05. || Hari Ayah

137 71 44
                                    

"Disaat semuanya merasa bahagia merayakan hari Ayah, berbeda dengan gue, gue cuma bisa mendoakannya disana. Gimana sih rasanya dipeluk oleh sosok Ayah? Sebahagia itu pasti."

Zeya Primlya Quenna.

"Broken home itu bukan cuma perpisahan dari kedua orang tua. Yang lebih menyakitkan adalah saat keharmonisannya menghilang, dan kita dianggap sudah tidak ada. Kasih sayang sosok Ayah dan Ibu yang gue impikan sekarang."

Angkasa Frakinlyon.

****

Apakah kalian tahu hari Ayah? Ya, hari yang sangat istimewa. Sebab pada saat hari itu kita bisa mengucapkan happy Fathers day kepada Ayah kita. Ayah itu sosok pahlawan bagi kita. Jangan pernah menyia-nyiakan kasih sayangnya kepada kita, sebab saat dia telah pergi semua itu akan menjadi kenangan yang paling berharga.

Semuanya sibuk membuat greeting card untuk Ayah mereka, namun tidak dengan Zeya. Cewek itu terduduk di sebelah makam, ia merenung sejenak disana, kemudian mengusap pelan batu nisan yang bertuliskan nama Zevandro Ailtyama King. Zeya mengukir senyum manis saat mengusap pelan batu nisan tersebut.

"Selamat hari Ayah, Papa. Zeya kangen Papa, maaf ya Zeya kesini cuma sendirian. Mama sibuk Pa, saat Papa pergi, Mama jarang pulang. Zeya rindu saat-saat seperti dulu Pa. Papa nggak kangen Zeya? Bangun dong Pa, biar kita bisa kumpul lagi." Ujar Zeya, ia sudah tidak bisa membendung air matanya yang sejak tadi ingin mengalir deras. Pecah sudah tangis Zeya bila harus mengucapkan kata Ayah.

Air mata terus mengalir, dengan telaten Zeya membersihkan makam sang Papa, ia mencabut rumput-rumput disana. Saat hari Ayah tiba, maka saat itulah penderitaan Zeya terasa.

***

Di rumah bernuansa dark ini terdapat cowok yang terduduk di sebuah ayunan disebelah kolam renang, ia termenung disana. Entah apa yang dipikirkannya membuat ia betah berlama-lama duduk disana. Angkasa memejamkan matanya, ia berucap pelan didalam hatinya.

"Gue takut, saat kebenarannya terbongkar akan ada pembalasan dendam."

Angkasa membuka matanya perlahan, melihat sekelilingnya. Rumah megah milik keluarga Frakinlyon sangat memanjakan mata, hiasan dindingnya yang unik serta kesejukannya sangat terasa damai.

Kedamaian itu hanya terasa sejenak, sampai akhirnya pria dan wanita paruh baya sampai di hadapan Angkasa.

"Kenapa kamu disini? Masih ingat punya rumah?" Sahut pria paruh baya itu, dia adalah Ayah Angkasa. Bryan Frakinlyon.

"Ya, saya masih ingat untuk pulang Ayah." Jawab Angkasa.

Sadari tadi wanita paruh baya itu hanya bisa melihat percakapan keduanya. Ia pun memilih untuk berbicara.

"Lebih baik kamu pergi. Kami muak melihat wajahmu itu." Desis Eva--Ibu Angkasa.

Angkasa mengangguk. "Nanti saya pergi, saya cuma mau mengucapkan selamat hari Ayah untuk Anda." Ucap Angkasa, ia beralih menatap sang Ayah.

Nafas Bryan naik turun, sepertinya ia akan marah besar. "Disaat semua yang terjadi kamu masih bisa memanggil saya Ayah? Dasar anak tidak tahu diri!" Bentak Bryan.

"Apa salah saya sama kalian?! Sampai kalian begitu membenci saya!!!" Teriak Angkasa menahan air matanya yang siap terjun kapan saja.

"Kamu itu pembunuh anak sialan! Apa bisa kamu mengembalikan putri saya?!" Teriak Eva tak kalah keras.

Angkasa termangu. "Kematian Alkhanza itu bukan karena Angkasa Bunda..." Lirih Angkasa, sakit bila harus mengingat kasus kematian tragis sang adik kembarnya, yaitu Alkhanza Vriana Frakinlyon.

Sesak dirasa ketiga orang di ruangan ini. Mereka meneteskan air mata bila mengingat kejadian yang begitu tragis pada saat itu.
Bryan merasa sangat bersalah, ia adalah pengacara ternama tetapi tidak bisa mencari pembunuh dari putrinya sendiri. Dan Eva adalah seorang Dokter tetapi tidak bisa menyelamatkan nyawa putrinya.

Bertahun-tahun selalu Angkasa yang disalahkan dalam kasus pembunuhan ini. Ia disalahkan karena mengajak Adik kembarnya menonton balapan antar geng motor yang lain. Yang ternyata itu semua rencana dari musuh Algreus, saat sedang asyik menonton, tiba-tiba suara tembakan terdengar begitu keras. Mereka semua panik, Angkasa berusaha melindungi Adiknya namun naas tembakan dari seberang sana membuat jantung Alkhanza terkena peluru.

Tubuh kecil Alkhanza terjatuh, dengan sigap Angkasa menahan tubuhnya. Alkhanza tersenyum begitu manis. Ia menatap sang Kakak dengan tatapan kosong.

"A-abang... K-khanza m-mau tidur... K-khanza capek B-bang..." Lirih Alkhanza, setelahnya menutupkan matanya untuk yang terakhir kalinya.

"Arghhhh!" Angkasa menendang kursi yang ada didekatnya. Ia beralih menatap kedua orang tuanya.

Sama seperti Angkasa, mereka juga merasakan sakit yang amat sangat terasa. Angkasa melangkahkan kakinya keluar dari ruangan yang terasa pilu itu.

***

Drtt... Drtt

Bella Shafira my bestie is calling...

Zeya mengangkat panggilan telepon yang masuk. Ia tertawa mendengar ocehan dari sahabatnya di seberang sana.

"Ya udah, kamu nginep di rumah gue aja Bell. Sekalian nemenin gue disini."

"Oke, gue otw kesana. Kesel gue lama-lama disini Zey, tiap hari pasti ribut sama adek gue." Keluh Bella.

"Iya. Gue tunggu yah. Nanti kalo udah nyampe kita mukbang." Ajak Zeya.

Dilain tempat, Bella yang diajak pun tersenyum sumringah. Ia mengangguk cepat.

"Aaaa Zeya, gue sayang banget sama lo." Ucap Bella kegirangan.

Zeya terkekeh. "Gue juga sayangg bangettt sama lo Bella Shafira Atmiwijaya."

Kini waktu sudah menunjukkan pukul 19.34. Bella telah sampai di rumah Zeya, ia berkeluh kesah tentang adiknya yang selalu saja membuat masalah. Sama seperti Bella yang sering menasihati Zeya, Zeya juga memberikan solusi terbaik untuk sahabatnya.

Tidak terasa mereka bercerita menghabiskan waktu lama, karena besok harus bersekolah, mereka memutuskan untuk tidur.

***

Tbc
See you next chapter.

Di chapter selanjutnya akan dibahas tentang kematian Alkhanza Vriana Frakinlyon.

Papayy

Angkasa Zeya [ A & Z ] (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang