Weekend.
Waktu yang sangat ditunggu-tunggu oleh Barra. Sebab dihari itu ia mendapat waktu libur dari pekerjaannya. Entah itu di rumah sakit atau pun di klinik. Waktu yang tidak boleh ia sia-sia kan begitu saja. Waktu yang akan ia gunakan untuk tidur seharian. Mengistirahatkan tubuhnya selama seharian setelah lelah bekerja selama lima hari penuh. Untuk itu, jika bukan hal yang sangat penting Barra tidak akan mau pergi atau pun memiliki janji pada hari weekend.
Seperti saat ini, meskipun waktu sudah menunjukkan pukul satu siang suasana kamar Barra masih begitu gelap. Sebab ia memang sengaja tidak membuka gordyn yang menutupi jendela. Si empunya kamar pun masih terlihat betah bergelung manja di ranjang. Tanpa peduli dengan waktu yang sudah beranjak siang. Tidur tanpa ada yang mengganggu memang suatu hal yang patut Barra syukuri.
Lagipula tadi malam, ia tidak bisa tidur. Matanya terus terjaga. Benaknya terus dipenuhi oleh perkataan Ginna dan juga Ryan saat di siang hari. Kalimat mereka yang memintanya untuk tegas dalam hubungan pernikahannya dengan Manda. Dan yang paling mengusik benaknya adalah kata cerai yang diucapkan Ryan. Namun, sekeras dan selama apapun ia memikirkan semuanya Barra tetap tidak tahu harus melakukan apa.
Seperti yang sebelumnya Barra katakan, perasaan dan cinta Manda hanya untuk Deryl. Sekeras apapun ia mencoba merebut Manda dari pria itu, pada akhirnya Manda akan tetap kembali padanya. Barra tidak ingin memaksakan kehendaknya pada Manda. Ia juga tidak ingin melakukan suatu hal yang ia sendiri sudah tahu hasilnya akan seperti apa. Alasannya bertahan selama ini pun bukan karena hal lain, melainkan karena keluarganya. Mama Lita sangat menyukai Manda dan begitu menyayanginya.
Tidur Barra terusik begitu terdengar suara bel pintu berkali-kali. Dengan mata yang tetap terpejam, ia mengubah posisi seraya berdecak kesal. Ia masih mengantuk. Saat ia akan kembali terlelap, suara bel terdengar lagi yang membuatnya kembali berdecak. Sepertinya seseorang yang berada di balik pintu tidak akan menyerah sebelum Barra membukakan pintu.
Dengan mata yang masih mengantuk, Barra berjalan keluar kamar. Sebelum bel kembali berbunyi, ia membuka pintu. Meskipun matanya masih setengah terbuka ia bisa melihat seorang perempuan yang berdiri di hadapannya dengan pakaian rapih. Kemeja putih dan blue jeans dengan rambut yang tergerai. Aroma parfum yang begitu ia kenal sudah memenuhi indera penciumannya. Manda.
Gadis itu menatap Barra dengan mata yang sedikit melebar. Pasalnya, pria itu terlihat baru bangun tidur. Ralat, bahkan masih terlihat tertidur dengan mata yang belum terbuka sempurna. Rambutnya berantakan. Dan masih mengenakan kaus lengan panjang abu-abu dan celana pendek hitam. Jujur saja, melihat Barra yang seperti ini membuat Manda gemas. Sebab biasanya pria itu hanya terus menunjukkan raut wajah dinginnya pada Manda.
"Apaan, sih?" Tanyanya dengan nada suara masih mengantuk. Tangannya menggaruk-garuk lehernya yang tidak gatal.
"Kamu belum siap-siap?"
Barra menatap Manda. "Emang mau kemana?"
"Hari ini Lulu ulang tahun. Aku udah kasih tahu kamu kemarin."
Mendengar kalimat Manda membuat Barra mengusap wajah lalu memaksakan membuka mata. Ia menggaruk dahi lalu menoleh menatap jam dinding. "Aku lupa. Acaranya jam berapa?"
"Jam tiga."
"Aku ada janji jam setengah tiga, mau cek rumah."
Kedua alis Manda nyaris menyatu. "Terus? Lulu kan dekat banget sama kamu. Dia pasti berharap banget kamu datang."
"Berangkat duluan aja, nanti aku nyusul."
"Enggak bisa diundur aja janjinya?"
"Enggak bisa. Ini untuk cari waktunya aja susah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
ChickLitDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...