" Lukisanmu selalu indah sekali! Kali ini terjual dengan harga berapa? "
Sania tersenyum dan menurunkan kuas lukisnya. " Pastinya mahal. " canda Sania.
Temannya terkekeh, mengerti mengenai keberadaan temannya yang jenius dalam melukis. Sania sudah diberkahi oleh bakat melukis sejak dini, tidak heran jika dia menjadi pelukis terkenal di masa ini.
" Kudengar Duchess Petunia ingin membeli gambarmu juga ya? Wah, sudah terkenal sekali temanku ini! " lanjutnya.
Sania tertawa dan mengeluarkan cat berwarna-warni untuk lanjut melukis.
" Oh iya, dimana suamimu? "
" Oh, dia sedang bekerja di bawah. " kata Sania riang.
Teman Sania mengangguk. " Sepertinya suamimu sangat cinta padamu ya. Sampai bekerja dari rumah untuk mengurusmu. "
Sania mengangguk setuju dan tersenyum sendu. " Tentu saja. "
—-
" Dekis! "
Sania memeluk lelaki itu dengan erat. Dekis memeluknya kembali dengan lebih erat dengan rasa senang. Setelah lama berpelukan, akhirnya mereka melepas pelukan mereka dan duduk di tempat masing-masing.
" Bagaimana kabarmu, Sania? " tanya Dekis, menyeruput teh.
" Sangat baik. Apalagi aku sangat bahagia dapat bertemu denganmu! "
Dekis mengangguk dan menurunkan cangkir tehnya. " Lalu kabar Ignis? Suamimu? "
Sania cemberut mendengar nama itu. " Aku tidak mau mendengar namanya saat sedang bersamamu, Dekis. "
Dekis mengangkat tangannya. " Oh. Maaf. Aku hanya menanyakan sebagai tanda kesopanan. Jika itu menyinggungmu, aku minta maaf. "
Sania menggerutu dan menyeruput tehnya.
" Mana ada orang yang senang selingkuhannya membicarakan suaminya? "
—-
Sania dan Ignis sudah menikah selama 15 tahun. Pernikahan yang diawali dengan cinta, lama kelamaan pudar seiring waktu. Sania kesulitan dalam mengerti jalan pikir suaminya.
" Kenapa kau pulang setiap malam? Bahaya di luar! " teriak Ignis pada Sania.
Sania menutup telinganya, berusaha meredam teriakan dari suaminya. " Kau berisik sekali?! Memangnya kenapa kalau aku pulang malam? Aku bekerja, Ignis! Aku bekerja! "
" Bekerja saja di dalam studiomu! Untuk apa terus keluar sampai malam-malam?! "
" Berisik, Ignis! Kau tidak punya hak untuk mengatur hidupku! "
" Aku punya! Aku suamimu, Sania! Aku punya hak untuk mengaturmu! " bentak Ignis lebih keras.
Sania menutup telinganya dan masuk ke kamar studionya. Menutup pintu dan membiarkan suaminya yang terus menggedor pintu. Sania duduk di depan pintu dan menutup wajahnya.
Dia tertawa. Histeris.
Dasar pria gila.
Tahu saja dia kalau Sania sedang main api.
Bagaimana mungkin Sania dapat setia dengan pria gila seperti Ignis? Tentu dia pasti mencari pria lain.
Pria yang dapat mengerti dan dimengerti.
—-
Sania mengguratkan sebuah cat di atas kanvasnya. Mencoba melukiskan bagaimana cinta berwujud.
" Seperti apa cinta yang sebenarnya? " tanya Sania pada diri sendiri.
Apakah mendebarkan?
Apakah menyulitkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Hujan
RomanceBuku ini berisi kisah-kisah cinta. Kisah cinta seorang gadis pada pria yang ada di mimpinya, Kisah cinta seorang yang abadi dan cintanya yang terus bereinkarnasi, Kisah cinta seseorang yang buta warna, menemukan warna dalam cinta, Kisah-kisah yang m...