The Lecture Of Love Part 2 ( Take home)

2 0 0
                                    

Saat aku berjalan di parkiran mobil kampus. Kulihat dua orang gadis tengah berbincang. Ternyata mereka adalah Natasya dan Novia.

"Nat, gue pulang duluan, ya?" ucap Novia sambil membereskan buku-bukunya.

"Loh? Ntar, dong. Dikit lagi!" Natasya tergesa-gesa mengambil tasnya karena merasa Novia lama menunggu.

"Gue nggak bisa bareng lo lagi, Nat. Maafin gue, ya?" Novia memasang wajah sedih.

"Kok lo ngomong gitu? Kenapa?" tanya Natasya heran. Sejenak dia menghentikan aktivitasnya dan menatap sahabatnya penuh tanya. Melihat ada kebimbangan dari raut wajah sahabatnya, Natasya menautkan kedua alis seakan menanti jawaban dari sahabatnya itu.

"Tadi Pak Budi ngomong sama gue, katanya kita nggak usah pulang bareng lagi," jelas Novia.

"Lah! Apa haknya Pak Budi buat larang gue?" tanya Natasya kesal.

"Gue nggak tau maksud Pak Budi apa, tapi gue nggak mau bikin masalah. Lo tau, 'kan Pak Budi itu orangnya gimana?" Novia meninggalkan Natasya yang masih kebingungan dibuatnya.

"Terus gue pulang sama siapa, Via?"

Aku yang dari tadi bersembunyi dibalik mobil yang sembari menguping memutuskan untuk keluar.

"Dengan saya!" Aku datang menghampiri Natasya dan berhenti tepat di sampingnya.

"Dasar gila!" umpat Natasya saat melihat dosennya itu. Raut kekesalan sangat terpancar jelas di wajah gadis 20 tahun tersebut.

"Kamu cepat pergi!" Aku melihat Novia yang menoleh.

Novia mengangguk, masuk ke mobilnya dan bergegas pergi meninggalkan mereka.

"Novia! Tungguin gue!" Natasya berlari mengejar mobil merah Novia yang perlahan menjauh, tapi si*l!

"Natasya! Kamu pulang sama saya!" Aku mencekal lengan Natasya dan menariknya ke dalam mobilku yang berada tak jauh dari Natasya.

"Nggak mau! Lepasin saya!" Kata Natasya memberontak sembari memukul tanganku yang mencekal tangannya.

Aku tak kehabisan akal, langsung aku angkat tubuh Natasya dan membawanya masuk ke dalam mobil.

"Lepaskan saya, Pak. Bapak mau ngapain sih?" Natasya menepuk-nepuk pintu mobil yang telah terkunci.

"Diamlah, Natasya! Aku akan mengantarmu pulang," ujarku memasangkan seatbelt Natasya, kemudian menjalankan mobil dengan senyum tipis.

Natasya mendengkus kesal, tapi dia hanya bisa menuruti kehendak dosennya karena memang sudah tak bisa apa-apa.

Sepanjang jalan mereka hanya terdiam, sampai akhirnya Natasya menyadari kalau mobilku melaju ke lain arah.

"Kita mau ke mana, Pak?" tanya Natasya yang mulai ketakutan. Ia melihat kiri kanan jalan yang tak ada satupun manusia lewat.

Aku tak menggubris pertanyaan Natasya. Beberapa menit kemudian, aku menghentikan mobil di tempat yang sangat sepi.

"Bapak?" tangan Natasya mulai gemetar dengan wajah yang memucat. Menatapku yang tersenyum smirik ke arahnya.

"Kenapa, Nat? Hm?" mulai mendekatkan tubuhnya pada gadis itu.

"B--Bapak, m--mau ngapain sih?" Natasya bergeser perlahan, hingga terhalang pintu mobil. Tubuhnya sangat kaku untuk digerakkan, karena selain terhimpit, dia juga sudah sangat ketakutan melihat tatapanku padanya.

"Apa kamu tidak tau? Seorang laki-laki dan perempuan berada di tempat sepi, dan hanya berdua?" tanyaku setengah berbisik.

"Bapak jangan macam-macam!" Natasya menelan kasar salivanya sembari menghalangi tubuhku. Matanya hampir berair sekarang. Sementara aku tetap pada posisi, bahkan semakin mendekatkan wajahku padanya.

Bening embun jatuh saat Natasya memejamkan mata karena wajahku begitu dekat dengan wajahnya.

"Jangan macam-macam, Pak. Natasya mohon," pinta Natasya sambil menangis. Saat ini dia sudah tak bisa berkutik.

"Saya tidak akan macam-macam kalau kamu menuruti keinginan saya!" ucapku tepat di depan wajahnya.

"Bapak mau apa?" tanya Natasya sedikit lirih dan gemetar. Gadis itu memberanikan diri untuk menatap mata elang milikku.

"Jadilah kekasihku!" ucapku menekan.

"Nggak mau, Pak. Bapak jangan gila dong!" Natasya menggeleng penuh penolakan, diiringi derai air mata yang kian mengalir di pipinya. Kenapa lelaki ini pemaksa sekali?

"Kamu bilang saya gila? Baiklah, sekarang saya akan tunjukkan kegilaan saya sama kamu." Aku melonggarkan dasi dan semakin ku himpit tubuh kecil Natasya.

"Pak!"

Aku membelai kepala Natasya, menyentuh tangan mungil yang menutupi wajah indah gadis itu.

"Lepaskan saya, Pak!" pinta Natasya dan terus menangis. Bahkan suaranya lebih kencang, berhasil memekikkan telingaku.

Sedikit emosi, aku segera memegang erat tangan Natasya dan menyapu bibir mungilnya dengan rakus. Aku melepaskan panggutanku saat Natasya mulai kehabisan nafas.

"Pak?! I--iya-iya! Saya mau," ucap Natasya terpaksa. Tangan kecilnya berusaha menahan tangan kekarku.

"Yakin?" tanyaku menyelidik, menatap mata Natasya yang berkaca-kaca dengan tatapan tajam.

"I--iya, Pak," jawab Natasya lirih.

"Bagus!" Aku tersenyum puas dan mengelus kepala Natasya. Kemudian jari-jemari pria itu menghapus setiap jejak air mata di wajah Natasya.

"Jangan menangis." Dengan mesra aku menangkup pipi Natasya, lalu berakhir dekapan hangat.

Natasya menangis sesugukan dalam pelukan laki-laki itu. Tangannya meremas kuat bajuku untuk menghilangkan rasa gemetar yang masih setia menjalar di tubuhnya.

"Maafkan saya, Nat." Aku melepaskan pelukanku, kemudian menjalankan mobil kembali untuk mengantar Natasya pulang. Namun bukan pulang ke rumah Natasya, tapi ke rumahku.

***

The Lecture Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang