Happy Reading!
Pagi ini agaknya sang surya dipaksa sembunyi oleh sekelompok awan mendung yang merangksek berusaha menguasai langit. Koloni peranakan ayam pun tak kunjung terlihat hilir mudik mengais tanah seperti biasa. Sama halnya dengan ocehan burung yang biasanya berlomba menyuguhkan siulan merdu kini terasa senyap.
Netra hitam itu sibuk mengamati kawanan semut yang berbondong-bondong menyusuri tiang kayu di teras rumah hingga menghilang di sebuah lubang yang mengarah ke atap. Apakah hal ini tak masalah bagi Sakura, bagaimana jika sewaktu-waktu atapnya mengalami pengeroposan kemudian menimbulkan kesulitan untuk gadis itu.
"Sasuke, kau sudah pindah jemuranmu?!"
Teriakan melengking itu membuat dirinya menghela pelan. Tubuhnya beranjak berdiri meninggalkan barisan semut yang tak ada habisnya. Seumur hidup, di desa inilah kali pertama ia cuci baju sendiri, menjemur, melipat baju, kecuali dalaman tentunya. Bahkan menjadi buruh tani atau membantu Sakura mencari rumput segar untuk sapi-sapinya. Melelahkan, namun saraf otaknya tak kunjung membuat perintah agar kembali ke Tokyo.
"Aku sisakan tempat disebelah kanan, gantung bajumu di sana ya," ujar Sakura sembari meletakkan dua mangkuk sup miso di meja kecil.
"Kenapa tidak kau pindahkan sekalian?"
"Enak saja, kau pikir aku pembantumu apa?"
Sasuke mendengus, melangkah menuju pintu belakang lantas bergegas memindahkan jemurannya. Pria itu melirik sejenak pada sapi-sapi Sakura yang mengeluh pelan sebelum menutup pintu. Lihat saja, cepat atau lambat ia akan membuat gadis itu secara suka rela memindahkan jemurannya tanpa diperintah sedikitpun. Awas saja dia.
Tubuhnya ia dudukkan dihadapan Sakura dengan pembatas meja kecil berisi sarapan mereka. Dua mangkuk nasi lengkap dengan sup miso, salad, serta omlate, tidak ada daging baik itu ayam, ikan, apalagi sapi.
"Sakura."
"Hm?"
"Kapan kita potong sapimu?"
Sakura mendelik horor lantas mengetuk ringan kepala Sasuke dengan sumpit. "Sapi di belakang tidak untuk dipotong tapi dijual," ujarnya dengan penekanan kata di akhir kalimat.
"Kita bisa jual dagingnya juga."
"Tidak, jika kau ingin makan daging kenapa tidak beli saja?" Sakura mengeser mangkuk sup misonya mendekat. "Katanya orang kaya raya."
"Ya, tapi maaf saja daging sapi di desa ini terlalu ..." Sasuke menggantung ucapannya kala gadis di hadapannya melotot tajam. Ia mengambil sumpit lantas menghisapnya sejenak. "Ku rasa daging sapimu yang paling bagus dan gemuk."
"Kau saja sini yang kupotong," Sakura mendorong sepiring omlate ke arah Sasuke. "Makan dan jangan banyak bicara, kau semakin cerewet saja. Selamat makan."
"Cih, selamat makan," gumam Sasuke.
Dua sejoli itu makan dengan tenang tanpa suara apapun. Terkadang mereka akan saling bergantian menarik pring omlate. Sesekali mereka akan suka rela saling berbalas meletakkan sepotong omlate di piring lawan bicaranya. Hingga pandangan mereka sama-sama terlaihkan pada sepetak jendela penghubung dunia luar yang tengah diguyur tetesan air.
"Aku selesai, terima kasih untuk makanannya."
"Aku juga selesai, terima kasih untuk makanannya," Sasuke berujar sembari menumpuk alat makannya. "Kau sudah bekerja keras," sambungnya lantas beranjak berdiri melangkah menuju tempat pencucian piring guna melaksanakan pembagian tugas yang telah mereka sepakati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vibrasi
Teen FictionGetaran yang ia rasakan kali ini sungguh melampau batas, terasa asing, mendebarkan dan menyenangkan. Disclaimer @Masashi Kishimoto