BAB XIII Kelompok Bayangan

30 8 0
                                    

Kabut tebal menyelimuti hutan dengan sempurna, membuat matahari seolah menyembunyikan wujudnya jauh lebih lama. Suasana hutan menjadi tetap gelap meskipun mentari telah menyapa. Hawa dingin yang merasuk dapat membuat siapa saja enggan bangun dari mimpi indahnya.

Sekelompok orang dengan senjata lengkap melakukan perjalanan melalui hutan. Mereka adalah kelompok bayangan, kelompok yang telah dilatih secara khusus oleh Yuwaraja. Kelompok ini juga yang selalu menyelesaikan setiap misi rahasia dari sang Yuwaraja. Seperti namanya mereka mengenakan pakaian serba hitam dan bergerak dalam kegelapan bagai bayangan.

Mereka berhenti tatkala melihat reruntuhan yang ada di dalam hutan. Tidak salah lagi itu adalah itu adalah tempat yang mereka tuju. Namun, mereka termenung lantaran melihat gua yang mereka tuju telah runtuh tidak tersisa.

Seseorang berjubah dengan tudung berjalan mendekati reruntuhan itu. Ia merogoh bagian dalam jubahnya, mengeluarkan sebuah gulungan kertas. Dibukanya lebar gulungan kertas itu sembari melihat ke sekeliling. Lelaki itu adalah Ettan, pemimpin dari kelompok bayangan.

"Sepertinya ada yang mendahului kita," ujar Ettan.

Perkataannya berhasil membuat rekannya berjalan mendekat. Mereka turut ikut melihat gulungan kertas yang terbuka lebar itu.

"Lalu, apa rencanamu?" tanya seorang gadis berambut pendek dengan bagian kiri yang dicukur habis. Gadis itu bernama Kavita, satu-satunya anggota perempuan yang ada di kelompok bayangan. Meski begitu, keahlian bahkan mampu mengalahkan anggota lainnya hingga ia dipilih sebagai tangan kanan Ettan.

"Kita harus mencari tahu siapa pelakunya terlebih dahulu, sebelum menyampaikan berita ini kepada yuwaraja," jawab Ettan.

Lelaki berambut gondrong itu lantas menatap rekan-rekannya, "Semuanya berpencar! Kita harus menelusuri wilayah ini."

Tanpa berkata apa-apa lagi mereka mulai melaksanakan apa yang diperintahkan Ettan. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menemukan jejak orang tersebut. Pasalnya lelaki dengan rambut pirang yang bernama Gyan itu melihat sebuah desa yang letaknya tidak jauh dari tempat mereka berada. Selain itu ia juga menemukan jejak kaki yang mengarah pada desa tersebut.

Desa itu ialah Desa Amreta, desa yang dibangun mengelilingi sebuah danau yang begitu luas dan dalam. Warga desa itu juga membangun sebuah jembatan gantung untuk menyeberangi danau yang lebar itu. Meskipun danau itu terlihat indah dan menenangkan masyarakat desa tidak berani berenang di dalamnya bahkan tidak berani berada dekat dengan perairan danau. Mereka melakukan hal tersebut karena tidak tahu seberapa dalam danau itu dan juga makhluk apa yang tinggal di dalamnya. Terlebih lagi mereka juga percaya terhadap rumor tentang sang makhluk penjaga danau.

Kelompok bayangan lantas pergi menuju pedesaan itu. Penampilan mereka yang cukup mencolok membuatnya mendapatkan perhatian warga. Layaknya seorang bintang mereka mendapatkan tatapan kagum dari warga sekitar. Meskipun ada beberapa warga yang diam-diam bisik tentang mereka.

"Kau tahu, tadi ada seorang gadis yang menawarkan sebuah berlian merah cantik padaku."

Ucapan pria itu berhasil membuat lelaki berambut merah menghentikan langkahnya. Lelaki itu adalah Loka, si pemanah dengan mata Elang. Ia berbalik mendekati pria itu.

"Permisi, apa kau baru saja mengatakan bahwa ada yang menawarkan berlian merah?" tanya Loka.

Rekan-rekannya lantas berhenti. Mereka menatap pria itu dari kejauhan. Pria itu pun mengangguk, membenarkan apa yang baru saja ditanyakannya.

"Apa berlian itu seperti ini?" tanya Ettan sembari menunjukkan sebuah gambar.

Pria itu mengangguk yakin, "Iya benar, berlian itu persis dengan gambar ini." Mereka saling menatap satu sama lain.

"Bisakah kau beri tahu kami ciri-ciri gadis itu?" tanya Ettan lagi.

Pria itu memberitahukan ciri gadis yang ditemuinya dengan detail. Gadis dengan topeng kayu yang menutupi sebagian wajahnya. Meski begitu topeng kayu itu tidak mampu menyembunyikan wajah manisnya. Sorotan mata hitamnya begitu tajam tetapi menenangkan. Surai hitam panjangnya yang terikat tinggi seakan melambai-lambai saat sang gadis berjalan. Ditambah lagi kulit kuning langsat dan postur mungil sang gadis yang semakin mempererat kesan imut padanya.

Ettan mengerutkan alisnya. 'Ck, dasar! Dia terlihat seperti menceritakan kekasihnya daripada seorang penjual berlian!' batin Ettan mendengar ucapan sang pria tua.

"Baiklah, bisakah kau memberitahu kami ke arah mana dia pergi?" tanya Loka.

Pria itu menunjuk, memberitahukan ke mana gadis yang ia maksud pergi setelah menemuinya. "Tetapi, mengapa tuan dan nona sekalian mencari gadis penjual berlian itu?"

'Ah! Sangat merepotkan!' potong Ettan dalam hati.

"Jika, tuan memang hendak membeli berlian saya bisa mengantar tuan pada penjual berlian berkualitas di desa ini," jelas sang pria.

"Tidak!" Ettan terdiam beberapa saat sebelum kembali membuka mulutnya, "Gadis itu telah mencuri berlianku. Berlian itu adalah satu-satunya warisan dari keluargaku yang telah tiada."

"Ah, begitu. Maaf saya terlalu lancang," ucap sang pria menunduk.

'Ck, dasar!' "Jika, memang paman hendak membantu bisakah paman membantu kami mencari keberadaan gadis itu bersama?" tanya Ettan dengan senyuman yang dibuat-buat.

Pria itu tersenyum ramah. Ia memanggil warga untuk berkumpul dan mendengarkan penjelasan dari Kavita. Senyuman miring tercetak di wajah Ettan tatkala warga secara suka rela mencari gadis itu. Tampaknya, cerita yang ia buat telah berhasil menarik perhatian mereka dibandingkan dengan memberi imbalan. Tanpa bertanya lagi, mereka lantas berpencar. Ettan dan kelompok juga beranjak mengikuti arah yang ditunjuk pria tua itu.

Bruk

Suara itu berhasil membuat langkah Ettan dan rekan-rekannya terhenti. Mereka kini mengalihkan perhatiannya pada seorang gadis mungil yang terjatuh di dalam sebuah gang yang akan mereka lewati. Mata Ettan meneliti setiap detail gadis itu dan dalam sekejap Ettan tahu siapa gadis itu. Kecurigaannya semakin bertambah melihat sang gadis yang berlari menghindarinya.

Gadis itu berusaha menghadang Ettan dan rekan-rekannya dengan menjatuhkan beberapa keranjang di jalan yang dilewatinya. Beruntungnya, mereka begitu lincah untuk mengelak dan membuat keranjang-keranjang itu bagaikan batu kecil yang tidak bisa menghalangi langkah mereka. Terlebih lagi langkah sang gadis yang tidak selebar anggota kelompoknya seakan mempersempit jarak di antara mereka.

Ettan memberikan aba-aba dengan jarinya, memerintahkan mereka untuk berpencar. Ettan berniat untuk mengepung gadis itu, tetapi apa daya sepertinya sang gadis telah mengetahui niatnya. Gadis itu tiba-tiba berbelok dan masuk ke dalam sebuah rumah menghindari kepungan mereka. Saat Ettan dan kelompoknya mengikuti langkah sang gadis, mereka kehilangan jejaknya. Gadis itu membawa mereka masuk ke dalam sebuah pasar yang sangat ramai.

Ettan terdiam, menatap sekeliling. Ia tidak berhasil menemukan keberadaan gadis itu, dia lenyap begitu saja di dalam kerumunan pasar. Setelah beberapa saat anggota lain yang tiba di tempat Ettan. Mereka juga turut mengedarkan pandangan mencari gadis itu, tetapi mereka tidak dapat menemukannya. Tubuh mungil sang gadis seperti membantunya bersembunyi. Kerumunan pasar yang ramai juga membuat penglihatan mereka kewalahan.

"Ke mana dia?" tanya Gyan yang hanya mendapat gelengan dari Ettan.

"Ettan." Ettan berbalik, ia menaikkan satu alisnya melihat seorang pria tua yang berdiri di belakang Kavita.

"Bapak ini tahu ke mana lelaki itu pergi," ucap Kavita sembari memperkenalkan pria tua itu pada Ettan.

"Benarkah?"

"Iya tuan, gadis itu bernama Eila. Dia menginap di penginapan milik saudara saya bersama dengan kekasihnya," jelas sang pria yang dibalas anggukan oleh Ettan.

"Antarkan kami ke sana."

Mereka beranjak pergi mengikuti arahan pria tua itu. Pria itu membawa mereka ke depan sebuah rumah kayu dengan batuan yang ditumpuk melingkar sehingga menyerupai pagar. Pria itu mempersilakan mereka masuk ke salah satu rumah kayu.

"Kumar, dimana tamu yang datang semalam?" Pria yang mendapat pertanyaan itu hanya menyengit bingung.

"Mereka harus menemui gadis itu." Tambahnya lagi.

Pria itu lantas mengangguk. Ia mempersilakan Ettan dan kelompoknya untuk mengikutinya keluar dari rumah kayu itu. Pria itu membawa Ettan menuju rumah kayu paling belakang yang berbatasan langsung dengan pagar batu.

Tok Tok Tok

Diketuknya pelan pintu itu, "Permisi nak, bisakah kau keluar sebentar."

Merasa tidak ada jawaban, pria pemilik penginapan itu kembali mengetuk pintu. Namun, kali ini dengan ketukan yang lebih keras.

"Nak, keluarlah sebentar!"

Ettan yang merasa jenuh menunggu dan meminta Sagara mendobrak pintu itu. Pintu itu terbuka, menampakkan seorang pemuda yang berdiri menghadap jendela. Tidak salah lagi, pemuda itu adalah kekasih dari gadis yang mereka cari.

Pemuda itu menatap tajam Ettan dan rekan-rekannya. Mata Ettan juga sempat bertemu dengan pemuda itu. Dua rekan Ettan lantas berlari menghampiri, tapi sayang sang pemuda berhasil kabur melompati jendela bahkan sebelum mereka mendekatinya.

"Mereka berlari menuju pasar," ujar Orion, lelaki dengan dua celurit yang menggantung dipunggungnya.

Tanpa menunggu lama, mereka melompat begitu saja menyusul langkah kedua orang itu. Mereka menerobos kerumunan bahkan sesekali menabrak penduduk yang menghalangi jalannya. Tindakan yang mereka lakukan itu membuahkan hasil, mereka berhasil memangkas jarak dengan dua sejoli itu.

Kavita mengambil pisau yang tersusun rapi di pinggangnya. Ia melemparkan pisau itu lurus mengarah pada kepala sang gadis, tetapi usahanya berhasil digagalkan sang pemuda. Lengan kekar pemuda itu membuat sang gadis mungil menundukkan kepalanya.

"Berpencar!!" teriak Ettan.

Mereka berpencar menjadi tiga kelompok. Ettan, Kavita dan Gyan berlari tepat di belakang kekasih itu sementara empat rekannya mencari jalan lain. Strategi yang mereka buat berhasil memojokkan kedua manusia itu. Kini mereka berada di tembok pembatas antara Desa Amreta dan danau luas itu.

Ettan melangkah perlahan mendekati mereka, 'Ah rupanya pria tua itu tidak berbohong. Gadis ini memang menawan.'

"Jika kau memberikan berlian itu, kami tidak akan melukai kalian," ujar Ettan tenang. Sebisa mungkin Ettan mencoba bernegosiasi dengan mereka terlebih lagi melihat wajah sang gadis yang tampak polos mungkin akan mudah mempengaruhinya.

"Benarkah? Bagaimana aku bisa mempercayai kalian?" tanya sang gadis.

Ettan tersenyum ramah menyembunyikan niatnya di dalam hati. "Aku sendiri yang akan menjaminnya nona," ucap Ettan meminta anak buahnya menurunkan senjata.

Sang gadis tersenyum, "Tetapi...."

Ettan terdiam. Alisnya bertaut melihat senyuman manis sang gadis yang berubah menjadi sebuah seringai licik.

"Mana mungkin aku memberikan berlian ini secara cuma-cuma kan?" balas sang gadis dengan angkuh. Gadis itu memainkan kantung kain yang ada di tangannya, sengaja memancing emosi Ettan.

"Berikan padaku! Itu bukan milikmu!" paksa Ettan. Rupanya ia telah masuk ke dalam perangkap sang gadis.

Gadis itu tertawa remeh, "Ini milikku! Aku yang menemukan berlian ini! Lagi pula kenapa kau begitu menginginkan berlian ini?!"

Ettan mengepalkan kuat tangannya. Tatapan penuh amarah terlihat di matanya, tetapi ia masih berusaha menahan luapan emosinya agar tidak mengayunkan pedangnya begitu saja. Detik berikutnya, Ettan tersenyum miring.

"Jika kau memang pemilik berlian ini, maka katakan padaku berlian apa yang ada di tanganmu itu?"


Seringai Ettan semakin terlihat jelas. Ia begitu menikmati raut wajah geram dari sang gadis. "Sudahlah, itu bukan milikmu. Jadi, kembalikan padaku, sang pemilik asli."

Gadis itu terdiam beberapa saat sebelum kembali tersenyum. "Kau tahu? Aku memiliki satu prinsip . . . . Jika ini bukan milikku, maka tidak akan pernah menjadi milik siapapun!!" ujar gadis itu sembari melemparkan kantung kain ke dalam danau.

Dengan cepat Orion melepaskan kedua celurit yang ada dipunggungnya. Ia melompat ke dalam danau demi mengambil kantung kain, sementara itu rekannya mengawasi dari atas.

Kedua sejoli itu berusaha untuk pergi, tetapi dihadang oleh lelaki yang mengenakan kain hitam yang menutupi hidung dan mulutnya. Ia menyerang keduanya dengan sebuah kapak berwarna emas. Ayunan indah kapak itu juga sesekali menghancurkan beberapa benda yang ada di sekitar.

"Sagara!! Biarkan mereka pergi!! Jangan membuang tenagamu!!" teriak Ettan.

Lelaki yang dipanggil Sagara itu lantas menghentikan serangannya. Ia menatap tajam kepergian kedua manusia yang diduga sebagai sepasang kekasih itu. Tanpa mereka sadari senyuman nakal tercetak indah di bibir sang gadis.

***
-meong meongyie-

ARKARA, Kembalinya Sang KesatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang