Flash back
-----------------Enam bulan lalu, saat Azriel mengalami penolakan dari orangtuaku, saat itulah Azriel merasa putus asa. Bukan hanya ditolak, dengan tega ayah menghina dan mengatai Azriel. Hati siapa yang kuat kalau sudah mencakup tentang keluarga? Ayah dan ibu? Semua orang mempunyai cerita masing-masing baik itu bahagia atau kelam. Begitu juga Azriel, cerita keluarga yang kelam membuatnya mengasingkan diri hingga tinggal di sebuah panti asuhan jauh dari provinsinya.
Sebenarnya aku tidak menyalahkan ayah, tapi cara Ayah menghina Azriel seperti membuka luka baru untuk hati yang kesepian. Ayah benar-benar keterlaluan.
"Kamu saja tinggal di panti asuhan, orang tua kamu pasti tidak jelas. Entah kamu anak haram yang dibuang, atau kamu anak penyakitan sehingga kamu dibuang, atau memang sengaja mereka membuang kamu agar tidak terjadi sial. Dan saya, tidak bisa membiarkan anak saya bersanding dengan orang tidak jelas seperti kamu. Cukup sampai disini pembicaraan kita! Silahkan keluar!"
Kata-kata itu, masih terngiang di telingaku. Kenapa ayah bisa setega itu? Kenapa ayah tidak bisa mendengarkan sekali saja penjelasan Azriel? Aku sangat kecewa dan malu dengan ayahku sendiri.
Sejak saat itu, Azriel tidak lagi memberi kabar padaku. Telepon, pesan semua hampa tanpa Azriel. Aku jadi sering murung sendiri di kamar.
Rasanya hidupku benar-benar kacau. Kehilangan cinta pertama, gara-gara orang tuaku sendiri. Aku tidak mempunyai daya untuk berdiri melanjutkan aktifitasku. Sampai akhirnya mas Doni sering datang menghibur dan menemani hari-hariku yang baru ditinggal pergi oleh Azriel.
"Mi, makan dulu. Ini aku bawakan bubur ayam. Hangatin perut dulu! " Mas Doni menuangkan bubur ayam ke mangkok.
Aku hanya tidur meringkuk membelakanginya, sungguh merasa tidak berselera. Air mata yang menetes teringat Azriel yang selalu menyuapiku dengan candanya melajukan pesawat terbang saat aku tidak ingin makan.
Mas Doni mengelus rambutku. Mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Dan saat-saat seperti ini akan berlalu. Menguatkanku dengan berkata, "Azriel tidak mungkin selemah itu. Mungkin sekarang dia sedang mencari cara agar dia bisa diterima oleh keluargamu. Mungkin dia sekarang sedang berjuang. Hanya saja, dia tidak mengatakan itu kepadamu."
Ucapan mas Doni sangat manis, membuat hati ini menemukan sebuah titik terang. Memberikan semangat dalam jiwa. Aku pun mulai menurut. Memakan suap demi suap makanan yang diberinya, mengerjakan tugas kuliah yang menumpuk karena terbengkalai.
Serasa punya semangat kembali saat aku diantar mas Doni melihat Azriel yang tampak serius sekali melayani pelanggan kafe. Terlihat jelas cintaku sedang berjuang dalam pekerjaannya.
"Mas, aku mau ngomong sama Azriel. Aku samperin dia dulu, ya! " Aku meminta ijin karena aku menghormati mas Doni sebagai pengantarku.
"Jangan Naomi! "
"Kenapa?!" tanyaku heran.
"Azriel kan sedang bekerja, dia juga tampak serius. Kamu mau menganggunya? Lain kali akan aku ajak kamu ketemu sama Azriel. Kita atur waktunya dulu biar gak ketahuan ayah kamu. "
Perkataan mas Doni memang ada benarnya. Aku pikir bila menemui Azriel sekarang, dia akan sedih dan tidak lagi berkonsentrasi kepada pekerjaannya. Baik! Aku putuskan untuk menurut kepada perkataan mas Doni. Aku ikut mas Doni pulang saja kali ini, lagi pula ayah juga menjadi sangat over protektif terhadapku akhir-akhir ini. Hanya memberikan ijin kepada mas Doni untuk menjengukku. Herannya, Ani yang satu-satunya sahabat perempuanku, tidak boleh terlalu lama jumpa denganku.
Usut punya usut, ternyata mas Doni dalang dari semua ini. Aku baru saja tahu dari ibu dan juga dari Ani. Kalau saja aku tidak diberi pesan rahasia dari Ani melewati sebuah kue, aku pasti seperti keledai bodoh tengok kanan tengok kiri.
Sebuah kue blueberry dikirim Ani untuk membuatku senang. Karena dia merasa simpati terhadapku yang murung dan lama tidak masuk kuliah. Dari pertama sang kurir datang, kurir sudah memberikan isyarat telunjuk tangan yang mengarah ke tengah bagian kue sambil mengedipkan mata.
Aku awalnya merasa aneh dengan apa yang di isyaratkan kurir, tapi karena kue itu terlihat cantik, jadi aku dengan lahap memakan kue itu dengan membelah menjadi dua bagian. Ternyata benar, aku baru paham apa yang diisyaratkan kurir itu. Secarik kertas tersemat di tengah bagian kue.
Aku baca isi surat itu. Pemberitahuan yang sangat jelas tentang apa yang terjadi padaku selama ini. Pantas saja Ani tidak boleh lama-lama jumpa denganku, sebab mas Doni takut kebusukannya terungkap.
Ternyata yang cerita kalau Azriel adalah anak haram yang dibuang di panti asuhan, sebagai balas budi, Azriel juga dituntut ibu panti harus bekerja keras demi membantu menghidupi anak-anak panti yang lain yang merupakan saudara sesamanya adalah mas Doni. Mas Doni mengatakan hal itu lewat telepon kepada ayahku. Dan tidak sengaja, Ani mendengarkan pembicaraan tersebut, karena memang mas Doni sedang berada di kampus. Secepat kilat mas Doni pergi menghindari Ani.
Tidak berhenti dari itu saja, mas Doni juga mengancam Ani. Jika sesuatu yang dia dengar atau saksikan sampai bocor ke telingaku, maka dia tidak akan membiarkan ayah Ani duduk tenang dalam bekerja.
"Naomi, mas Doni akan terus menghasut ayahmu sampai kamu menjadi miliknya. Azriel sudah diperingatkan dengan mengatakan ayahmu sudah menjodohkan dengannya, dan kini kalian sedang mencari hari baik untuk memutuskan pernikahan. Kalau Azriel mengganggu, dia akan dibuang seperti ayahmu dan mas Doni meniup lalat. Tolong cari jalan keluar sendiri, maaf aku tidak bisa membantumu. Aku mengatakan ini karena kamu sahabatku, tapi aku juga takut ayahku akan menanggung akibatnya karena ulah mas Doni. Dengan kekuasaan dan kekayaan keluarga mas Doni, ayahku yang hanya pengusaha kecil akan tersingkir begitu saja. Kamu harus hati-hati karena rasa suka mas Doni terhadapmu sudah sangat lama. Tidak peduli kamu membalas cintanya atau tidak, yang dia pedulikan hanya kamu menjadi miliknya."
Tulisan surat itu, secepatnya aku sembunyikan dibawa kolong tempat tidur. Aku mendadak takut dan sangat gugup. Teman masa kecilku seperti itu? Sungguh mustahil!
Lalu apa yang harus aku lakukan?! Rasanya ingin kabur saja dari rumah sendiri. Aku mencoba mencari ibu, pikirku siapa tahu ibu akan bisa membantu. Tapi nyatanya, ayah sudah mendatangani kontrak kerjasama proyek perluasan area dan pengembangan perusahaan dengan keluarga mas Doni. Sebagai hadiah perjodohanku dengan mas Doni.
"Ibu tidak bisa membantu untuk membatalkan perjanjian itu. Lagi pula kenapa sih? Bukannya Doni adalah temanmu sedari kecil? Kamu dan kami lebih mengenalnya. Dia jelas dari keluarga baik-baik, dan satu lagi! Kami yakin Doni tidak akan membuatmu menderita, karena kami sudah mengenalnya sedari kecil." Ibu malah mengatakan hal demikian.
Hancur sudah perasaan ini. Tega sekali mereka semua berbuat seperti ini dibelakangku. Aku salah apa? Sehingga perasaanku jadi korban? Aku putuskan saja untuk melarikan diri dari rumah. Hari ini juga, detik ini juga. Aku melangkah keluar. Diiringi lebatnya hujan yang mengguyur tubuh ini, aku lari sekuat tenaga agar cepat berlalu dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naomi (dimana cintaku)
Romanceaku Naomi, ini bukan sebuah kisah cinta. Ini adalah sebuah kisah tentang hati yang mencari sebuah sandaran. seperti hal nya manusia lain, aku juga merasakan cinta kepada lelaki. Bedanya, aku tidak bisa memeluk cinta yang selalu aku rasa. Dimana cint...