Saat ini Rio berada tepat didepan pintu kamar Sean, anak itu juga tidak sabar ingin memeluk Papanya dan bercerita apapun yang ingin dia ceritakan saat Sean pergi keluar kota, dengan perlahan dia menurunkan handle pintu dan mengintip kamar Papanya.
Tapi Rio sangat terkejut dengan apa yang dia lihat saat ini, dengan perlahan dia menutup kembali pintu tersebut dan berlari menuju ke kamarnya.
Rio naik keatas kasur dan bersandar di headboard kasur sambil memeluk kakinya dan menenggelamkan kepalanya diatas dengkul, lalu dia mulai menangis tanpa suara sampai dia terkejut saat ada seseorang yang membuka pintu kamarnya.
Ceklek
Juan, dia masuk kedalam kamar dan menatap heran Adeknya yang sedang menelungkup kepalanya diantara kakinya, lalu dia berjalan menghampiri kasur setelah meletakkan tasnya dimeja belajar.
"Hei Rio, katanya mau ketemu Papa?" Tanya Juan sambil sedikit menggoyangkan lengan Adeknya itu.
Sedangkan Rio yang merasakan itu langsung tersentak, lalu dengan perlahan dia mendongakkan kepalanya menatap Juan yang sedikit terkejut saat melihatnya.
"Rio, kenapa nangis?" Tanya Juan khawatir saat melihat mata Adeknya yang sudah sembab.
Rio menghapus kasar sisa air mata yang ada diujung mata dan juga dikedua pipinya, "Kelilipan bang" Jawab Rio sambil berusaha untuk tersenyum.
Juan terdiam dan jelas tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh adeknya itu.
"Kenapa?, Jawab jujur"
Rio yang mendengar suara Abangnya yang berubah menjadi datar langsung terdiam, apalagi saat dia melihat tatapan penuh intimadasi yang diperlihatkan oleh Abangnya itu.
Rio menelan salivanya gugup sebelum menjawab pertanyaan Abangnya itu, "Papa" Lirihnya sambil menunduk.
Juan mengeraskan rahangnya setelah mendengar jawaban itu, sebenarnya dia juga juga tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi entah kenapa saat melihat Adeknya itu menangis karena Papanya tiba-tiba dia menjadi emosi.
Juan bangkit dari kasur dan segera pergi keluar kamar tanpa memperdulikan panggilan Rio. Sekarang hanya satu tujuannya yaitu kamar Papanya. Juan langsung membuka paksa pintu kamar Papanya, dan terkejut dengan apa yang dia lihat saat ini.
Sean, dia sedang tertidur dilantai sambil memegang botol alcohol yang sepertinya sudah kosong, Juan juga melihat banyaknya kaleng minuman beralkohol yang berserakan dikamar Papanya ini.
Sean menggeliat dan menatap sayu Juan yang saat ini sedang berdiri tepat diambang pintu, "Juan" Panggilnya pelan sambil tersenyum. Juan sendiri yang mendengar namanya dipanggil hanya menatap datar Papanya.
Sean dengan susah payah berusaha untuk mendudukkan dirinya, mengambil minuman kaleng yang berada didekatnya,"Mau nemenin papa minum?" Tawar Sean sambil mengulurkan kaleng tersebut kepada Juan.
Juan sendiri yang mendengar tawaran tersebut tidak bergeming sedikit pun, dia hanya diam sambil manatap kesal Papanya yang saat ini juga sedang menatapnya dengan sayu.
"Duduk sini Juan" Sean menepuk lantai disebelahnya agar anaknya itu duduk.
"Juan" Panggil Sean, namun tidak direspon samasekali oleh Juan.
"Juan kecewa sama Papa. Sampe kapan Papa bersikap seperti ini?" Juan berucap sangat lirih sambil menatap kecewa Papanya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Bukannya kamu juga suka minum Juan?" Tanya Sean mengabaikan ucapan Anaknya.
"Itu dulu!" Sean tersentak saat mendengar teriakan anaknya itu, apalagi saat dia melihat Juan menitikkan air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIO ADHLINO (Pindah)
RandomHidup sebatang kara bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, begitu banyak rintangan dan cobaan karena harus terbiasa mandiri. Rio di umur 13 tahun sudah harus merasakan pahitnya kehidupan, dia dituntut untuk hidup mandiri dan bekerja walaupun usia...