Sialnya kata-kata Rayen kemarin membuat Aza hilang konsentrasinya terhadap pelajaran saat ini, pandangannya kosong menatap kedepan dengan senyum yang terukir di sudut bibirnya. Perkataan Rayen kemarin seakan-akan menyihir suasana menjadi tiba-tiba canggung. Entah dapat ide dari mana laki-laki seperti Rayen bisa merangkai kata-kata seperti kemarin, romantis tapi lebih pada lucu saja. Aza terheran dan tercengan dengan Rayen yang punya kepribadian yang seratus delapan puluh derajat dari biasanya yang hanya diam dan dingin.
Apa mungkin suasana pantai bisa membawanya terhanyut dan memiliki rangkaian kata itu? Tapi, mungkin saja. Pantai adalah tempat yang identik dengan romantis, walau bukan Bali. Tapi suasana romantis pasti akan terasa ketika kita berkunjung ke pantai bersama dengan orang yang kita sayang.
Bu Denok mengalihkan pandangannya dari papan tulis menatap seluruh muridnya. Terutama menatap Aza. "Jangan melamun dong. Ini masih jam pelajaran, kamu mau belajar atau tidak?" kalimat yang terdengar jelas membuat seluruh murid mencari siapa yang di tujukan kalimat itu.
Tak salah lagi, Aza yang mendapat sindiran dari Bu Denok. Gadis itu menatap kepada gurunya dengan rasa canggung dan tak enak hati. Dan rasa malu juga sekarang menyerangnya, karena banyak pasang mata dalam kelas itu menatapnya. "Maaf bu," tersenyum canggung. "Kalau gitu saya izin ke toilet ya bu, untuk cuci muka."
"Iya boleh, malah bagus biar kamu gak halusinasi di dalam pelajaran ibu."
Setelahnya Aza keluar dari dalam kelas menuju toilet. Wajahnya masih berseri dengan senyum yang masih mengembang. Seakan-akan kejadian pemergokan tadi tidak berarti baginya.
"Istigfar Za, istigfar. Astagfirullah." Gadis itu membasuh wajahnya dengan air yang mengalir, menatap kontras dirinya di hadapan cermin.
Gadis itu menghela nafasnya dalam, mencuci kedua telapak tangannya dan merapikan seragam sebelum ia keluar dari toilet. Langkahnya terdengar menderap di antara sunyinya lorong. Terdengar suara riuh dari area lapangan, dari mereka yang ada jadwal pelajaran penjaskes. Langkahnya tercekat ketika ada seseorang yang menarik lengannya begitu cepat, membawanya menjauh dari lorong.
"Ish, lepasin! Siapa loe?" matanya seketika membelalak lebar manik hitam matanya menangkap wajah tampan di depannya.
Laki-laki itu tersenyum dengan sudut bibir yang manis. "Gue Rayen. Rayen Bagus Adiputra. Temen sekelas loe sekaligus pacar loe selama sebulan lebih ini." Mendekatkan wajahnya. "Gue anak tunggal dari ibu Reny, masih kurang jelas wahai ketua osis?" Rayen menaikkan satu alisnya menunggu jawaban.
Sedangkan gadis itu hanya melongo mendengar penuturan kekasihnya itu. Bagaimana tidak terkejut jika tiba-tiba ada seseorang yang menariknya secara tiba-tiba di saat jam pelajaran seperti ini. Bahkan ketika itu juga otak gadis itu sedang beradu argumen, pikirnya melambung pada hal yang buruk.
"Lalu, mau apa Rayen ngajak Aza kemari?" tangannya bersikap di depan dada.
Rayen menghela nafas. "Mau apa ya?"
"Ck, serius dong Ray!"
"Ck, aku serius."
Gadis itu sedikit kesal dengan tingkah Rayen yang tak mengerti situasi saat ini. "Ray, ini bukan waktunya untuk kita bercanda atau berbincang santai! Ini masih jam pelajaran, kamu mau di hukum hanya karena tingkah seperti ini?" Aza membalikkan badannya meninggalkan Rayen.
Laki-laki itu menarik kembali lengan Aza. "Pelajaran bu Denok bentar lagi selesai, mending ikut gue." Rayen menarik lengan Aza dengan sedikit berlari.
Aza sedikit menghepas lengan Rayen yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ray! Aku mau ke kelas." Menyibak rambutnya yang sempat menutupi matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Milik 'Ku [On Going]
Fiksi RemajaKita dibuat untuk menjalani takdir dan mencintai takdir. Terutama menghargai setiap momen dalam perjalanan hidup. Banyak typo! WARNING ⚠️ ▪️CERITA INI TIDAK DI TULIS ATAU BERADA PADA APLIKASI NOVEL ATAU BACAAN LAIN. INGAT! ▪️CERITA INI HANYA DI...