#12 - Satu Rahasia

337 67 12
                                    

"Aku sudah mengecewakan Appa. Jadi, bisakah kau tidak melakukan hal yang sama sepertiku?"
[Ling Jaehyun]

Tamparan dari Jaehyun Hyung seolah membangunkan jiwa perontak dalam diriku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tamparan dari Jaehyun Hyung seolah membangunkan jiwa perontak dalam diriku. Setelah berteriak kesal saat kakakku satu-satunya itu menutup pintu, aku segera menghubungi Jongin dan memintanya untuk menjemputku. Awalnya Jongin menolak, tetapi ketika aku menjerit-jerit, dia bersedia datang. Maka, ketika aku tahu Jongin sudah di depan, aku langsung berlari masuk ke dalam mobilnya sebelum siapa pun berhasil mencegahku.

Di sinilah aku sekarang. Bersembunyi di dalam selimut sebuah kamar di apartemen mewah yang kubeli bersama sahabatku, Jongin dan Mingyu. Jongin bilang Mingyu masih dalam perjalanan dari Incheon. Hanya Jongin yang menemaniku sejak beberapa jam lalu. Dia hanya diam di sofa memandangiku dan sesekali beratensi pada ponselnya yang kuyakin dia sedang berkabar dengan Appa atau Jaehyun Hyung.

"Bertengkar dengan siapa sekarang?" Jongin meletakkan ponselnya ke meja, lalu berpindah ke sisiku.

Aku menggeleng. Enggan menjelaskan apa pun.

"Kau pernah bertengkar dengan kakakmu tapi tidak sampai kabur begini," ujar Jongin. Tatapannya menyelidik yang berakhir dengan embusan napas pelan. "Apa yang kau perbuat sampai kau ditampar, huh?"

"Diamlah!" bentakku kesal. Kurasakan napasku kembali memburu saat Jongin justru menatapku lembut. "Aku benar-benar tidak ingin membahas ini sekarang. Biarkan aku sendirian."

"Baiklah." Jongin mengalah. Dia merapikan selimutku. Tangannya menepuk bahuku pelan seperti yang biasanya Appa atau Jaehyun Hyung lakukan ketika menenangkanku. "Tidurlah. Perasaanmu akan membaik saat kau bangun nanti."

Aku tidak yakin kalimat Jongin akan sungguhan terjadi. Maksudku, aku tidur dalam kondisi kepala penuh peperangan. Banyak hal berkecamuk dan aku beberapa kali memaki karena tidak bisa terlelap satu menit pun. Aku hanya pura-pura tidur selama Jongin masih di sampingku, sampai aku tidak tahu kapan aku mulai benar-benar tertidur.

***

Kamarku sepi ketika aku membuka mata. Aku mengedarkan pandangan dan tidak melihat Jongin lagi. Dari luar dinding kaca, kulihat langit sudah menggelap. Lampu utama dimatikan sehingga aku hanya bisa mengandalkan penerangan dari cahaya di luar bangunan. Aku menghela napas seraya duduk bersandar. Memandangi setiap benda yang ada di ruangan ini. Hanya ada kasur yang kududuki, lemari putih, satu set sofa kecil di dekat dinding kaca, dan televisi besar menempel di dinding.

Ruangan ini sepi perabotan, seperti hatiku. Aku tidak pernah merasa sekosong ini. Terlebih ketika teringat bagaimana dua orang terdekatku memperlakukanku seperti orang asing. Rasanya, keinginanku untuk tinggal bersama Choi Jiwoo makin kuat. Haruskah? Haruskah aku mencarinya? Namun, aku teringat cerita Appa tentang bagaimana wanita itu memperlakukan kami. Aku menjadi bimbang. Mana yang harus kupercaya?

Aku tidak bisa mencari jawaban dari diriku sendiri karena terganggu oleh suara berisik di dalam perutku. Astaga. Aku belum makan sejak tadi siang. Seharusnya aku makan bersama di Rumah Starla, tetapi aku pulang lebih dulu dan berakhir di apartemen ini. Kuputuskan keluar kamar barangkali Jongin atau Mingyu sudah memesan makan malam. Hanya saja, yang kudapati sama seperti kamarku. Kosong.

On Me [OSH] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang