2 Almost; He is Gara Danuar

8 0 0
                                    

Dyana melemparkan tasnya ke sofa, lalu merebahkan dirinya. Berjalan-jalan di kota ini juga terasa melelahkan, pikirnya.

Tetapi Dyana masih sebal akan laki-laki yang menolongnya dari tindak kriminal yang telah dilakukan orang lain terhadapnya, meskipun ia berhasil mengembalikan barang berharganya tetap saja Dyana tidak suka cara bicara serta sikap laki-laki itu.

"Bagaimana bisa aku tidak mendapatkan namanya?!? Menyebalkan."

Telponnya berbunyi, memunculkan nomor tak dikenal di layarnya. Meski begitu ia sudah sangat tau siapa yang menghubungi nya.

"Apa Nyonya baik-baik saja?" Suara serak perempuan terdengar dari benda tipis yang Dyana tempelkan di kupingnya.

"Iya, sedikit. Kau lihat dia?"

"Tentu, Nyonya. Apa perlu aku cari tau tentangnya?"

"Biarlah, aku tidak menyukainya, dia  angkuh."

"Baiklah."

Dyana memutus sambungan telponnya. Bayangan wajah Gara kembali merasuki pikirannya setelah ia menatap tas miliknya yang berhasil dikembalikan sang pahlawan kesiangan itu.

Dyana berdecak, setelah itu ia malah tersenyum, "sang pahlawan kesiangan. Lucu juga."

Suara, Dyana ingat betul seperti apa suara laki-laki itu. Tiba-tiba kalimat penolakan yang Gara ucapkan sebelumnya itu mampir ke telinga Dyana,  mengingatkannya kembali bahwa Dyana sedang mengutuk pria tersebut. "Sial! Apakah namanya sepenting itu?"

"Dyana~" Wanita paruh baya yang sibuk di dapur sejak tadi akhirnya memanggil keponakan satu-satunya yang sedang melipat kedua bibirnya kesal.

"Apa, Aunty?" Sahutnya.

"Kemari lah! kau belum makan siang, bukan?"

Dyana beranjak dari sofa ruang tamu ke ruang makan, di sana Bibinya sudah menyiapkan beberapa makanan yang tersaji di atas meja untuk makan siang.

"Bagaimana jalan-jalanmu hari ini? Apa semua baik-baik saja?" Tanya bibinya seraya mengambilkan makan siang untuk Dyana.

Dyana menggeser bangku kemudian mendudukkan diri bersebrangan dengan Bibinya.

Dyana ingin bercerita perihal kejadian yang ia alami di toko, tapi ia takut bila Bibinya tidak akan lagi mengizinkan dia keluar bila ia berkata jujur.

Karena sejujurnya, ia juga tidak meminta izin secara langsung untuk pergi. Menurutnya Bibinya terlalu bawel dan over protektif terhadapnya. Jadi, ia memutuskan pergi tanpa seizin dari wanita yang sudah ia anggap sebagai Ibu kandungnya tersebut.

"Tidak, semua baik-baik saja. Aku hanya nyasar sedikit karena belum terlalu mengenal tempat ini."

"Itu hal yang wajar. Makanlah ini!"

Dyana mulai menyuap menu makan siangnya.

"Oh ya, ada yang aunty ingin katakan kepadamu perihal Ayahmu."

Mendengar kata Ayah keluar dari mulut Aisye, buat Dyana hampir melupakan bahwa dirinya sedang badmood.

"Apa?! Apa Ayah sudah ingin menemui ku?"
Ucap Dyana dengan nada sumringahnya.

"Bukan itu, sayang."

Kekecewaan dengan cepat mengganti keadaannya, "lalu, apa aunty?"

"Besok akan ada seseorang yang datang, tapi bukan Ayahmu. Merekalah yang akan membantumu bertemu dengan Ayahmu."

"Siapa, aunty? Apa kau tau mereka? Kenapa tidak Ayah saja yang langsung bertemu denganku?"

"Jangan banyak bertanya, Dyana. Kita akan tau jawabannya besok, simpan saja pertanyaan mu untuk mereka yang akan datang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Almost - Because almost, will never be perfect.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang