PROLOG

14 0 0
                                    

Warning ⚠️
mention of blood!

Bug!!!

Suara pukulan seseorang terdengar cukup keras, hingga yang dipukulnya terpontang-panting sampai mematahkan kursi berbahan kayu yang tak sengaja ditabrak tubuhnya.

Pria dengan janggut dan kumis agak tipis lalu dengan mata hitam sayu, kini telah terbaring lemah setelah beberapa pukulan berhasil melukai sekujur badannya. Hingga bibir, hidung dan sudut mata juga dahinya dipenuhi oleh darah yang tak henti bercucuran. Lebam di mana-mana, lukanya bia dibilang sangat parah.

Keringat deras mengalir dan nafasnya juga tersenggal-senggal, seolah sekarat sedang menunggu untuk menjemput. Keberaniannya ambruk, yang ada hanya rasa takut membelenggu nadinya, ia tidak  lagi mampu melakukan perlawanan.

Ia sungguh terkapar tak berdaya, pasrah seiring mendekatnya langkah kaki pria kejam yang baru saja memukulnya.

Pria 'kejam' itu berjongkok lalu meludah di samping tubuhnya, kemudian dijambaknya rambut pria itu dengan kencang.

"Kau baru sadari siapa yang berurusan dengan mu saat ini, sayangnya semuanya terlambat. Aku tidak menyukai orang yang mencoba menghancurkan dan menyingkirkanku. Aku akan terlebih dahulu menyingkirkannya!"

Mata korbannya terbelalak, butiran air mata seketika jatuh dari kedua kelopak matanya, seakan sedang memohon ampun kepada sang 'Tuan' tapi tak mampu untuk bersuara. Sayangnya, yang ia hadapi adalah seorang yang tidak akan memberikan pengampunan dan mustahil membebaskan dirinya dengan keadaan bernyawa.

"A-am-pun, Tuan!" rintih nya dengan dada yang ia rasa semakin sesak.

"Katakan! Siapa yang menyusun skenario ini? Katakan kepadaku atau aku akan berikan penyiksaan yang lebih dari ini!"

Pria itu hanya menatap Gara penuh kengerian, sementara keadaannya pun semakin sulit bernapas.

"Apa aku harus membuatmu bisu untuk selamanya!? AKU BILANG KATAKAN! APA KAU TULI?"

Teriakkan amarah Gara memekak, mendobrak semua gendang telinga orang-orang yang ada di sana.

"D-dia, dia Ammar Walter."

Jeder!

Peluru dengan cepat menembus dada pria malang itu, hingga darahnya memuncrat ke area wajah bengis orang yang menembaknya. Usai sudah riwayat laki-laki itu di tangan seorang Gara, sang pemimpin yang menyembunyikan kekejianya di balik paras tampan.

Gara bangkit, "SERAHKAN AMMAR WALTER KEPADAKU! TANGKAP DI MANAPUN IA BERADA! SEKARANG JUGA!"

Rahangnya mengeras, kesabaran Gara habis seolah benak Gara dikuasai oleh iblis.

Perintahnya menggema di ruangan tersebut, membuat semua anak buah Gara yang berada di sana lantas menurut dengan tegas dan menyahut lantang, "SIAP TUAN!"

Mereka pun berhamburan ke luar dan segera menuntaskan apa yang menjadi tugas baru bagi mereka.

Gara mengusap wajahnya, mencoba menghapus titik-titik darah yang meluber di sana.

Meski tangan dan kemeja yang ia sudah gulung lengannya sampai siku pun dipenuhi oleh merahnya darah.

Malam ini, menghabiskan banyak energi bagi Gara karena kasus penipuan yang dialaminya, sebuah penghinaan bagi Gara bila ia merasa berhasil ditipu oleh rekan kerjanya yang kini berubah menjadi musuh terbesar baginya.

Suara dering ponsel miliknya berbunyi, ia kembali melangkah ke arah kursi kebesarannya lalu dengan cepat mengangkat telpon masuk tanpa melihat siapa gerangan yang menghubungi di jam tengah malam.

"Kemarilah, ada yang ingin aku sampaikan kepadamu. Ini sangat penting."

"Apapun yang Tuan katakan itu amatlah penting bagi saya. Baik, Tuan! Saya akan ke sana sekarang juga," sahutnya, ditutupnya sambungan telpon tersebut.

Ia menghela nafas frustasi, melebarkan tangannya di atas meja. Mencengkram ponsel yang masih ia genggam dengan penuh tenaga, hingga otot-otot kekarnya timbul seakan-akan ingin keluar dari permukaan kulitnya. Lalu, menunduk seraya berkata penuh umpatan. "Bajingan! Kenapa harus seperti ini, lagi?!"

lagi-lagi satu nyawa melayang di tangannya hari ini.

🦋🦋🦋

Almost - Because almost, will never be perfect.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang