"Aarrghh. Sakit." lirih Ara pelan. Kedua tangan nya menarik tangan Nanta dari lehernya. Tapi tangan itu makin mencengkeram semakin kuat.
Seketika bayangan Nanta yang menusuk perutnya berkali-kali menghantui pikiran nya saat ini. Keringat mulai bercucuran di dalam tubuhnya. Tangan nya lemas, menghentikan pergerakan nya melepas tangan Nanta.
Mata Ara terpejam. Bayangan yang mengerikan di masa lalu kembali datang di ingatan nya.
Sakit.
Sesak.
Menyerang tubuh nya saat ini.
Sinta berdiri setelah mengikat tali sepatunya. Saat melihat kesamping, tak sengaja pandangan nya bertemu ke arah Nanta. Matanya melebar melihat aksi cowok itu. Sinta langsung beranjak dari tempatnya, mendekati Nanta. "Nan. Lepasin." sentak Sinta membuat Nanta melepaskan cengkeraman nya dari leher Ara.
"Sayang."
"Kamu udah gila ya?" amuk Sinta melihat muka pucat adik kelasnya itu.
"Dia yang udah gila." Nanta menunjuk Ara dengan telunjuknya. "Masa dia ngira kita berdua udah putus." adunya pada Sinta.
"Kan emang udah putus." ujar Sinta ngegas.
Mata Nanta jadi sendu. "Sin, kamu cuma bercanda aja kan?" Tangan Nanta terulur memegang kedua tangan Sinta. Mata nya menatap Sinta meminta jawaban.
"Aku serius Nan. Kita berdua emang udah selesai."
"S E L E S A I." ulang Sinta.
"Nggak. Nggak ada kata putus di antara kita berdua. Kamu selamanya tetap milik aku, Sin."
Senyum tipis terbit di wajah Sinta. Ia menatap mata Nanta. Tatapan mata nya memancarkan kesedihan yang begitu dalam. Ia sedih selama ini bertahan dengan orang yang egois. "Ooh. Ayo lah. Aku ini bukan boneka." seringai Sinta. "Jadi jangan seenaknya, mengklaim aku ini milikmu."
"Oh iya, Nan. Kamu pernah dengar nggak kalimat yang seperti ini; Saat ini kita masih bersama, tapi belum tentu di takdirkan untuk bersama selamanya. Kayak nya kalimat ini cocok deh untuk kita berdua." ujar Sinta sambil melepaskan tangan Nanta.
Nanta tertawa sumbang. "Ya gimana mau bersama selamanya, kalau kamu aja nyerah, Sin. Kata-kata itu adalah alasan klise karena kamu udah nggak mau lagi sama aku, kan?"
"Jadi kamu merasa nya kayak gitu ya? Aku yang nggak mau lagi sama kamu? Atau kamu yang nggak mau lagi sama aku?" tanya Sinta balik.
"Tapi yaudah, nggak usah di jawab." ucap Sinta cepat.
"Kita sekarang kan udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Lupain aku ya Nan. Semoga kita berdua, bahagia dengan pilihan kita masing-masing."
Dengan menahan isak, Sinta pergi meninggalkan Nanta.
Nanta mengusap kasar mukanya. Kenapa jadi begini? Kenapa Sinta nya pergi meninggalkan nya? Apa alasan yang sebenarnya? Sampai gadis itu memutuskan nya secara tiba-tiba?
Tadi malam. Nanta mendapat pesan dari Sinta. Yang membuat perasaan nya hancur.
Nan, maaf kalau pesan ku ini membuatmu terkejut.
Aku udah memikirkan ini semua, Nan.
Ku fikirkan secara matang-matang.
Dan yahh, ku fikir kita cukup sampai disini aja.Ada beberapa hal yang membuat aku nggak bisa melanjutkan hubungan ini lagi.
Makasih ya atas waktu dan perhatian yang selama ini kamu ke kasih ke aku.
Aku pamit dari kisah yang sudah beberapa bulan kita jalin.
Tetap bahagia ya, meski bahagiamu tidak bersamaku lagi!😊
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ultimate Happines
Teen FictionPacaran harus minta persetujuan. Sudah minta persetujuan di suruh nolak. Pacaran tanpa persetujuan disuruh putus. Di kisah hidup orang lain, ada abang yang tukang ngatur dan nggak ngebolehin adiknya pacaran. Di kehidupan Ara ada kelima sahabatnya...