Buta

15 16 11
                                    

" Gendut! "

Aku hanya bisa berlari menuju ibuku, dengan lemak-lemakku yang bergelambir, mengadu. Ibuku hanya akan menjawab, " Tidak apa, biarkan saja. Nanti juga berhenti. " tapi itu hanyalah kebohongan. Kata-kata mereka semakin pedas hari demi hari, semakin jahat dan menusuk hatiku.

Aku tidak dapat membalas, karena aku tahu perkataan mereka benar adanya. Aku memang gendut dan jelek. Aku tidak berhak dicintai, disukai, atau bahkan dihargai.

Hanya satu orang yang dapat menghiburku. Aku berlari ke rumahnya untuk bertemu. Aku rindu dan butuh kata-kata penyemangat darinya.

" Bulan! "

Aku sampai dan menepuk kedua bahu temanku. Pria itu menengok dan tersenyum lebar mendengar suaraku.

" Arum. Ada apa hari ini? Kamu kedengaran kesal? " tanyanya.

Aku menunduk dan menggenggam tangannya. " Kamu tahu? Hari ini aku dibilang gendut lagi. Padahal aku sudah melakukan diet mati-matian. "

Bulan kembali menggenggam tanganku. Dia tersenyum. " Sudah kubilang berkali-kali. Kau tidak perlu diet. Kau sudah cantik apa adanya. "

" Itu karena kau tidak pernah melihat wajahku, Bulan. Aku jelek sekali. "

" Kau cantik, Arum. Hatimu cantik. "

Wajahku langsung merona saat dia mengatakan hal itu. Baru kali ini ada yang mengatakan kalau aku cantik.

" Kamu serius? " tanyaku ragu.

Dia mengangguk dan mencium tanganku.

" Aku tidak pernah berbohong. "

—-

Bulan,

Dia satu-satunya teman yang kumiliki.

Alasan yang aku yakin, kenapa dia mau berteman denganku,

Adalah karena dia buta.

Dia tidak dapat melihat wujudku yang buruk rupa.

Pertama kali aku mengenalnya adalah saat kami menjadi satu-satunya murid TK yang tidak memiliki teman, dan kami menjadi teman baik sampai saat ini.

Kami tidak terpisahkan. Kami tidak dapat hidup berjauhan satu dengan yang lain. Kami selalu bersama dari kecil hingga besar.

Sampai aku beranjak kuliah.

—-

" Bulan! "

Bulan tersenyum dan menengok ke arahku. " Arum. "

Aku langsung duduk di sampingnya dan mengeluarkan cemilan yang aku beli di minimarket.

" Bulan, kau tahu, hari ini teman sebangkuku pacaran. Dia akhirnya jadian dengan kakak kelas populer yang pernah kuceritakan waktu itu. Asik banget, ya. Aku juga pengen banget nyobain pacaran. "

Bulan mengangguk dan mengambil cemilan yang kuberikan. " Coba saja? Kan tidak ada yang melarangmu? "

Aku menghela nafas. " Bulan. Siapa yang mau pacaran denganku? Aku jelek dan gendut seperti ini. Siapa pula yang mau denganku? "

Bulan memukul punggungku.

" Aw! "

" Siapa suruh kau terus-terusan meledek dirimu sendiri? Sudah pernah kubilang, kau itu cantik. " ucap Bulan jengkel.

Aku mendengus dan melipat kedua tanganku. " Iya, iya deh. Salahku. "

Bulan mengangguk dan memakan kembali cemilan yang kuberikan.

Mimpi HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang