1. Kau Datang

10 3 0
                                    

Suara pecahan piring yang baru saja di banting ke atas lantai terdengar memekakan telinga. Hari sudah cukup malam, suasana pun lengang karena kebanyakan orang telah bersiap untuk beristirahat. Namun lihatlah dua orang yang berada di sebuah apartemen mewah ini. Pasangan yang sudah tiga tahun lalu berjanji di hadapan Tuhan untuk saling mengasihi malah sekarang saling bersitegang. Mata sama-sama melebar untuk memelototi satu sama lain. Mulut pun tak jarang menyuarakan berbagai kata pedas beserta umpatan. Perdebatan yang telah di mulai beberapa bulan lalu dan makin memanas di tiap harinya itu nyatanya tak menemui titik terang. Yang ada malah makin berkobar gila dan malam ini mungkin adalah puncaknya karena sang suami sudah mulai berani mengangkat tangan untuk menghancurkan perabotan.

Anggi menatap nanar pada makanan yang ia buat susah payah. Berjam-jam ia rela berkutat di dapur. Berkali-kali mencicipi rasa apakah sudah pas walaupun lidahnya kepanasan. Menyiapkan ini itu untuk melengkapi hidangan utama walaupun kerap kepayahan. Ia rela jarinya terluka. Ia rela punggung tangannya melepuh karena tak sengaja menyenggol penggorengan. Ia rela melewatkan waktu istirahat sehabis seharian menyelesaikan pekerjaan rumah yang serasa tak ada habisnya. Ia rela berlelah-lelah ria.

Dan setelah apa yang sudah ia coba lakukan, sekarang malah ini yang ia dapat dari suaminya?

Makanan dilempar begitu saja bagaikan sampah. Minuman dibuang. Sendok dan garpu di banting hingga berserakan. Taplak meja yang ia pilih dengan sepenuh hati dicampakkan. Lilin romantis pun diacuhkan.

Seperti makan malam ini yang telah berakhir kacau, hatinya pun amat sangat hancur karena jerih payahnya sama sekali tak dihargai.

"Maksud kamu apa ngelakuin hal kayak gini, Mas? " Anggi tergugu. Mati-matian menahan air matanya agar tak menetes di depan Badai yang berdiri congkak tanpa rasa bersalah.

"Lidah kamu berfungi apa enggak sih? Enggak bisa ngerasain kalau makanan yang kamu buat itu keasinan semua? Kamu pengen ginjalku bermasalah karena terlalu banyak makan garam? " Jelas Badai begitu emosi. Tangannya menunjuk-nujuk Anggi yang kini mendongak menatapnya dengan wajah merah.

"Kamu jangan mengada-ada. Aku udah cicipin itu berkali-kali, Mas! Dan rasanya enak! " Jerit Anggi tak terima. Pasalnya ia benar-benar sudah mencicipinya untuk menyesuaikan dengan selera sang suami. Biasanya pun tak ada masalah. Tapi kenapa sekarang...

Badai melengos. "Berati emang selera kamu yang enggak level sama aku. Lidah ndeso ya kayak gitu. "

Kali ini Anggi tak bisa menahan air matanya untuk meluruh. Hatinya sangat sakit mendengar ucapan suaminya yang penuh penghinaan untuknya.

Ia tak mengerti mengapa Badai bisa setega itu berkata hal-hal yang begitu kejam. Jika pun masakannya memang keasinan, seharunya pria itu pun tak sampai hati menghancurkan semua makanan yang ia buat dengan susah payah. Anggi toh bisa mengolahnya lagi dan menambahkan beberapa bumbu agar lebih enak.

"Tiga tahun, Mas. " Anggi mengusap pipinya sembari meloloskan satu isakkan pedih. "Tiga tahun kita bersama dan sekarang kamu berani bawa-bawa latar belakangku yang emang orang kampung? "

Badai mendengus remeh, "Kenapa sih? Kamu tersinggung? Kalau emang fakta ya kamu harusnya enggak perlu merasa sakit hati, Nggi. "

Anggi menatap suaminya dengan sorot tak percaya. "Mas sebenernya kenapa? Kenapa jadi kayak gini? Aku salah apa? "

Pria yang masih mengenakan seragam kantor itu hanya memutar bola matanya jengah.  Ia muak karena di setiap pertengkaran mereka istrinya pasti akan berakhir menangis seperti ini. Bertingkah bagaikan seorang korban dengan ia yang dijadikan sebagai penjahat.

Tiga tahun menikah dan sial sekali rasanya ia baru sadar bahwa Anggi yang dulunya ceria ternyata selebay ini. Perlahan-lahan ia mulai menyesal menikahinya karena menurutnya mereka makin jauh berbeda. Anggi tak bisa mengimbanginya.

Ghost To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang