334. Adikku namanya Jiskala kak

941 65 0
                                    

"Ini semua dari kak Jordi kak?" tanya Niscala yang keluar dari kamar lalu duduk di ruang tengah sambil melihat pemandangan kota pada malam hari.

Hardin yang sedang menuang jus yang ia beli tadi sore langsung menoleh lalu tersenyum.

"Iya itu semua dari Jordi. Dia khawatir banget sama kamu. Dia juga berusaha banget bikin kamu nyaman di apart saya,"

Hardin ikut duduk di sebelah Niscala, ia menaruh jus jambu di meja sebelahnya.

"Aku seneng ada yang khawatirin aku," lirih Niscala sambil tersenyum.

Hardin menyentuh hati-hati perban di tangan kiri Niscala.

"Sakit ya? Abis ini saya ganti pake kasa baru ya?"

Niscala menggeleng. Ia melihat tangannya yang penuh dengan bekas sayatan.

"Gak sakit kak. Beneran gak ada rasanya. Lebih sakit adik aku dipukulin bunda waktu itu,"

Hardin menoleh. Cerita Niscala mengingatkannya pada Jiskala.

"Cala. Saya, Jordi, Marvel di sini sayang kamu jadi jangan lagi nyakitin diri kamu sendiri. Anggap aja kita bertiga temen kamu atau keluarga kamu juga gak papa. Mungkin saya orang asing buar kamu, tapi kamu udah dianggap adik sama Marvel yang artinya adik Marvel adik saya juga. Kamu boleh ke apart saya semisal cape sama orang rumah,"

Cowok itu menunduk. Kemudian Hardin mendengar isakan pelan.

"Cala kamu gak papa? Maaf barangkali saya salah bicara,"

Niscala menggeleng. Ia tersenyum pada Hardin.

"Aku seneng banget kak, akhirnya aku gak sendirian. Makasih ya kak,"

"Kamu mau selamanya tinggal di apart saya juga boleh. Saya tidak keberatan, tapi gimana kuliah kamu?"

Niscala terlihat menggigit bibirnya sendiri kemudian menggerakan kakinya gelisah.

"Libur?"

"Iya kak sedang libur musim panas,"

"Cala punya temen?"

Niscala terlihat sedih mendengar pertanyaan Hardin. Ia segera membuka ponselnya yang retak setengah layar.

"Mau lihat gak kak? Temen aku yang cantik banget. Dia temen sekampus aku, kita sama-sama kuliah bisnis dan dia dari Indonesia juga. Kita kalo libur pulang ke Indonesianya barengan gitu. Kita juga sering main ke luar pulau buat sekedar liburan,"

Niscala memperlihatkan foto gadis di layar ponselnya pada Hardin.

"Namanya Reva. Cantik kan kak?"

Hardin bisa melihat antusias Niscala yang sedang mengenalkan teman ceweknya itu. Pria itu ikut antusias melihat Niscala.

"Cantik banget. Namanya siapa? Pasti kamu naksir hahaha,"

Goda Hardin membuat Hardin menahan senyumnya. Cowok itu memperlihatkan foto lain.

"Namanya Reva. Bener aku naksir dia. Dia cantik, pinter, sederhana banget. Dia kritis tentang masalah sosial di Indonesia kak, itu yang bikin aku naksir dia. Cuma sayang banget dia pergi,"

"Pergi?"

Cowok itu mengangguk. Ia memaksakan senyumnya pada Hardin.

"Dia meninggal karena keracunan makanan di hari ulang tahun aku. Di hari itu juga aku mau ngungkapin perasaanku ke dia kak. Cuma gitu hehe,"

Hardin menepuk pelan punggung Niscala. Ia bisa melihat kesedihan di wajah cowok tampan itu.

"Dia keracunan karena bundaku kak. Bunda gak suka kalo aku di rumah terus main-main gitu. Bunda maunya kalo libur aku tetap belajar apapun. Entah bahasa asing ataupun aku diajak rapat sama bunda. Bunda gak suka Reva karena Reva suka ngajakin aku main sampe akhirnya bunda yang bikin Reva pergi kak,"

21 to 28 dosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang