BAB X Khawatir

50 9 0
                                    

Sebuah warung makan berdiri kokoh di dalam sebuah pasar gelap, desa seberang sungai. Rumah makan itu terlihat ramai dikunjungi warga sekitar. Berbagai makanan dihidangkan dengan asap yang masih mengepul. Jaladhin dan Radev duduk di meja yang berbeda dan saling membelakangi satu sama lain.

“Mengapa paman memanggil saya?” ujar Radev pelan seraya menyantap makanannya.

“Aku hanya ingin engkau mencari tahu tentang perguruan yang didirikan Panditya.

Radev mengerutkan alisnya, merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Chandramawa? Kenapa paman mencurigai perguruan itu? Bukankah Guru Ditya mendirikannya untuk membantu keturunan Santika?”

Jaladhin meletakkan kembali sendoknya, mengisyaratkan bahwa pembicara mereka ini cukup serius. Pria itu menghela napasnya sebelum berbicara.

“Putriku belum kembali dari perkumpulan yang dia adakan semalam. Aku khawatir hal buruk telah terjadi.”

“Apa hanya putri paman yang tidak kembali?”

“Entahlah, aku juga belum yakin. Tapi, sampai saat ini aku tidak melihat satu pun anggota Chandramawa menampakkan dirinya.”

Kekhawatiran terdengar jelas di nada bicara lelaki itu. Pikirannya yang kalang kabut membuat kantung mata tampak jelas di wajahnya. Sesekali ia juga tampak menghela napasnya, berusaha menenangkan dirinya.

“Baiklah, saya akan menemui guru secepat mungkin.”

“Jika memang hal buruk telah terjadi, seharusnya kita mengetahui itu terlebih dulu,” tambah Radev.

Suara dentuman terdengar di seluruh penjuru pasar. Suara itu berasal dari sebuah Gong yang dimainkan oleh pasukan kerajaan Reswara. Hal itu mereka lakukan untuk memberitahu akan ada pengumuman penting dari kerajaan bagi warga. Singkatnya mereka melakukan hal itu agar warga berkumpul dan mendengar informasi tersebut.

“Semua warga berkumpul!!” teriak seorang prajurit dengan membawa sebuah gulungan kertas.

“Negeri kita sedang darurat pemberontak!! Semua harap membaca pengumuman!!” teriaknya lagi.

Prajurit itu menempelkan gulungan kertas yang ia bawa pada papan kayu. Setelah selesai dengan pekerjaannya prajurit itu kembali berjalan dengan rekannya. Mereka kembali membunyikan Gongnya di sepanjang jalan.

Warga yang penasaran langsung berkerumun di depan papan kayu itu, tidak terkecuali Jaladhin dan Radev. Jaladhin menerobos kerumunan itu, guna melihat maksud dari ucapan sang prajurit. Ia melihat tinta hitam dan cap Kerajaan Reswara menghiasi kertas yang telah menempel itu.

PERINGATAN

Kepada
Seluruh masyarakat Arkara

Untuk mencegah adanya kekacauan dan menjaga ketertiban di tanah Arkara kita ini, kerajaan akan membentuk Pasukan Perdamaian. Pasukan Perdamaian ini dibentuk dari para prajurit unggul yang telah melalui tahap seleksi.

Selain itu, kerajaan akan membatasi segala bentuk perkumpulan di dalam masyarakat. Setiap perkumpulan harus berada di bawah pengawasan Penjaga Perdamaian, meskipun tujuan dari perkumpulan tersebut adalah untuk membahas isu-isu yang ada di dalam masyarakat. Sesuai perintah dari Yang Mulia Raja Tarachandra bagi mereka yang melanggar akan langsung di penggal di Balai Kota Gantari, begitu pula bagi mereka yang tidak melaporkan adanya perkumpulan ilegal.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang