BAB XII Kecantikan Yang Membara

33 9 0
                                    

"Eila!!"

Varen melihat seekor burung raksasa berdiri tegak di belakang Eila. Mata merah burung itu menatap tajam sang gadis. Ia juga mengeluarkan suara nyaring hingga membuat Eila dan Varen menyumbat telinganya.

Burung itu ialah Merak, burung yang ukirannya Varen lihat di dinding gua ini. Burung itu sempat memekarkan ekor panjangnya hingga membuat mereka terperangah. Merak itu memiliki kobaran api pada tiap helai bulunya, membuatnya terlihat bagai burung yang datang dari neraka. Ia kembali mengeluarkan suara melengking saat kembali menurunkan ekornya.

Eila terdiam melihat gelagat si merak. Ia lantas memasukkan berlian merah itu ke dalam kantong yang ada di pinggangnya. Gadis itu juga mengeluarkan belati yang sejak tadi mengantung bagaikan hiasan indah di tubuhnya.

Dari kejauhan Varen menatap khawatir gadis itu. Ia tidak yakin Eila dapat melawan Merak yang membara itu sendirian, terlebih lagi gadis itu mengalami luka pada lengan kirinya. Tanpa pikir panjang Varen memutuskan untuk berenang perlahan mendekati sang gadis.

Di saat bersamaan Merak raksasa itu berjalan mendekati Eila. Sesekali ia mengepakkan sayapnya sembari berusaha mencengkeram sang gadis dengan cakar di kakinya. Beruntungnya Eila cukup lincah sehingga dapat berguling menghindari serangan.

Tampaknya merak itu merasa geram. Ia membuat api di bulunya menjadi lebih membara. Varen yang menyadari perubahan itu lantas mempercepat gerakannya. Berharap binatang itu tidak melakukan serangan sebelum dirinya sampai di tempat Eila berada.

Namun, apa daya burung itu telah berlari menerjang Eila. Sang gadis juga melakukan hal yang sama, tetapi ia terpental akibat serangan burung cantik itu. Tubuh mungil itu menghantam batuan di sekitar pulau sebelum berbaring tidak sadarkan diri.

"Eila . . . . ," lirih Varen menatap sang gadis dari kejauhan. Lelaki itu menatap tajam Merak yang hendak kembali menyerang Eila.

Ia melemparkan asal sebuah batu yang ada di sekitarnya, "Hei!! Kemarilah kau!!"

Merak itu berbalik, menatap Varen sembari mengeluarkan suara melengkingnya. Varen menggenggam erat pisau yang ia bawa. Lelaki itu berlari mendekati merak saat burung itu mulai menyerangnya. Dengan gerakan cepat ia melompat dan memberikan luka sayatan pada dada burung itu. Ia memberikan luka yang cukup lebar dan dalam hingga membuat si merak menjerit kesakitan.

Ia menatap merak itu dengan seringai yang terlihat di bibirnya. Tidak berapa lama seringai itu menghilang. Varen terperangah melihat luka pada sang burung merak yang menutup dengan sendirinya. Merak itu seakan memiliki sistem pemulihan tubuh yang begitu cepat sehingga sedalam apa pun sayatan yang diberikan Varen dapat menutup dengan mudah.

"Apa? Bagaimana bisa itu terjadi?" ujar Varen tak percaya.

Tanpa Varen sadari, merak itu kembali menyerangnya. Akibat sibuk dengan pikirannya Varen tidak dapat menghindari serangan burung itu. Alhasil ekor burung itu berhasil menyambar lengannya. Membuat kulitnya terbakar akibat api pada setiap helai bulu sang Merak.

"Arhhh . . . ."

Pisau yang digenggamnya terjatuh. Ia menatap luka yang melepuh kemerahan itu. Rasa pedih juga mulai menjalar di tubuhnya. Meskipun hanya lengannya yang terbakar, tetapi rasa panas itu seakan menyebar ke seluruh tubuhnya. Namun, tidak ada waktu untuk mengeluhkan luka yang dia alami. Ia harus menghindar saat burung itu berlari ke arahnya.

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang