2. Kau Terlihat

2 1 0
                                    

Alaram sudah berbunyi semenjak tiga puluh menit yang lalu. Berulang dimatikan setiap sepuluh menit hingga perlahan bias matahari pagi telah memancar melewati celah jendela.

Ini sudah ke empat kalinya bagi Anggi harus memanjamgkan tangan guna menggapai ponselnya yang kembali bergetar-getar. Bersama nafasnya yang memberat dan tampak ngos-ngosan ia melirik layar ber-wallpaper foto anaknya-- yang sedang tersenyum--untuk melihat jam yang tertera. Dan sialnya ternyata saat itu sudah cukup siang.

Sembari meremas bantal karena tubuhnya terus berguncang, wanita itu menahan bahu suaminya yang sedang bekerja keras menghentakan pinggul. Terlihat begitu bersemangat padahal istrinya sudah sangat kepayahan meladeninya.

"Mas, " Ia memanggil. "Udah mau setengah tujuh. Kamu bakal telat ke kantor nanti. "

Badai yang sedang fokus mengejar puncaknya tak begitu ambil peduli. Ia malah makin mempercepat gerakannya hingga Anggi merasa dirinya akan hancur. Ia diperlakukan seperti bukan manusia. Tak ada kasih sayang, suaminya hanya memikirkan dirinya sendiri yang butuh kepuasan.

Padahal ia sedang marah atas pertengkaran mereka semalam. Bahkan Badai pun sama sekali belum mengutarakan permintaan maaf, namun dengan tak tau dirinya pria itu malah meminta Anggi untuk melayaninya di pagi buta. Sakit hati Anggi rasanya semakin menjadi-jadi. Namun sebagai seorang wanita yang masih berstatus istri Anggi pun tak mampu menolaknya.

Setelah belasan menit akhirnya pria itu menggeram. Menumpahkan semua sari patinya yang dulu mampu menghangatkan tubuh Anggi sampai ke jiwanya. Benih yang dulu mampu membuainya hingga mereka pun mendapatkan seorang bayi mungil yang begitu cantik.

Tapi sekarang Anggi hanya bisa merasakan kehampaan. Tubuhnya lelah. Pikirannya kalut. Hatinya tengah patah. Ia bahkan tak bisa lagi mendengar jantungnya berdegup kencang saat Suaminya datang untuk memagut bibir. Api cintanya yang dulu berkobar-kobar dengan gila entah mengapa sekarang mulai mengecil, mungkin bahkan hampir padam. Ia takut nantinya hanya akan ada abu yang tersisa.

"Kamu boleh istirahat sebentar tapi jangan lupa bikinin aku sarapan. " Badai mengecupi pundak istrinya berulang kali sembari beringsut duduk. Meskipun tau Anggi sama sekali tak merespon-nya dan hanya diam Badai tak cukup menaruh peduli. Ia sadar istrinya masih merajuk namun ia pun tak memiliki waktu untuk membujuknya. Biar saja, toh nanti akan baikan seperti sebelum-sebekumnya.
Menyugar rambutnya yang berkeringat ke arah belakang, tangan panjangnya kemudian menyambar celana piyamanya yang tergeletak di kaki ranjang dan memakainya dengan cepat. "Aku mandi dulu, siapin bajuku sebelum kamu ke dapur. " Setelah menyematkan satu kecupan di kening, pria itu kemudian beranjak begitu saja menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sementara Anggi yang ditinggalkan memilih tak bergeming. Tatapannya yang kosong menatap pada jendela. Embun pagi bekas hujan semalam terlihat membasahi kaca dan membuat permukaan itu buram.

Hingga ia tak sadar ada pantulan bayangan seseorang di sana.
.
.
.
Karena tak memiliki cukup waktu, Anggi hanya mampu membuatkan nasi goreng biasa untuk suaminya. Meski begitu ia tak pernah lupa dengan secangkir kopi yang sudah menjadi menu wajib untuk Badai konsumsi setiap pagi.

Usai membuat sarapan, ia pun beralih ke kamar. Ranjang yang berantakan ia rapikan. Seprai kotor langsung ia ganti. Korden tebal yang menutupi hampir keseluruhan jendela kaca ia buka hingga kamar utama di dalam apartemen mewah itu dipenuhi oleh cahaya mentari yang cerah ceria. Ia melakukan semua itu secepat yang ia bisa agar kepalanya yang disesaki hal-hal ruwet bisa teralihkan sejenak. Ia cukup sadar, berdiam diri dan melamun malah hanya akan membuatnya bertambah stress.

Anggi sedang memasukan pakaian kotor ke dalam mesin cuci saat bel rumah terdengar nyaring. Tanpa menunggu lama ia pun meninggalkan ruang laundry dan segera beranjak ke ruang depan guna melihat siapakah tamu yang datang. Menilik layar interkom yang menampilkan ibu mertuanya yang tengah menggendong Rein--bayi mungilnya yang sekarang berusia satu setengah tahun--Wajah tak bersemangat Anggi langsung berubah menjadi sumringah.

Ghost To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang