📍Bab 7📍

852 79 2
                                    

Vote dulu bosq...

"Yaudah kalau gitu biar Papa sama Mama aja yang nyiapin pernikahan kalian. Kalian tinggal nunggu aja, oke?" ujar mama Juyeon seraya tersenyum.

Hyunjae mengangguk malu sementara Juyeon tersenyum puas.

"Iya, Ma, Pa. Juyeon percayain ke kalian."

Orang tua Juyeon mengangguk sambil tersenyum.

"Dah malem nih, kalian istirahat gih. Ibu hamil gak baik begadang." ujar Papa Juyeon.

"Iya, Om—"

"Eits, panggil kami papa sama mama. Kamu kan calon mantu kami." Mama Juyeon segera memotong ucapan Hyunjae.

"Ah, iya," Hyunjae menggaruk tengkuknya canggung. "Iya, Papa, Mama." lanjutnya.

Juyeon tertawa pelan dan mengecup pipi yang lebih tua karena gemas. Pipi Hyunjae yang memang sudah merah kini semakin merah. Ia mencubit pelan pinggang Juyeon hingga si empu memekik pelan.

"Ahahaha, udah dulu ya Ma, Pa. Kak Hyunjae-nya malu. Pengen cepet istirahat kayaknya." Juyeon beranjak dari sofa, mengulurkan tangannya pada Hyunjae. Hyunjae turut berdiri dengan berpegangan pada tangan Juyeon.

"Iya. Selamat malam." jawab Mama Juyeon.

Juyeon menggandeng Hyunjae untuk mengikutinya ke kamar. Saat di ujung tangga, Juyeon menghentikan langkahnya. Hal itu membuat Hyunjae heran. "Kenapa berhenti?"

Juyeon menatap Hyunjae, terlihat ia sedikit cemas. "Kamarku ada di lantai atas. Tapi entar kamu kecapekan kalau naik tangga," jelasnya.

Hyunjae menggeleng, "Gak kok. Aku kan masih hamil muda. Naik tangga doang mah aku kuat."

Juyeon balas menggeleng tegas. "Aku gak mau kamu capek. Aku gendong aja, ya?"

Hyunjae membelalakkan mata ketika Juyeon tanpa aba-aba mengangkat tubuhnya dalam gendongan ala bridal. "Juyeon! Turunin ih! Aku kuat kok!" Hyunjae memukul lengan yang lebih muda.

Juyeon merengut sambil menggelengkan kepala. "Gak boleh. Kamu gak boleh kecapekan. Nurut aja sama aku."

Hyunjae hanya bisa menghela napas dan menurut. Ia sedikit cemas ketika Juyeon mulai menapaki satu persatu anak tangga dengan menggendongnya. Hyunjae sadar kalau dirinya tidaklah ringan. Namun, sepertinya Juyeon tak merasa terbebani sama sekali dengan menggendongnya sambil menaiki anak tangga.

Sejenak Hyunjae merasa kagum dengan kekuatan otot Juyeon.

"Juyeon," cicit Hyunjae pelan saat mereka hampir sampai di lantai atas. Hyunjae melirik ke bawah. Ia sedikit pusing melihat lantai dasar dari ketinggian ini. Ia memiliki phobia ketinggian.

"Iya? Sebentar lagi kita nyampe, Kak. Jangan takut, ya? Kita gak akan jatuh. Kan ada aku." Juyeon berusaha menenangkan. Ia dapat merasakan badan Hyunjae gemetaran di gendongannya.

Sampai di lantai atas, Hyunjae menghela napas lega. Juyeon masih menggendongnya. Ruangan yang pertama kali ditemui saat masuk di lantai dua adalah ruang keluarga. Lalu masuk ke dalam ada tiga pintu yang tertutup.

"Ini kamarku, yang di depan itu ruangan olahragaku, yang itu kamarnya kakakku." Juyeon menjelaskan sebelum masuk ke dalam kamarnya.

"Kamu punya kakak?"

Juyeon tak menjawab. Ia lalu mendaratkan Hyunjae di kasur.

"Kakakku dah meninggal empat tahun yang lalu." jawab Juyeon.

Hyunjae reflek menutup mulutnya, "Oh. Maaf."

Juyeon mendengus pelan seraya mendudukkan dirinya di pinggir ranjang. "Gak papa. Aku dah ikhlas kok."

Hyunjae mengangguk. Pandangan ia edarkan ke seluruh bagian kamar Juyeon. Kamar yang sangat luas. Ukurannya hampir sama seperti apartemen Hyunjae.

Ini cuma kamar tapi gedhenya... astaga calon suamiku kaya banget.

Hyunjae terkesiap saat Juyeon melingkarkan lengan di pinggangnya. Wajah Juyeon berada di dekat wajahnya. Kedua mata indah itu sedang menatapnya penuh arti, membuat Hyunjae merasakan panas di wajahnya. Ia mengerjap dua kali dan memalingkan wajahnya ke arah lain—menghindari tatapan Juyeon.

Juyeon terkekeh dengan suara dalamnya. Yang lebih muda menusuk pipi Hyunjae dengan telunjuknya, "Cie, malu-malu,"

Hyunjae tak dapat menahan senyum malunya. Namun, ia menggeleng, menyangkal Juyeon.

"Ah, Kak Hyunjae kenapa imut banget. Aku gak kuat sama yang imut-imut begini," Juyeon menarik Hyunjae ke dalam pelukannya.

Hyunjae merengek, mencoba melepaskan diri dari pelukan Juyeon. Namun, Juyeon malah mengeratkan pelukan lalu menghujani wajah Hyunjae dengan kecupannya.

"Juyeon~ ayo tidur!" Hyunjae menahan dahi Juyeon saat Juyeon hendak menciumnya lagi. Pipi keduanya memerah panas.

"Kak Hyunjae dah ngantuk?"

Hyunjae menggeleng, "Belum sih, sebenarnya."

Juyeon tersenyum penuh arti. Tangannya meraba pinggul Hyunjae dan mengelusnya pelan. Tangan besar itu mulai memanjat naik ke pinggang Hyunjae, belok ke depan, sampai di dada Hyunjae. Hyunjae menelan ludah gugup saat tangan Juyeon menyentuh kulitnya. Darah Hyunjae berdesir.

"Juyeon—"

"Boleh gak, Kak? Sekali aja." Juyeon menatap lama bola mata Hyunjae. Tangannya meremas lembut dada Hyunjae yang masih datar.

Seolah terhipnotis, Hyunjae mengangguk. Juyeon tersenyum sambil mendorong dada Hyunjae pelan untuk berbaring, lalu mengungkungnya.

●●●

Hyunjae terbangun begitu merasakan pipinya ditepuk beberapa kali. Ia nyaris teriak karena terkejut melihat wajah Juyeon di depan mata ketika ia membuka matanya. Juyeon nyengir hingga matanya menyipit.

"Ayo bangun, Kak." ucap Juyeon.

Hyunjae mengangguk sambil menguap lebar. Ia melamun sebentar sebelum beranjak duduk. Laki-laki itu meringis sambil mengelus pinggulnya yang pegal. Pipinya sedikit memerah.

"Aku dah buatin susu. Kak Hyunjae cuci muka dulu sana. Habis itu kamu minum susunya. Keburu dingin." ujar Juyeon. Tangannya terulur dan mengacak rambut Hyunjae yang memang sudah acak-acakan.

Hyunjae mengangguk. "Iya. Ini jam berapa?" tanyanya karena Hyunjae rasa di luar sudah terik.

"Masih jam delapan. Hari ini gak usah ke kampus. Aku dah ijin ke dosen kamu."

Hyunjae manggut-manggut, membulatkan bibirnya. Dibantu Juyeon, ia berdiri dan masuk ke kamar mandi. Hyunjae membasuh wajahnya. Memandangi wajahnya di kaca sejenak sebelum kembali ke kamarnya.

Juyeon tampak sedang sibuk dengan laptop. Laki-laki yang lebih muda darinya itu duduk di kasur. Menyadari Hyunjae telah kembali, Juyeon lalu meletakkan laptopnya dan menghampiri yang lebih tua, menyerahkan segelas susu pada Hyunjae. "Ini susunya, Kak."

Hyunjae tersenyum tipis dan mengangguk seraya menerima segelas susu dari Juyeon. Ia meneguknya cepat hingga tak bersisa di gelas. Juyeon tersenyum melihatnya. Ia mengambil gelas yang sudah kosong itu dari tangan Hyunjae dan menaruhnya di atas meja.

"Aku ngurus kerjaan dulu ya, Kak? Setengah jam aku selesai kok. Kalau kamu mau jalan-jalan, aku panggilin mama biar nemenin. Sekalian kak Hyunjae sarapan sama mama. Mau?"

Hyunjae menggaruk kepalanya bingung. Ia ingin keluar tapi malu jika ditemani ibunya Juyeon.

"Anggap aja PDKT sama mama. Calon mertua kak Hyunjae." lanjut Juyeon.

Pipi Hyunjae langsung bersemu merah. Ia mengangguk pelan. Juyeon menunduk, mengecup dahi Hyunjae sebelum keluar dari kamar untuk memanggil mamanya. Hyunjae tersenyum dan salah tingkah sendiri di dalam kamar. Ia memukuli sofa sebagai pelampiasan malunya. Apalagi mengingat semalam ia dan Juyeon ... ah, Hyunjae benar-benar malu.

Tak lama, Juyeon kembali ke kamar. Ia menghampiri Hyunjae. "Ayo, Kak. Mama dah nungguin kak Hyunjae di bawah. Aku anter sampe lantai bawah, ya?" Juyeon tersenyum.

Hyunjae mengangguk patuh.

●●●

Bersambung

STAY || JumilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang