7 : Intelijen

785 120 9
                                    

Raihan dan Farida sudah stay di markas, sementara Nesya masih dalam perjalanan bersama Arash. Tim ini masih butuh dua orang lagi. Sejujurnya, Nesya bingung siapa orang yang bisa membantunya kalau koneksi Nesya dengan teman-teman sekolahnya sangat sempit. Harusnya bisa saja dia meminta bantuan Arash untuk mencarikan orang dari anak SMA-nya. Tapi bagaimana jika Raihan marah? Karena Nesya yang dari awal akan mencari orang, namun justru dia limpahkan tugas itu ke orang lain. Nesya tidak mau Raihan sampai batal membantunya.

"Kok lo malah bawa gue ke tempat bimbel, sih?!" protes Arash.

"Udah diam aja! Kita mau ke markas. Awas, ya, jangan sampai ada orang lihat!" peringat Nesya.

Arash pun menyeletuk, "Emangnya kita setan nggak kelihatan? Orang-orang juga udah pada lihat kali!"

"Diam!"

Mereka sampai di depan ruang arsip: markas mereka, dengan penuh hati-hati.

Nesya mengetuk pintu, kemudian Farida muncul dan segera menyuruhnya masuk.

"Nes, lo kok malah bawa preman pasar, sih?!" cetus Farida sambil memperhatikan Arash dari atas sampai bawah. Seberantakan itu.

"Ini anak di bimbel gue!" jawab Nesya.

Raihan masih saja fokus dengan komputernya, lelaki itu mencari beberapa informasi lagi di media sosial. Dia juga sudah mengecek satu per satu daftar nama peserta tahun lalu yang sempat menggunakan jasa tersebut. Barangkali Raihan bisa mendapatkan salah satu kontak mereka, agar bisa mencari tahu  perkembangan seperti apa yang terjadi kepada para pemakai joki di tahun sebelumnya.

"Rai, ini orang yang bakal gabung di tim kita. Namanya Arash. Nanti sisanya gue cari lagi tapi gue butuh waktu."

Raihan menoleh, dia kaget sewaktu melihat Arash, begitu juga sebaliknya. Tatapan mereka seolah pernah saling mengenal.

"Eh, kulkas!" Arash tertawa. "Jadi dia ketua tim kita?" Lelaki itu kembali tertawa. Nesya membatinnya, Arash memang tidak ada bedanya dengan orang gila. Tapi siapa sangka, kalau Arash dan Raihan ternyata saling kenal.

"Kok kulkas, sih? Lo kenal sama Raihan?" sahut Farida.

Lelaki itu masih belum berhenti tertawa. Seolah dia melihat wajah Raihan seperti pinokio.

"Dia itu, senior gue yang paling singkong!" Sangat lucu bagi Arash, dia sangat menikmati pertemuan ini.

"Hah?" semua bertanya heran, kecuali Raihan.

"Kalian lihat aja, tuh! Sampai sekarang nih orang masih aja sifatnya dingin, kaku, kayak patung!" hardik Arash.

Kepala Raihan sudah panas dingin. "Gue nggak mau dia gabung di tim kita! Cari yang lain!"

Suasana pun mulai hening saat Raihan berbicara. Arash yang tadi tertawa pun langsung melongo. Ternyata kehadiran dia tidak diterima di sini.

"Rai, dia bisa bantu kita!" ucap Nesya.

"Jadi gue nggak di terima di sini? Okey fine! Gue pergi!" Saat Arash hendak pergi, Nesya menahannya di depan pintu. Tidak mengizinkan lelaki itu keluar.

"Rash, bentar! Lo udah gabung di sini jadi lo nggak bisa pergi! Gue bakal bujuk Raihan supaya nerima lo!"

"Lo dengar sendiri tadi, si kulkas nggak nerima gue!"

Nesya seperti orang kelimpungan. Dia mendekat ke posisi Raihan. Membujuk lelaki itu agar menyetujui kehadiran Arash. Lagi pula kalau soal otak Arash bisa diandalkan, mungkin attitude-nya saja yang nol besar.

"Rai, gue mohon! Dia punya misi yang sama kayak kita. Dia bisa bantu kita, Rai," mohon Nesya.

Raihan mematikan komputernya kasar. "Terserah!" Dia melangkah keluar. Dirinya sudah benar-benar kesal hari ini.

UTBK : Misteri di Balik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang