23 - Menang

103 6 0
                                    

Happy Reading 🤗 Follow akun aku juga yaa.

***

"Saya memang sudah terlalu jahat pada Luri, padahal dia istri saya sendiri." Khalil mengusap wajahnya dengan gusar begitu menyadari dirinya sosok pria yang sangat kasar.

Ucapan salam terdengar di luar, suara itu berasal dari Naluri yang berada di depan pintu. Tidak lama pintunya terbuka menampakkan sosoknya yang mematung di sana. Kedua tangannya membawa bantal dan selimut tebal. Wanita itu sudah seperti orang yang hendak mudik saja.

Khalil memandanginya beberapa saat, lalu dia kembali berbalik ke arah lain seolah tidak ingin kedua matanya beradu pandang dengan wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya baik secara agama juga negara.

"Kecoa di kamar kamu masih ada?" tanyanya tanpa menoleh ke arah sang istri. Dia masih saja memfokuskan pandangannya pada plafon kamar berwarna putih.

"Kamar aku kan dipakai Mama Vera sama Papa Herman." Naluri mengingatkannya barangkali dia lupa jika orang tuanya malam ini menginap di rumahnya.

Pria itu beranjak dari tidurnya, kali ini matanya beradu pandang dengan sang istri yang juga menatap ke arahnya lekat. Hingga salah satu di antara mereka lebih dulu memutuskan kontak mata, siapa lagi jika bukan Khalil yang selalu mengakhirinya.

"Saya akan buat pembatas. Kamu bisa tidur di atas bersama saya. Asalkan jangan sampai melewati batas." Khalil mencoba menjelaskan peraturan yang berlaku selama orang tuanya berada di rumahnya.

"Lalu, kalau melewati batas gimana?" tanya Naluri pada Khalil yang sedari sibuk membenahkan posisi tempat tidurnya. Dia mengeluarkan lakban berwarna hitam yang ditempelnya di sekitaran ranjang.

"Akan ada sangsi kalau memang melewati batas."

"Kalau kamu yang lewati batasnya, apakah sangsi itu tetap berlaku, Kak?" tanya Naluri memastikan. Dia tidak mau kalau semisalkan hanya dirinya saja, kesepakatan ini tidak boleh merugikan salah satu pihak. Keduanya harus saling menguntungkan, begitu yang dipikirkan wanita itu.

Pria itu terdiam beberapa saat, pertanyaan Naluri membuatnya bungkam karena dia tidak ingin mendapatkan sangsinya. Akan tetapi, sudah menjadi keharusan adanya penegakan keadilan.

"Sama. Adanya sangsi." Pada akhirnya Khalil terpaksa mengatakannya daripada Naluri semakin banyak bertanya dan menyindirnya.

Setelah lakban hitam yang dijadikan sebagai pembatas sudah selesai dia tempelkan dari ujung ke ujung pria itu kembali merebahkan tubuhnya ke atas kasur.

Naluri juga melakukan hal yang sama merebahkan dirinya tepatnya di samping suaminya. Lalu, dia menoleh ke arah Khalil yang hendak memejamkan matanya.

"Kak ...," panggilnya.

"Apa?" tanya Khalil dingin. Dia menjawabnya tanpa menoleh ke arah sangat istri.

"Kalau nanti kamu yang melewati batasnya akan diberikan sangsi apa?" tanya Naluri dengan nada pelan.

Khalil merasa belum tepat waktunya untuk memejamkan matanya hingga pada akhirnya dia kembali menatap plafon kamarnya. Padahal pemandangan indah di sampingnya sungguh memukau, kalau saja menoleh ke arah sana mungkin dirinya terpesona dengan keelokan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pria itu berpikir beberapa saat, dia tidak tahu akan memberikan sangsi apa teruntuk dirinya karena sebenarnya Khalil tidak mau jika dirinya kalah dalam peraturan. Masa iya yang membuat permainan harus masuk ke dalam jebakannya sendiri.

"Gimana kalau sangsinya kamu menyetujui mencintaiku dalam tiga puluh hari, Kak?" tanya Naluri mengusulkan saran.

"Kamu aja."

"Berarti artinya kamu memperbolehkan aku mencintaimu, Kak?" tanya Naluri memastikan.

"Terserah. Pertanyaannya selalu saja itu. Bosan!" sergahnya. Dia cepat memejamkan kedua matanya saking malasnya berbincang dengan istri sendiri.

"Lalu, bagaimana kalau aku yang melanggar peraturan itu?" tanya Naluri.

"Berhentilah bermimpi mencintaiku! Ngerti?"

***
Kalau sudah bertemu dengan alam mimpi pastinya melupakan segala hal yang terjadi atau hendak kejadian di dunia. Bahkan orang yang bermimpi dalam tidurnya pun tidak akan mengingatnya apa yang telah dia lakukan.

Seperti halnya Khalil yang membuat sebuah peraturan dalam kamarnya sebelum tidur dengan sang istri. Dia membuat pembatas yang menjadi penghalang teruntuk keduanya. Akan tetapi, jika tengah tertidur dengan sangat pulas mana mungkin keduanya merasakan apa yang terjadi pada diri mereka.

Begitu juga dengan Khalil dan Naluri yang tidak mengingat lagi perihal pembatas. Keduanya saling beraksi di atas ranjang karena ketidaksadarannya yang dikarenakan terlalu kelelahan dan sangat mengantuk.

Naluri bersandar di dada bidang suaminya, sedangkan Khalil mendekap tubuhnya merangkulnya dengan tangan kanan. Keduanya saling beraksi di sana tanpa memikirkan pembatas yang menjadi persoalan mereka di malam itu.

Semalaman keduanya berada di posisi seperti itu tidak bergerak hingga mengubah lagi posisinya. Mungkin karena posisi keduanya seperti itu malah mendatangkan kenyaman yang tidak ternilai.

Sinar mentari menyelinap masuk ke celah jendela kaca sampai menyorot kedua mata mereka yang sedari tadi terpejam. Berulang kali keduanya mengucek matanya saking silaunya mungkin. Sinar itu sungguh menggangu keuwuan mereka saja.

"Kamu melanggar peraturan itu, Luri." Khalil menyadarinya lebih dulu jika istrinya tengah bersandar pada dada suaminya.

Naluri memandangi tangan kekar Khalil yang melingkar di pinggangnya eolah tengah mendekap wanita itu dengan sangat erat.

"Kamu juga melanggarnya, Kak." Naluri memperingatkannya. Pandangannya tidak terlepas pada tangan kelarnya yang masih melingkar di pinggang mungilnya.

Khalil mengikuti arah pandang sang istri tampaknya dia terkejut begitu melihat tangannya yang memang menyentuh Naluri.

"Kita sama-sama melanggar peraturan itu."

"Berarti kakak yang harus mencintaiku dimulai dari sekarang." Naluri mengedipkan sebelah matanya pada sang suami.

Dengan berat hati dia mengeluarkan gumpalan kertas yang sempat dibuangnya kini kembali ada di tangannya. Lalu, Khalil memandangi surat tersebut. Perjanjian yang tercantum di sana salah satunya dia harus bisa bersikap romantis selama tiga puluh hari. Tidak ingin disebut pengecut pada akhirnya Khalil mencoretkan tinta membentuk sebuah tanda tangan di atas materai.

"Kamu harus berhenti mencintaiku." Khalil masih saja tetap kesal, meskipun dia sudah menandatangi surat tersebut.

"Tapi kan di surat perjanjian itu tercantum kalau Kakak setuju jika aku mencintaimu."

Khalil kembali membaca poin-poinnya dan benar saja kalimat itu ada di sana. Dia menghela napasnya pelan karena peraturan ini sama saja menjebloskan dirinya ke dalam lubang penderitaan. Bagaimana bisa dia mencintai Naluri dalam tiga puluh hari? Sedangkan hatinya terus mengatakan nama Maura?

"Kamu menang dalam permainan ini, Luri."

"Belum. Karena Kakak belum mencintaiku." Naluri berkata pelan nyaris tidak terdengar.

***
Semoga aja Naluri juga bisa memenangkan hatinya Kak Khalil, eh hehe.

PENGGANTI PERAN PENGANTIN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang