Genre : Fiksi remaja, drama, romantis, angst.
***
Mika percaya bahwa sesuatu yang ada di dunia ini tidak kekal. Termasuk kebahagiaan dan kesedihan. Maka dari itu, Mika selalu yakin kesedihannya pasti berlalu, dan tergantikan oleh kebahagiaan.
Namun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Malem ini gue nginep di rumah lo ya?" ujar Nevan saat di parkiran sekolah.
Arki yang sudak duduk di jok motornya lantas mengangguk, tapi rupanya cowok itu tengah memikirkan sesuatu dengan keras, terlihat dari matanya yang memandang kosong ke depan. Cowok itu sedari tadi banyak diam. Nevan dapat mengerti mungkin Arki lelah setelah latihan Basket dari pulang sekolah sampai malam tiba.
Wajar saja mereka sangat keras berlatih karena sebentar lagi tiba musim turnamen Basket, dan Arki sudah jelas terpilih menjadi team inti, beda lagi dengan Nevan yang sering kali kena teguran saat berlatih.
Nevan sudah memakai helm dan siap untuk melajukan motornya. Berbeda lagi dengan Arki yang malah menyimpan kembali helmnya, lalu ia turun dari motor.
"Lah? Mau kemana lo, Nyet?" tanya Nevan heran.
"Gue ada urusan bentar. Lo duluan aja!" Cowok dengan celana hitam pendek basketnya yang belum diganti itu tiba-tiba keluar dari gerbang sekolah dan menyeberang jalan raya.
"Mau ngapain dah tuh bocah?" Nevan geleng-geleng kepala dengan tingkah anehnya. Tak lagi memperdulikan Arki, akhirnya Nevan meninggalkan sekolah dan pulang duluan.
Arki melihat sepeda Mika yang teronggok di depan kafe itu. Sudah ia duga sampai mengganggu pikirannya saat latihan basket tadi, ternyata Mika masih ada di kafe itu. Kemudian, ia masuk ke dalam kafe dan langsung ke meja kasir.
"Ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanya Mbak kasir yang tersenyum ramah setelah mleihat Arki.
"Mbak, saya mau bayar."
"Oh? Mau bayar apa ya, Mas? Perasaan Mas baru masuk barusan."
Arki menoleh sekilas kearah Mika yang berdiri dengan tertunduk jauh di belakangnya. "Saya mau bayar pesanan orang itu."
"Ohh... Mas temennya yang dibilang Mbak itu ya?"
Arki sesaat diam, tapi ia mengangguk saja untuk mengiyakan pertanyaan Mbak kasirnya agar tidak banyak tanya lagi. "Berapa ya, Mbak?"
"Sebentar, Mas." Mbak kasir itu memeriksa pembayarannya. "Totalnya 5.340.000 rupiah. Kalo mau lihat, Mas bisa periksa bill di Mbaknya," tunjuknya pada Mika.
"Gak perlu. Saya langsung bayar aja." Arki langsung memberikan kartu debitnya. Setelah selesai dibayar dan kartu debitnya dikembalikan, Arki menghampiri Mika yang masih tertunduk di tempatnya.
Arki menghembuskan napas dan membuang muka sekilas kearah lain. Ia kesal pada dirinya kenapa harus memiliki belas kasihan pada Mika.
"Ck! Ayo pulang!"
Mika mengangkat wajahnya saat mendengar decakan kesal itu. Mata Mika berbinar dan hampir berkaca-kaca saat melihat cowok yang berdiri di depannya. Daya dalam tubuh Mika seketika kembali terisi. Ia seperti mendapatkan cahaya dalam kegelapannya.