Two

17 2 1
                                    


15 bulan lalu.

Zerrin sedang berada di sasana tinju yang dirahasiakan. Tiada hari tanpa latihan baginya, mungkin jika terkenal ia akan menjadi petinju yang profesional.

Tak hanya Zerrin seorang, ada juga pelatih yang melatih Zerrin dengan sangat baik. ia juga hebat pada masanya, sekarang ia pensiun dan menjadi pelatih tinju rahasia. hanya orang-orang tertentu saja yang boleh menjadi muridnya.

"Sampai mana batas skill mu? ini sudah sangat baik, apa akan tetap dirahasiakan?" tanya pelatih saat selesai melatih Zerrin.

"Iya pelatih, saya akan tetap merahasiakannya." jawab Zerrin antusias.

"Ingat, gunakan jika kamu benar-benar membutuhkannya. Latihan cukup sampai disini, sampai bertemu lagi besok." ucap pelatih lalu meninggalkan Zerrin seorang diri.

"Baik pelatih. Terimakasih atas waktunya!"

Zerrin berada di perjalanan menuju tempat Reyen. ia di perintah untuk menemuinya di markas.

"Rey?" sapa Zerrin.

"Hei. duduk, ada yang mau gue omongin." ucap Reyen sambil mematikan puntung rokoknya.

"Ada apa? pelatih nanyain lo, kenapa ngga latihan?"

"Besok gue kesana. By the way, Lo kenal Axel kan? Lo deket sama dia?" tanya Reyen to the point.

"Lo gila? gue? Deket sama Axel? Buang jauh-jauh deh pikiran lo itu." Zerrin menjawab dengan diselingi tawa.

"Gue tanya serius. Lo kenal Axel kan?" ucap Reyen dengan nada mengintimidasi.

"Axel? temen lo itu kan? yang mukanya datar, kenapa sih?" jawab Zerrin apa adanya.

"Dia suka sama lo."

"What??!!! Lo pasti bercanda kan?? Ngga lucu sumpah Rey." Zerrin tak mempercayai ucapan Reyen.

"Gue serius Zerrin Deaneda. Besok Axel nembak lo di sekolah." jika Reyen sudah menyebut nama lengkap lawan bicaranya, maka ia sudah berada puncak kesabaran.

"Reyen?"

"Nggak, gue nggak cerita apa pun tentang lo ke Axel. Dia bahkan nggak tau kalo kita temenan. Percaya ke gue, gue nggak mungkin bocor. Lo kenal gue kan?" jelas Reyen tak ingin disalahkan karena perasaan Axel.

"Gue percaya sama lo Reyen. Tapi kenapa besok Axel nembak gue? banyak yang pasti, kenapa harus gue yang jelas-jelas nggak pernah ngelirik pesonanya?"

"Ya mana gue tau? Pokoknya besok lo harus berangkat kalo lo nggak berangkat, gue jemput tepat depan pintu rumah lo." ancam Reyen,

"Rey?! Awas aja lo berani jemput gue, gue bakal buat tulang lo jadi bubur." ancam balik Zerrin.

Reyen yang mendengar itu pun bergidik ngeri. Pasalnya, ia sering melihat lawan tinju Zerrin saat latihan seperti tidak mempunyai tulang setelah selesai bertanding.

"Lo harus berangkat."

"Oke. Gue berangkat. Puas?"

"Hm."
"Nih, lo nggak mau?" ucap Reyen sembari menyodorkan satu bungkus rokok dan korek.

"Gue ada." ia mengambil sebuah rokok dan korek dari saku hoodie nya, mencomot satu batang lalu menyalakannya.

"Jeje."

"Hm?"

"Gue mau tanya."

"Tanya apa?"

"Kenapa lo nggak mau kita bicara di sekolah? dan lo kenapa jadi pendiem? padahal di luar sekolah lo bar-bar banget kalo sama gue kenapa sih?" Reyen ingin sekali menanyakan ini sejak dulu,

"Reyen, soal gue nggak mau bicara sama lo di sekolah itu salah. lebih tepatnya gue nggak mau nunjukin kedok asli gue. seperti yang lo bilang tadi, gue orang yang berbeda kalo sama lo." jelas Zerrin,

"Dan, coba lo tanya Shea tentang gue. gue sebenernya asik kok, kalo sama orang yang tepat aja." sambungnya.

"Gue balik dulu ya."

"Tunggu." Reyen menarik tangan Zerrin yang hendak pergi.

"Gue anterin."

"Tap--"

"Jangan nolak." sambung Rey.

Gue masih kangen lo. batin Reyen.

"Lo apa apaan sih? tumben banget."

"Kali ini aja, izinin gue anterin lo." Kata Reyen dengan wajah memelas.

"Terserah lo deh Rey." jawab Zerrin dan pergi meninggalkan Reyen.

"Yes!"

Zerrin yang mendengar seruan itu pun berbalik,

"Lo bilang apa?"

"Hah? gue bilang-- es iya es!" dalih Reyen,

"Mau beli es krim dulu?" tawar Zerrin ke Reyen,

Kenapa jantung gue?

"Reyen?" panggil Zerrin, karena Reyen tak menjawab pertanyaannya.

"Cantik." gumam Reyen saat melihat detail wajah Zerrin.

"Hah??"

"Hah? maksudnya-- ayo. ayo beli es krim rasa cantik." Reyen sangat malu sekarang, hanya itu yang bisa ia katakan. ia pergi mendahului Zerrin.

"Emang ada??"

Keesokan harinya.

"Mah, Pah, Zerrin berangkat." pamit Zerrin ke orangtuanya.

"Iya hati-hati nak."

Di sekolah.

Saat Zerrin berada di sekolah, suasananya sangat aneh. tak seperti biasanya sekolahan ini sepi di hari biasa,

"Loh? apa libur ya?" gumam Zerrin.

"Jeje!" panggil seseorang mengejutkan dari belakang.

"Shea jangan bercanda deh."

"Sorry."

"Ini sekolahan kenapa sepi?" tanya Zerrin,

"Ikut gue." Shea mengajak Zerrin, ia menarik tangan Zerrin untuk menuju ke suatu tempat.

Di lapangan.

"Gila! pada kumpul disini semua ternyata." kagum Zerrin, saat melihat kerumunan siswa-siswi yang entah melihat apa.

ia terkejut ketika kerumunan itu membelah dua dan membukakan jalan untuk dirinya.

"Loh? gue nggak lewat kok." ucap ia kebingungan, mungkin ia sudah lupa jika akan ada seseorang yang menyatakan perasaan padanya.

Terlihat di ujung sana, ada siswa yang sedang berjalan mendekatinya.

Langkah langkahnya, ia menjadi teringat akan ucapan Reyen semalam. bahwa Axel akan menembaknya hari ini.

"Je! tunggu apa lagi?! sana maju!" perintah Shea, sahabatnya.

"Hah? kok gue?"

Tak lama, tepat di hadapan Zerrin sudah ada Axel. tangan satunya berada di belakang.

"Zerrin Deaneda." panggil Axel, membuat Zerrin menelan salivanya bulat-bulat.

"Y-ya?"

"Gue suka sama lo." Axel mengutarakan isi hatinya, pernyataannya malah membuat seluruh murid SMA SHASHI yang berada di lapangan itu berteriak histeris.

"Be my girlfriend Zerrin." ia mengeluarkan satu tangannya yang dibelakang, dan terlihat ia memegang satu tangkai bunga Juliet rose.

"Terima!! Terima!!! Terima!!!!"

Sorakan demi sorakan memenuhi telinga Zerrin. ia sudah memikirkan matang-matang keputusannya.

Oke rileks dan cepet selesein Zerrin. batin Zerrin

"Diem semuanya!" seketika mereka terdiam mendengar teriakan Axel.

"Apa jawaban lo?" tanya Axel khawatir,

"Sorry. gue nggak bisa nerima lo."

Selanjutnya..

SHASHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang