Langit untuk dilihat

8 0 0
                                    

Air terjun menyilaukan mata, Egil yang tengah membasuh raganya bersama Natae. Mentari tak pernah menyapa di bawah tanah. Namun sukunya tidak pernah berani keluar dari bebatuan yang menyesakkan ini. Dari air terjun ini berkah matahari menyilaukan bola mata, Egil bergegas merapikan pakaiannya selepas mandi untuk kembali mengumpulkan lumut maupun jamur untuk keluarga dan ternaknya makan nanti. "Natae, cari hewan untuk dijadikan santapan nanti." Dengan seringai agak menjengkelkan dari Egil.

Keduanya pun kembali kepada pencarian mereka. Beberapa jamur maupun lumut sudah dikantongi begitupun Natae dengan ikan tangkapannya. Langit yang awalnya bergemilang cahaya perlahan meredup, sehingga keduanya memerlukan obor untuk kembali ke kampung mereka yang berada jauh di dalam gua.

Orang-orang berlalu-lalang tak terkecuali Egil dan Natae. Memperingati upacara adat dan pemujaan dewa, sesembahan dan altar di tengah kampung gelap itu terlihat menonjol dengan obor raksasa. Riuh membuat Egil malas bersama warga kampung, dirinya mencari cahaya redup yang bukan berasal dari api. Yang jelas lembut tidak panas seperti sebelumnya. Tanpa sadar dia sudah menjelajah terlalu jauh sampai ia menemukan dunia baru, hal yang menakjubkan.

Cahaya bulat di langit, bersama ribuan cahaya kecil. Dirinya tak kuasa dengan rasa takjubnya. Ia kembali ke bawah tanah mencari suku dan kampungnya. Bukan hal sulit karena penciumannya sudah mencium bau daging bakar. Rumah-rumah yang bercahayakan obor ia langsung tahu yang mana rumahnya.

Tanpa pergantian yang signifikan roda kehidupan kembali berputar, Egil kembali melakukan penjelajahan di sekitar sumber mata air, "Egil, apa-apaan kau, menaiki bebatuan itu?" tukasnya agak tak acuh. Lawan bicaranya sampai di atas batu mencari pijakan. "Temanku, aku mau ke dunia atas. Di sana sangat menakjubkan ayo ikut aku!" ajaknya penuh optimisme, "Tidak, kita dilarang menjelajah ke dunia atas. Itu kan dunia orang mati." balasnya sedikit mendingin. selepas itu Egil melanjutkan ekplorasinya ke dunia atas pada siang hari.

Sinar matahari menyilaukan, namun semua terlihat sangat hidup, berbeda dengan dunia bawah tanah yang seperti kehidupan semu. Hewan aneh terlihat aktif saat penuh cahaya seperti ini, ia tak sadar kalau dia tidak banyak mencari bahan makan, akhirnya menemukan beberapa tanaman aneh namun nikmat saat dimakan ia bawa dan bergegas pulang.

Agak melelahkan terlihat dari peluh yang menetes dari dagu dan bahu sang pria, dia berhasil mencapai rumahnya, walaupun ia terlihat sangat kacau. Tanda keperkasaan pria terlihat dari seberapa besar ia berusaha menghidupi keluarganya. Dengan muka terheran-heran keluarganya melihat hasil temuan ini, dengan hati-hati mereka memakannya,tentu di luar dugaan mereka makanan yang disantap nikmat. "Kakak, bawa lebih banyak ya, adek suka!" seru adik Egil.

Di waktu lain Egil bertemu dengan Natae. "Egil, lama tak jumpa." ucapnya, "Natae, kau mau menangkap ikan di atas? aku menemukan ikan yang berbeda. aku rasa kau mau mencobanya." katanya sedikit mengajak. "Sudah ku bilang! kau tidak boleh ke dunia atas, mungkin ada bahaya yang mengancam!" ia bergerutu, "Jangan bertemu denganku sampai kau berhenti mengajakku ke dunia atas!" Katanya begitu tajam membuat Egil pun bergidik, tanpa arahan keduanya pun memilih jalan berbeda. Semilir angin di dunia atas begitu menyejukkan, sayang ia tak bisa berbagi dengan sahabat yang kini memusuhinya.

Api unggun mulai dinaikkan, Egil dan Natae disandingkan. Pesta kedewasaan bagi para remaja yang meninjak kedewasaan, dengan perasaan yang masih berkecamuk Natae bersikap profesional dengan muka dinginnya. Ke sana kemari keduanya bahu-membahu menyiapkan ritual kedewasaan membuatnya sering berpapasan apalagi bertemu.

Seluruh warga riang gembira menari dan pesta sampai para jejaka sampai semuanya puas. Selesainya Egil pun mencoba menjelajahi kembali dunia atas, terjalnya batu dan licinnya lumut tak menggetarkan kebulatan hati Egil. Dengan dengkul dan sikut yang sedikit terluka membuatnya sampai di dunia atas.

Perjalanan tersebut membuatnya siaga, tapak kaki bergema. Penasaran namun itu semua dikalahkan kecintaannya terhadap kehidupan di luar gua. setiap tikungan dan percabangan ia berusaha mencari asal suara. Menaiki batu pun ia cukup berhati-hati.

Sesampainya di pintu keluar gua ia langsung memanjakan pengelihatannya, panorama gelap yang menenangkan Egil tertangkap manik berbinar itu. Natae terlihat dekat lubang gua memperhatikan. Tertegun keduanya membisu, "Natae! kau mengikutiku?" tanyanya polos, "Ya, aku tidak mau orang desa bingung, jadi aku datang menjemputmu!" tukasnya sedikit kasar.

Keduanya berbagi terpaan udara, sembari melihat makhluk mulai menarik suara mereka, dan kehidupan mulai berjalan sembari cahaya di ufuk timur mulai naik. "Egil, aku minta maaf karena terlalu kasar padamu, aku tidak tahu dunia luar sebagus ini." Maafnya sembari memandang langit berbintang. "Tidak apa Nat, kadang aku hanya perlu membuktikan padamu kalau penemuanku itu bagus. Lain kali kau bisa mencari ikan di kolam air sebelah sana." tambahnya sembari tersenyum pada sahabatnya.

Tak perlu waktu lama kedunya turun, kembali ke kampung bawah tanah mereka. Keduanya menemukan beberapa jenis makanan dari dunia atas, terutama buah-buahan yang rasanya disukai anak-anak. Dengan rasa penuh tanda tanya penduduk desa mencari tahu ke mana keduanya pergi, tanpa diduga Egil dan Natae ketahuan, "Egil! Natae! kalian kenapa melanggar hukum adat!" ucap pemuka suku. "Aku lihat di sini ada cahaya dan kegelapan, aku senang di sini tidak harus selalu memakai obor atau api!" Balasnya terbakar emosi. Akhirnya Natae dan Egil dipisah oleh warga.

Mengumpulkan lumut, jamur dan pakis seperti biasa, terasa sepi karena kedua sahabat kini selalu dipisah, namun Egil percaya ia bisa membuktikan pada warga kalau dunia luar jauh lebih baik. Natae kini lebih sering mencari burung, telur walet dan sarangnya untuk kebutuhan penduduk. Tanpa sadar dirinya juga ingin membimbing para penduduk untuk pindah ke dunia atas.

Dengan jalan yang terpisah keduanya berorasi di depan warga untuk memberanikan diri naik ke atas sendiri. Bagi Egil hal itu tidak lah ampuh karena orang lebih memilih omongan Natae yang keturunan kepala suku sebelumnya. Dengan jalan berbeda Natae kini mencoba mendekatkan masyarakat kepada sinar surya yang sering melirik dari celah bebatuan. dengan sikap welas asih itu Natae berhasil menggapai suara agar para warga merelokasi kampung mereka ke dunia atas, dengan persiapan matang semua bergegas meninggalkan kampung bawah tanah yang sumpek itu. Egil di sisi lain meninggalkan keluarganya dari lama setelah pengabaian dari desa.

Mencari sisi terang, keduanya menerobos batu dan lorong gua yang membuat kaki mudah terpeleset. Egil mencapai sisi gerbang masuk lain, sebuah pemandangan dengan angin yang kencang dari sisi pantai. Tak jauh dari sana terlihat pemukiman. Dengan semangat baru dirinya mendirikan gubuk di pojok hutan, butuh waktu namun dirinya perlahan mempelajari kehidupan orang desa di pinggir pantai.

Natae pun sampai di pintu gua membuat pemukiman baru di dalam hutan vista yang indah dengan sungai mengalir seperti air terjun dulu dia dan Egil membasuh badan. Langit terpancar dari air membuatnya ingat saat-saat bersama sekawannya yang tidak ikut dalam rombongan. Begitu pula Egil yang tengah menatap ke langit malam. Rembulan yang penuh menghiasi tirai malam yang terlihat seperti flanel di antara manik manik berkelap-kelip.

Sepasang bintang jatuh menampakkan dirinya, orang desa bilang ia bisa mengabulkan permohonan. "Aku harap, Natae hidup bahagia di manapun ia berada sekarang." ia berdoa, "Egil? mungkin itu hanya halusinasi." Natae bergumam saat matanya tertuju pada sepasang bintang jatuh. Ia berpikir untuk berdoa, dengan sedikit persiapan ia mulai memanjatkannya.

Kini suku Natae hidup dalam keadaan baru yang mencerahkan, para penerus mereka tidak akan lagi hidup dalam hiruk pikuk bawah tanah. Ini semua berkat keberanian Egil, mesti mereka tak lagi bersama. Pencerahan selalu timbul dari lumpur yang kotor, menciptakan bunga teratai yang cantik, begitu pun persahabatan Egil dan Natae, keduanya memiliki masa lalu yang suram dengan hidup di bawah tanah.

Pendekatan penuh kasih akan membawakan keteguhan hati bagi para penduduk yang mempercayainya. Egil saatini sudah jadi bagian desa baru itu tidak pernah melupakankampung halamannya, begitu pun Natae yang merupakansahabat karibnya selalu mengingat nama Egil. Persahabat yang tak putusmeski tak lagi saling bertegur sapa bukan halanganuntuk pertemanan yang kekal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit untuk dilihat 「見られる空」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang