Bab 24.

193 12 4
                                    

"Kamu kenapa? Sakit?"

Jesika dari tadi perhatikan Kirana menggosok hidungnya. "Gak tau nih, dari semalam hidung gatal mulu," jawabnya.

"Banyak kotoran kali,"

"Enak aja!"

"Atau alergi debu?"

"Entah! Kayaknya gak deh, bisa jadi aku kurang tidur," ucapnya.

Jesika khawatir, dia pun beranjak dari duduk. Kirana mengamatinya. "Mau ke mana?"

"Beli obat bentar," katanya.

Kirana tidak bertanya lagi, dia ambil tisu, dan bersihkan sisa ingus. Melihat chat grup dari teman satu jurusan. Mereka sedang membahas soal skripsi. Ada yang pakai jasa, ada yang bikin sendiri. Ada pula minta bala bantuan orang lain. Kirana masih belum menemukan tanda titik terang untuk skripsinya. Sekali lagi dia membuka email. Di sana ada file di kirim oleh seseorang.

Dia ragu banget buat membukanya. Takut tidak akan diterima oleh dospem satu dan dua. Kenapa pula dia harus bernasib banget ketemu dua dosen menyebalkan itu. Rasanya dia ingin lenyap saja dari muka mereka.

"Nih, di minum dulu, habis itu istirahat. Kalau sudah mendingan, baru kita lanjut pembahasan soal skripsi kita," ucap Jesika. Memberikan satu papan obat Panadol biru ke Kirana.

"Kamu mau kasih aku mati penasaran? Suruh aku konsumsi obat satu papan?" Kirana bertanya.

Jesika menjitak kening Kirana, Kirana meringis. "Sakit tau!"

"Satu tablet, aku beli satu papan biar gak bolak balik ke toko obat. Buat jaga-jaga. Gak mesti minum semua. Emang kamu mau menewaskan diri sendiri?"

Kirana terkekeh, dia hanya bercanda, soalnya dari tadi lihat temannya, terlalu serius banget. Sampai dia tidak bisa konsentrasi sama pembahasan di grup. Kirana sengaja bikin Jesika kesal. Beberapa akhir ini, Kirana tidak melihat muka kesal atau omelan dari Jesika, semenjak mereka mengikuti mata kuliah terakhir.

"Bercanda doang. Ya gak juga dong. Masa depanku masih panjang, perjalanan menuju ke surga belum waktunya,"

"Ya sudah, diminum terus istirahat. Biar gak buang-buang tenaga," ujar Jesika.

Kirana pun menuruti, setelah dia minum obat dari Jesika. Dia pun berbaring untuk mengistirahatkan dirinya. Jesika melanjutkan balasan chat grup dari teman satu jurusan.

Beralih ke pabrik semen, Vian sedang duduk sambil merenung. Nasi kotak dia ambil dari kantin, belum sempat dia sentuh. Dia sedang memikirkan sesuatu. Lalu teman satu divisinya menghampiri.

"Hei, Vian! Melamun mulu, kasian nasinya keburu dingin menggigil," tegur temannya.

Vian respons, "Ah? Kamu kalau mau, makan aja. Aku belum lapar soalnya."

Temannya tentu senang dong, kalau dikasih gratis. Dia pun mengambil nasi kotak itu, kemudian menyantap tanpa rasa malu. Vian kembali melamun, hingga memikirkan sesuatu.

"Kenapa dia bisa bersamanya? Apa ada hubungan dengan Kirana? Gak mungkin, Kira gak kenal banget sama dia, tapi..."

Temannya dari tadi mendengar gumaman Vian. Membuat dia penasaran banget. "Memang kenapa dengan Kira? Kira bukannya anaknya Santo, tetanggaan sama kamu?"

Vian mengangguk, lalu dia berpindah duduk memandang temannya. "Kamu tau, perusahaan pengolahan kelapa sawit?"

"Kenapa? Kamu mau pindah pekerjaan?" timpalnya.

Vian menggeleng, "Lalu? Kenapa dengan perusahaan itu?"

Temannya semakin penasaran. "Aku masih penasaran sama cucunya pemilik perusahaan itu," katanya.

√TERJEBAK KARENA NAFSU (21+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang