"Langitnya indah," seruku.
"Setuju, langitnya biru tanpa awan. Kamu tahu Ann. Saya selalu merasa lebih baik saat melihat langit biru tanpa awan. Mungkin karena saya juga Langit. " Ucap Kak Reyner.
"Kalau Aku sukanya sama langit yang ini." Ucapku sambil menyentuh pipinya. Tangan Abang justru menarikku kedalam pelukannya, kami terbaring di rumput hijau di taman dekat danau.
***
Aku berjalan sekitaran 300 meter dari rumah menuju Cafe, Kak Andi dan Anindya sudah disana lebih dulu."Ann! " sapa Anindya.
Aku tersenyum, mataku bengkak karena semalaman terus menangis. Anindya memeluku. Aku membalas pelukanya.
"Ann, Reyner itu sebenarnya suka sama kamu. " Kak Andi mulai bicara.
"Kalau suka kenapa putus?" Ucapku.
"Sindy namanya, mantan dan masa lalunya. Mereka mulai akrab sejak SMA kelas 11. Kamu tau Ann. Mereka sebenarnya tidak pacaran."
"Bohong, aku liat di foto mereka berdua romantis." bantahku.
Anindya menenangkanku, aku terbawa emosi mendengar ucapan Kak Andi barusan.
"Romantis ya? Memang benar, itu karena Sindy menyukai Reyner. Dia terang-terangan menunjukan. Reyner itu seperti bongkahan es yang sulit mencair Ann. Malam itu Aku ada bersama Reyner, kami menunggu di Cafe dekat taman. Sindy bilang ada yang mau di ucapkan. Dan itu penting, malam itu Sindy ngungkapin perasaan yang sebenarnya. Jawaban Reyner masih ambigu, mungkin dia akan menolaknya. Sindy merasa marah dan dia menyetir mobil sambil emosi. Kami mencoba mengejarnya namun, dia justru menabrak salah satu toko di pinggir jalan. Dia terbakar dengan mobilnya. "
Kak Andi meminum segelas air, lalu mulai melanjutkan ceritanya," Hari itu juga Sindy meninggal Ann. Reyner merasa bersalah, terlebih orang tua Sindy selalu menyalahkan semuanya kepada Reyner. Dia belum sepenuhnya lupa pada hari itu Ann. Saya hanya berharap kamu bisa menentukan apakah harus putus atau kembali. Tanpa saling menyakiti. Kalian berdua juga temanku."
"Entahlah Kak, semuanya terasa sulit." Ucapku sendu.
Anindya memeluku kembali, "Kamu harus semangat. Aku nggak bisa lama-lama disini aku harus pulang ke Aceh Ann. Maaf ya!"
"Dya, makasih ya. "
Di rumah aku terus memikirkan harus mengambil keputusan apa, kami berdua sudah putus. Tapi, masih ada setengah rasa ingin kembali.
Malam itu aku menuju ke Rumah Kak Reyner, Aku ingin memanggil namanya dengan Abang. Nama sayangku untuknya. Tapi, saat di luar rumahnya aku mendengar kegaduhan.
Aku menguping di dekat jendela,
"Kamu itu sudah membuat anak saya mati. ""Maaf tante, tapi itu kecelakaan. Saya tidak pernah, "
"Stop, Kemarin saya melihat kamu berduaan dengan seorang wanita. Kamu mikir dong, anak saya diatas sana menangis jika tau kamu berselingkuh. Kamu tidak memikirkan perasaan Sindy anakku." Ucapnya marah dengan nada tinggi.
Aku merasa lemah mendengarnya, kenapa?kedua orang tua Sindy menghakimi Abang seenaknya. Aku ingin masuk tapi, aku takut. Aku memaksa masuk, tanganku gemetaran.
Wajah kedua orangtua Sindy menatapku dengan emosi. Abang yang melihatku masuk langsung menarikku dan dia berdiri di depanku menutupiku dari Kedua orangtua Sindy.
"Ini jalangnya, yang udah ngecuci otak kamu Rey?" Ucap ayahnya Sindy.
"Rey, kamu harus mencintai anak saya. Dia masih hidup." Ucap ibunya Sindy.
"Sindy sudah mati tante, om. Dia sudah meninggal" Abang bersuara, membantah.
Kedua orangtua Sindy merasa terkejut, mereka diam tak bersuara. Lalu pergi dengan Ayahnya Sindy yang memecahkan sebuah kamera milik Abang di meja.
Aku memeluk Abang dari belakang, tanganku melingkar pinggangnya.
Abang melepaskan pelukannya, "Kamu seharusnya tidak kemari Ann.""Abang, aku mau kita bersama."
"Jangan panggil saya begitu, kita sudah putus Ann. "
" Kenapa Kak Reyner bohong ke diri sendiri?"
"Saya hanya tidak bisa dan tidak ingin menyakiti kamu Ann. Saya mohon pergi Ann. Pergi dari hidup saya."
"Egois, emang Kak Reyner pikir dengan begini aku bakal senang. Aku justru sakit Kak. Aku nggak mau pisah." Ucapku sambil menangis tersedu-sedu.
"Maafkan Saya Ann, saya bukan orang yang pantas untuk mendampingi kamu. " Kak Reyner. Pergi menuju kamarnya. Tanpa melihatku sedikitpun.
Aku menangis dengan sekencangnya, aku mencoba tegar. Malam itu adalah malam paling menyakitkan bagiku, Aku ingin menghampirinya untuk memeluknya tapi langkahku terhenti seolah ada sekat berduri.
Malam menjadi dingin karena hujan turun, lampu rumah dan jalan padam, mungkin terjadi mati lampu. Hujan sangat deras, tubuhku di peluk air hujan yang semakin dingin.
Anehnya sinar bulan masih bisa menembus awan gelap, aku berjongkok tak kuat lagi berjalan, jarakku sudah jauh dari rumah Kak Reyner.
Saat kupikir aku sendirian, seseorang datang memayungiku dengan payung berwarna kuningnya.
-TAMAT-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Language of the sky and Love
Teen FictionHai, namaku Nur Anna. Gadis remaja dengan banyak cita-cita. Di akhir masa SMA,ceritaku di mulai. Berawal dari kasus Ayahku, aku juga tidak bisa menyangka ada hutang yang besar, yang Ayah sembunyikan. Dari pahitnya hari itu, ada sejumput manis yang...