"Rara, kita gabisa kaya gini terus."
...
"Ra, tolong paham, kita nggak bisa barengan. Kita beda, Rara."
"Aku tau... Tapi..."
"Kita nggak akan bisa ngelanjutin hubungan kita kemana-mana. Kita bakal terus stuck disini."
"Terus kamu mau kita putus?"
"Mau gimana lagi?"
"Kita baru aja jalan sebulan, Raka"
"Justru itu, sebelum kita terlalu lama dan makin nggak mau ngelepas satu sama lain."
"Terus kenapa dari awal kita pacaran?"
Hening.
Dia menghela nafas panjang, "Maaf, Ra."
Aku menatap kosong pemandangan kota yang jauh di depan. Perlahan, air mata menutupi pandangan itu.
Laki-laki di sebelahku membenarkan duduknya. Tangan kanannya memelukku, mengusap pundak kananku pelan. "I'm sorry... I'm so sorry... Ini demi kebaikkan kita masing-masing."
Air mata yang sudah di ujung pelupuk ini akhirnya jatuh juga.
Dari awal, hubungan kita memang nggak seharusnya ada. Kita pacaran cuma buat putus.
"Kita jalanin aja kaya sebelumnya ya? Sahabat, temen cerita. Aku nggak akan ninggalin kamu kok. Aku juga masih sayang kamu."
Aku menjatuhkan kepalaku ke pundak kanannya. Hening. Hanya ada suara angin yang menyentuh dedaunan.
Kita masih SMA. Mungkin emang masih terlalu jauh buat ngomongin masa depan. Tapi nggak ada salahnya memikirkan hal yang kemungkinan bisa terjadi.
Hari semakin sore. Belum ada dari kita berdua yang bergerak.
Akhirnya dia mengalihkan pandangannya kepadaku. Sebuah kecupan mendarat di puncak kepalaku yang tertutup kain kerudung putih. Aku mendongakkan kepala bertanya apa maksudnya.
"Terakhir."
"Pulang yuk, udah sore. Mau aku anter?"
Aku menggelengkan kepala. "Nggak usah, aku pulang sendiri aja."
"Dijemput?"
"Engga. Naik bis."
"Sampe halte ya?"
"Kan beda arah, Raka"
"Gapapa, muter."
"Udah, nggak usah. Sini ke halte kan deket banget."
"Yaudah, aku duluan ya Ra"
"Iya, ati-ati"
Caraka turun dari rooftop, tempat kita ngobrol tadi. Suara motornya bisa kudengar dari sini. Suaranya semakin jauh sampai akhirnya tidak lagi terdengar.
Aku menghela nafas pelan.
Sekarang apa?
Aku mengambil Hp dari saku rok abu-abuku.
Setengah 5.
Huft...
Aku membuka roomchat-ku dengan Sita di LINE lalu memencet tombol call di sebelah namanya.
"Halo?"
...
"Halo Ra?"
...
"Ha-"
"Sit, gue sama Raka putus"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rara
Teen FictionAneh rasanya. Kehilangan orang yang selalu jadi teman cerita, yang selalu jadi orang pertama yang aku kasih kabar, yang liat mukanya aja bisa bikin senyum, yang selalu nawarin pundaknya kalau aku nangis, yang selalu bikin nyaman, yang selalu ada. Se...