Tiga bulan kemudian
Sudah menjadi masa lalu saat aku menyalahkan Hari karena putus dengan Naura, sudah lama aku dan Rafasya berbaikan, bahkan sampai saat ini aku dan Rafasya tidak pernah terlibat konflik apapun lagi.
Bukan hanya Ibu Fatimah yang mengetahui hubungan spesial ku dengan Rafasya, tapi wali kelasku juga. Aku menjadi malu, tetapi semakin banyak orang yang mengetahui hubungan ini, aku merasa bahwa Rafasya seutuhnya adalah milikku. Tanpa ada koma.
Sama seperti sebelum-sebelumnya, kami bagaikan kencan berangkat dan pulang sekolah, apalagi yang dilakukan bagi anak SMP yang sedang mode bucin? Ku rasa hubunganku dengan Naura juga membaik, aku menghilangkan semua rasa suudzon ku mengenai dirinya. Aku harus dan akan sepenuhnya percaya pada Rafasya, bahwa ia tidak akan pernah sekalipun berpaling pada Naura.
Dengan memegang harapan, bahwa Naura juga paham status Rafasya saat ini.
Bisa disimpulkan bahwa selama tiga bulan terakhir ini hidupku bahagia. Kakak ku sudah pergi ke pesantren dengan uang hasil kerjanya, pekerjaan paruh waktuku berjalan lancar, di kelas kini aku berteman dekat dengan Mila dan Ratna. Mereka berdua seperti Ayu dan Naya versi kedua bagiku. Juga hubunganku dengan Rafasya yang baik-baik saja. Sempurna.
Aku sengaja berangkat pagi sekali ke sekolah, bukan karena hari ini aku piket, tapi aku ingin belajar lebih lama, dua minggu lagi Ujian Akhir Semester satu. Walaupun hari pertama di bulan Desember ini diguyur hujan, aku tetap bersemangat.
Saat sedang santai berjalan, aku dikagetkan oleh suara cempreng Ayu.
"Embun!" Sapanya.
"Gak usah berisik bisa gak sih? Masih pagi banget ini," tegurku, Ayu cengengesan.
"Kenapa pagi-pagi banget?" tanya Ayu.
"Anak rajin, biasalah. Oh, iya, Naya ke mana?" aku celingukan melihat-lihat sekitar, berharap melihat Naya.
"Dia datang sekolahnya paling siangan, biasa dia mah jadi agak kebo kalau tidur," jawab Ayu.
Aku dan Ayu tertawa. Kami berjalan di Koridor menuju kelasku, sedangkan kelas Ayu masih jauh.
"Gimana sama Rafasya, masih lanjut?" kepo Ayu.
"Udah hampir delapan bulan," jawabku.
"Wah, lumayan awet juga, ya, biasanya sih orang orang gak selama itu, hahaha."
"Kita lagi baik-baik aja, kok," kataku.
"Awas hati-hati, nanti ketemu lagi gejlokan loh di depan. Harus waspada aja," Ayu memperingatkan.
Sejujurnya aku tidak paham sama apa yang dikatakan Ayu, tapi setelah percakapan itu, aku dan Ayu berpisah.
Sebelum membuka buku, aku membuka ponsel terlebih dahulu.
Ucapan selamat malam ku kemarin untuk Rafasya tak kunjung ada balasan, masih centang satu. Kemana Rafasya?
Aku mengetikkan lagi pesan.
Embun Yuniata
Rafasya selamat pagi!
Semangat di hari senin ini yaa!
Rafasya, cepet kasih kabar, yaAkupun menutup ponsel lalu membaca buku, aku tidak bisa belajar malam karena terlalu lelah bekerja, untuk itu aku belajar lebih pagi.
Satu jam berlalu hingga bel tanda upacara dimulai berbunyi. Semua siswa-siswi riuh memenuhi lapangan dan berbaris sesuai dengan kelasnya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafasya ✔
Fiksi RemajaStory *3 by Airis Yulia Hanya untuk mengenang, mempelajari, mudah dilupakan atau tidak, semoga apapun yang telah terjadi adalah yang terbaik. selamat membaca bagian akhir dari kisah, "ketika Embun jatuh cinta, kepada sang pemilik Kaca Jendela."