Lembaran kisah Rain (03)

140 27 2
                                    

Rain duduk di kursi, dengan kepala yang ia tenggelamkan di lipatan kedua tangannya di atas meja makan. Sepulang sekolah tadi, Rain langsung pulang ke rumah, karena dirinya merasakan tubuhnya yang terasa tidak enak. Pusing, mual, belum lagi tubuhnya yang lemas dan tulangnya serasa ngilu semua. Membuatnya tersiksa.

Rumah terasa sangat sepi. Hanya ada dirinya seorang, asisten rumah tangganya hari ini izin, tidak ke rumah karena anaknya sakit.

Rain mengangkat kepalanya, menatap sekitarnya. Lalu menumpukan kepalanya lagi di meja, kala rasa sakit itu datang lagi. Rain mengerang keras, kala kepalanya terasa akan meledak.

Rain segera berlari ke kamar mandi, saat rasa mual menggelitik perutnya. Sesampainya ia langsung memuntahkan isi lambungnya. Tidak begitu banyak, karena memang dirinya tadi belum memakan makanan apapun, hanya setengah roti saja. Setelah mengguyur bekas muntahannya, Rain melihat wajahnya di pantulan cermin, dirinya bergidik ngeri. Melihat wajahnya yang begitu pucat.

Kepalanya terasa sangat sakit. Begitu juga dengan hatinya, disaat dirinya berada di kondisi seperti ini, ia hanya sendirian. Tanpa ada rengkuhan yang orang tuanya berikan. Sekedar hadirnya saja, kini hanya angan belaka.

Malam yang begitu damai, dengan rintik hujan yang tidak begitu deras, kini membasahi jalanan kota. Rain melajukan mobilnya membelah jalanan kota, dengan kaca yang ia turunkan. Ia hirup angin yang sejuk, dengan bau khas jalanan terkena air hujan.

Rain memberhentikan mobilnya tepat di area parkiran. Lalu dirinya keluar dan berjalan masuk ke cafe, biasa ia dan kawan-kawan menongkrong. Ternyata disana sudah ramai saja.

"Maaf telat," katanya singkat, lalu mulai melakukan tos tangan ala remaja kekinian. Dengan bergantian.

"Gapapa mas! bener gak papah!" ucap Mahes dengan begitu lebay. Membuat semuanya merasa jijik.

"Apaan sih jijik gue denger nya." Ketus Arver menonyor kepala Mahes. Membuat si empu mencak-mencak.

Rain mengambil duduk di samping Reza. Lalu memesan sebuah minuman favoritnya yakni, milk coffe. Mereka berbincang-bincang mengenai banyak hal. Sesekali mereka bersenda gurau melepas segala apa yang diam-diam membuat mereka sedih. Karena hidup seseorang, tiada yang tahu, kecuali diri sendiri.

Rain Jelang Ramadhan 🌧️ 🌧️🌧️

"Ar malam ini gua nginep sini ya."

Setelah acara kumpul tadi, Rain main di kos-kosan Argan. Ya, seperti dugaan kalian, Argan memang anak perantauan. Sama kesepiannya seperti Rain. Namun bedanya, Argan masih punya kakak perempuan yang kadang menjenguknya di sini. Kota orang.

Argan hanya menanggapi ucapan Rain dengan anggukan. Sudah biasa bagi Argan, Rain memang sering nginap di tempatnya, dikala hati bocah itu sedang tidak baik. Dan Argan tidak keberatan sama sekali dengan keberadaan Rain disini. Argan senang, bisa menjadi sandaran sosok rapuh itu.

Rain menidurkan tubuhnya di sofa yang ada di kamar Argan. Rain membuka ponselnya saat mendengar ada notif chat masuk. Ia buka aplikasi WhatsApp nya.

Dad

[Rain, kurangin waktu main kamu. Fokuslah belajar, jangan kecewakan Mommy sama Daddy!]

[Iya Dad.]

[Jangan cuman iya-iya doang, Daddy gak butuh omong kosong kamu!]

[Rain akan berusaha lagi Dad.]

[Bagus! Daddy tunggu hasilnya.]

Setelah membaca balasan dari sang Daddy, Rain menghembuskan nafas kasar. Lalu ia simpan kembali ponselnya. Pesan dari orang tuanya tidak pernah membuatnya merasa lebih baik, justru malah sebaliknya. Karena hanya berisi segala tuntutan yang mereka berikan.

"Dari bokap?" tanya Argan, yang sudah kelewatan tahu tabiat Rain setelah membaca sederet pesan dari kedua orang tuanya. Terlebih bokap nya.

Rain mengangguk acuh.

"Nuntut apa lagi?" tanya Argan lagi.

Rain menggeleng kepalanya, "Cuman minta waktu main gua di kurangin."

Argan mengangguk, setelahnya meminta Rain untuk pindah ke kasur nya. Rain awalnya tentu sangat menolak, mana ada tuan rumah tidur di sofa, membuatnya tidak enak hati. Namun, Argan lagi-lagi mengancam, jika Rain tidak mau tidur di kasur, ia suruh pulang ke rumah.  Bukan tanpa alasan Argan meminta Rain tidur di kasur, dirinya tidak mau tubuh sahabatnya itu pegal-pegal.

Rain mendengus, lalu pindah ke kasur. Ia tidak mau pulang ke rumah malam ini, dirumahnya sangat sepi, tidak ada yang menyambutnya sesampai di rumah ataupun menanti dirinya. Membuatnya malas saja pulang ke rumah.

Keesokan harinya, sepulang sekolah Rain langsung berlatih basket. Rain sangat bersemangat mendribble bola serta memasukkan bola oren itu ke dalam ring. Bagi Rain, basket adalah dunia nya. Sumber kebahagiaan Rain. Sepenting itu basket bagi kehidupan Rain.

"Rain oper sini!" teriak Mahes. Dan Rain mengangguk, lalu melempar bola itu ke arah Mahes.

Pluk

Mahes berhasil menangkap bola itu, dan memasukkan nya ke dalam ring.

Prittt

Suara tiupan peluit dari sang pelatih begitu memekakkan telinga mereka. Yang bertanda, permainan selesai. Mereka menyudahi latihannya, yang berlangsung selama hampir dua jam.

Rain berjalan menepi.

"Rain tangkap!" teriak Arvey.

Dan—'tap'

Rain berhasil menangkap botol yang berisi air mineral yang Arvey lempar dengan senyuman.

Rain mengacungkan botol mineralnya ke atas, dan berkata. "Thanks," dengan senyuman manisnya.

Arvey mengangguk sembari tersenyum.

Rain meneguk air mineralnya dengan sekali tegukan langsung tandas. Menandakan keadaannya yang sungguh haus. Rain terdiam, ia pegang area perutnya yang tiba-tiba terasa mual. Rain segera berlari ke kamar mandi, dengan menutup mulut.

Semuanya tidak luput dari perhatian sahabat-sahabatnya. Terutama Arvey, ia rasa ada yang janggal dengan sepupunya.

"Sebenarnya apa yang terjadi sama lo Rain?"

TBC

Sebelumya, aku minta banget sama kalian, untuk dukungannya terhadap cerita ini ya.

Berikan vote & komen Kalian yang banyak-banyak!

Aku tahu, mungkin cerita ini memang banyak kekurangannya, serta belum ada pembaca tetapnya, maka dari itu, aku butuh dukungan dari kalian:)

22 Juni 2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rain Jelang Ramadhan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang