Paginya aku mengalihkan pandangan saat mataku sekilas bertemu mata Gara yang menatapku dingin. Aku memeluk erat laptop di dada dan berjalan cepat untuk menghindari geng mereka yang sedang nongkrong di koridor kelas. Tapi langkahku di cegat sosok tinggi besar yang menghalangi jalan sambil merentangkan tangan lebar-lebar di udara.
"Mau kemana lo? Mau camping?" Tanya Adam dengan mata memicing, menyelidiki tas besar dipunggung dan laptop yang ku bawa. Aku menghendikan bahu.
"Bukan urusan lo," ucapku singkat berharap pemuda ini menyingkir dari hadapanku, tapi bukannya minggir ia malah merangkul pundakku dengan sebelah tangannya sambil berbalik hingga tubuhnya searah dengan tubuhku.
"Urusan gue lah, lo kan guru gue," ucapnya sambil tersenyum girang. Aku bergidik ngeri sedangkan di sudut mataku, bisa ku lihat Gara memasang ekspresi masam. Cemburu, huh?
Aku bergidik saat Gara menarik tubuhku dari rangkulan temannya, lalu menyeret tanganku seperti tidak ada beban lain yang menempel di tubuhku. Ah, ada apa sih dengan anak ini?
Aku terpontang-panting mengikuti langkahnya, sedangkan di belakangku teman-temannya bersorak memanggil namanya dan menanyakan kenapa Gara seperti itu.
"Kenapa si lo?" Tanyaku, saat akhirnya kami berhenti di sebuah ruang kosong bawah tangga.
Sudut bibirnya terangkat ke atas dan tawa renyah keluar dari mulutnya. "Apa?" Tanyaku ketus.
Bukannya menjawab pemuda ini malah mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Kunci? Aku membatin. Sebelum kutanya apa maksudnya, Gara dengan wajah super polos mengatakan bahwa aku harus tinggal di kosannya, karna ia sudah tau aku akan bersebelahan kamar dengannya. Wtf?
"Lo gausah sewa kamar lagi, Difya, buang-buang duit. Lo tinggal sama gue aja."
Aku mengeryitkan alis tak paham apa maksudnya, bukannya aku begitu bodoh sampai tak tahu maksudnya, tapi alasan kenapa dia melakukan itu aku tidak tahu!
"Tapi emang lo mau kamar lo gue gunain buat open bo?" Tanyaku licik.
Mulutku langsung terkunci saat Gara memelototi ku. "Ga boleh, lo gaboleh open bo, gue nggak suka."
Aku memutar bola mata, lalu membalikan badan dan berjalan menjauhinya, mulutku bergumam, "bukan urusan lo."
Tapi sepertinya itu bukan jawaban yang diinginkan Gara, pemuda itu segera menarik tangannku hingga tubuhku tertarik ke arahnya.
"Apapun yang lo lakuin sekarang jadi urusan gue." Bisiknya tepat di telingaku, membuat semua bulu kudukku berdiri tegak.
"Lo ga bisa ngatur hidup gue." Ucapku sebelum menghentakkan kaki dan meninggalkannya.
***
Gemercik air meleber dari ember membawa diriku kembali ke dunia nyata, aku yang dari tadi melamun sambil menatap ke luar balkon segera berlari ke kamar mandi, mematikan keran yang tadinya ku buka penuh.Aku menuangkan detergent cair ke ember yang berisi baju kotor, karena baru pindah kost semangatku masih tinggi untuk bebersih sendiri. Tidak lama ku dengar pintu kamarku di ketuk, baru hari pertama di kost sudah ada tamu! Pasti itu tetangga sebelah yang ingin mengganggu hidupku, siapa lagi kalau bukan Gara.
Tapi saat ku buka pintu ternyata bukan Gara yang berdiri di sana, ada pemuda tinggi dan berbadan kekar seperti binaragawan yang menatapku datar.
"Siapa ya?" Tanyaku canggung. Dia mengangkat nampan di kedua tangannya, nampan berisi teko teh dan beberapa makanan kecil.
"Gue disuruh Roy ngasih ini ke penghuni baru."
Sedikit bingung karena baru pertama ini aku mendapat suguhan dari pemilik kost, karena sebelumnya aku tidak pernah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEDUCTIVE (21+)
ChickLit21+ "Gue nggak suka ayam." "Tapi kalo ayam kampus lo suka kan?" Kesialan Difya saat pelanggan pertamanya ternyata teman kelasnya sendiri.