap kali melewati sekumpulan para penghuni sekolah ini.
"Rossa!"
Sang pemilik nama menoleh, ia membetulkan letak kacamatanya dan tersenyum menatap seseorang yang memanggilnya. "Pagi, Bar?"
"Pagi. Kok tumben nggak nungguin aku?" tanya si cowok ganteng dengan tubuh jangkung yang kini tengah mengelus sayang puncak kepala cewek dengan nama Rossa tadi.
"Kamu bilang tadi malem katanya hari ini ada rapat Osis, 'kan?"
"Iya emang, tapi di undur nanti pas jam istirahat rapatnya. Ke kelas bareng, yuk?"
Rossa mengangguk. Walaupun mereka tidak sekelas, tapi letak kelas mereka cukup searah dan hanya terpisah satu kelas. Bara anak IPA 3, sedangkan Rossa anak IPA 1.
Seluruh pasang mata menatap langkah Rossa dan Bara yang kini beriringan melewati koridor sekolah. Mereka berdua memang jika di sandingkan bak lawan kata yang sangat berbeda jauh. Hal itulah yang membuat seluruh siswa-siswi yang melihatnya tak bisa menahan cibirannya. Cukup heran dengan kedua pasangan itu yang sudah cukup lama berpacaran walaupun banyak yang tidak menyukainya.
Rossa mendongak menatap Bara yang berjalan di sampingnya. Bara benar-benar ganteng di lihat dari sudut manapun. Tinggi, putih, badan atletis, hidung mancung, rambut cokelat gelap, rahang tegas, serta bibir pink yang kemerahan, benar-benar paras yang sempurna. Cowok itu suka memakai anting kecil di telinga kirinya, karena memang ia suka meniru gaya fashion artis korea yang sangat di sukai Rossa.
Memang sih, ia melakukan semuanya untuk Rossa. Alasannya simpel, ia tidak mau Rossa mengagumi cowok lain sekalipun itu artis. Maka dari itu, Bara memilih memiripkan dirinya dengan gaya cowok yang di sukai Rossa. Benar-benar bucin memang!
Rossa menunduk menatap dirinya sendiri. Sudah jelek, pakaiannya lusuh, kulitnya sedikit kecokelatan, gendut pula. Hanya Bara saja yang mengatakan jika dirinya itu hitam manis. Mungkin memang mata cowok itu sedikit bermasalah.
Bara menoleh begitu menyadari Rossa yang sejak tadi diam saja. Sudah ia duga cewek itu pasti insecure lagi. "Berapa kali harus aku bilang? Gausah dengerin mereka, di mataku kamu itu cantik. Kamu gak seperti yang mereka bilang."
Rossa menoleh, senyumnya merekah. "Aku cantik darimana, Bar? Gausah ngardus deh kamu,"
"Dih, kok ngardus sih. Orang beneran juga, kamu itu cantik. Mirip artis korea." keduanya tertawa. Bara ini memang jagonya menaikkan mood Rossa.
"Oh ya, kamu jadi beli Merchandise K-pop yang baru, kan? Adik aku juga minta beliin soalnya,"
Rossa mengangguk antusias. "Jadi. Ya udah, nanti sekalian aja bareng." Bara tersenyum sambil mencubit pipi chubby Rossa, membuat cewek itu mengaduh kesakitan.
Rossa tahu, ia memang bukan apa-apa jika di bandingkan dengan cewek-cewek yang menyukai Bara. Seringkali Rossa minder, ia merasa sangat tidak pantas menjadi pacar Bara. Banyak yang mengakuinya, bahkan teman-teman dekat Bara salah satunya. Ia hanyalah cewek culun dengan penuh kekurangan yang kerap kali di bully. Kelebihannya cuma punya otak pintar, sehingga bisa masuk dalam sekolah elit ini.
Bara itu terlalu ganteng untuknya yang buruk rupa. Dia keren dan selalu tampil branded, Ketua Osis, Kapten Futsall pula. Dia pintar dalalm segala bidang, baik pelajaran maupun olahraga. Semua eskul olahraga diikutinya, tapi ia hanya mau menjadi kapten futsall saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Me Rossa
Dla nastolatkówDulu di bully sekarang jadi pembully. Dulu di rendahkan sekarang di segani. Dulu di hina sekarang di kagumi. Roda kehidupan memang terus berputar, yang dulunya baik pasti bisa menjadi jahat. Rossaline Amara. Cewek culun yang selalu di panggil cupu...