"Yena,"
"Mulut lo brengsek banget ya?" Balas Yena dengan kesal ketika menghampiri Yeonjun yang berdiri di depan pintu kamarnya sekarang. Entah masuk lewat mana, tapi Yena berasumsi kalau abangnya yang menyusupkan Yeonjun ke rumah. "Maksud gue nggak gitu, gue nggak maksud bikin Chuu tersinggung. Gue cuma penasaran aja."
"Tetep aja. Nggak seharusnya lo ngomong kayak gitu ke Chuu."
"Iya, maaf."
"Harusnya lo minta maaf ke Chuu."
"Iya, besok gue bakal minta maaf." Yeonjun membasahi bibir bawahnya yang kering, ia lalu mengangkat sekantong penuh berisi makan siap saji dari restoran china langganan keluarganya. "Ayo makan bareng."
"Lo mau nyogok gue?!"
"Bukan nyogok. Biasanya kalo orang marah, perutnya pasti kos—"
"GUE NGGAK LAPER—kruyukyukyuk."
Yeonjun menahan dirinya supaya nggak tertawa ataupun menyengir karena takut membuat Yena semakin marah. Tangannya yang bebas meraih lengan Yena dan mengajaknya ke ruang tamu, lalu tanpa disuruh Yeonjun menata semua makanannya di atas meja sementara Yena bersungut-sungut walau tangannya tetap mengambil sumpit yang diberikan oleh Yeonjun.
Pada akhirnya, mereka makan bersama seperti yang dibayangkan oleh Yeonjun. Oh, ia benar-benar harus berterima kasih atas ide ibunya kali ini.
"Kenapa lo mau masuk klub radio?"
"Karena ada lo."
"Tai ayam."
"UGH. KITA LAGI MAKAN!" Erang Yeonjun dengan mulut penuh. Ia menatap Yena memprotes namun perempuan itu memasang wajah tidak terganggu. "Kalo cuma iseng mending nggak usah. Chuu bilang lo masuk cuma karena ada agenda bacain surat cinta, dia juga bilang lo yang ngerusak pintu studio, dan—"
"Dan kayaknya dia ngaduin semuanya ke lo ya?" Potong Yeonjun sengit. "Jangan-jangan dia bilang juga gue nanya-nanya tentang siapa Yuta dan apa hubungannya sama lo? Wah, gue nggak nyangka dia bisa seember itu cuma karena masalah kecil."
"Dia nggak bilang—"
"Nggak usah belain dia!"
"Kenapa jadi lo yang marah-marah?!" Semprot Yena tidak terima dan Yeonjun langsung menyumpal mulutnya dengan suapan besar sehingga ia memiliki alasan untuk tidak menjawab.
Yena mendecak pelan. "Dia nggak bilang apapun soal itu. Lagian ngapain juga lo nanya-nanya?"
"Hwe pwenasarang!"
"Beberapa waktu lalu lo bilang nggak peduli perasaan gue buat siapa."
Yeonjun langsung menelan kunyahannya untuk membalas. "Gue memang nggak peduli. Gue cuma penasaran kenapa lo—salah—kenapa semua orang deket sama lo? Kenapa mereka seolah-olah bucin sama lo? Emang lo se-istimewa apa sampai mereka memuji lo segitunya? Dan kemudian gue sadar, alasan mereka begitu karena lo memuluskan jalan mereka ngedeketin orang yang mereka suka seolah lo adalah ibu peri. Apa lo nggak sadar kalo lo tuh dimanf—"
"Dan itu jadi masalah buat lo?" Potong Yena tak mengerti. Ia menunjuk Yeonjun dengan sumpit dan menyadarkan lelaki itu. "Bukannya lo juga kayak mereka? Alasan lo ada di dekat gue sampai hari ini juga karena Yeji kan?"
"Gue nggak," Yeonjun mencelos tapi tak juga mampu menyangkal lebih jauh.
Yena seperti sudah biasa menghadapi reaksi seperti itu dan ia menjawab seadanya. "Gue nggak masalah kalo lo atau orang lain berpikir gue dapat perlakuan sebaik itu karena gue cuma dimanfaatin. Itu urusan kalian dan kalian bebas berpikir. Lagian ya, selama hal yang gue lakukan nggak merugikan orang lain dan bisa membantu temen-temen gue, kenapa nggak?"
"Lo pikir mereka bisa jadian itu 100% pure karena kehendak gue? Enggak. Gue bukan jin pengabul permintaan—dan jin bahkan nggak bisa membolak-balikan perasaan seseorang. Kalau mereka akhirnya jadian, itu ya karena memang mereka cocok. Apa lo juga mau tahu apa yang sebenarnya gue lakukan? Gue cuma ngenalin mereka dan bantu mereka reach out karakter satu sama lain kalau mereka lagi bingung terus butuh nasihat gue."
"Jadi, Yeonjun, poin utamanya dari semua yang gue omongin ini adalah gue sama sekali nggak merasa direpotin atau dimanfaatin sama mereka. Lagian terlepas dari gue bikin hubungan percintaan mereka lancar dari awal mereka udah memperlakukan gue dengan baik kayak sodara sendiri." Jelas Yena panjang kali lebar. Ia menghela napas lalu beralih menyuap tangsuyuk sementara Yeonjun hanya diam saja. Bukan karena bingung, tapi karena dia telah menemukan jawaban yang dicarinya.
Yena meliriknya dengan kedua alis terangkat lalu bertanya. "Lo nggak mau ikutan nangis kayak Chuu, kan?"
"Sialan." Yeonjun membalas sambil tertawa kecil. "Kagak lah. Emangnya gue cowok apaan?"
"Nggak pa-pa. Lo punya alasan yang jelas kalau mau sedih."
Yeonjun mengambil tisu sebelum mengelap mulut Yena sebagai alibi untuk menutup mulutnya. "SSHSUHH. Belepotan!"
Yena mengaum, ia langsung melepaskan diri dari Yeonjun dan bersiap memukulinya kalau Yeonjun tidak lebih dulu menahan kedua tangannya sigap.
"AMPUN ELAH! AMPUN!" Sungut Yeonjun sebelum terbatuk-batuk ketika Yena mencekiknya pura-pura karena kesal. Untungnya tidak lama. Padahal Yeonjun sudah berpikir dia bakal mati konyol karena tersedak ludah sendiri.
"Lo masih suka sama Yeji kan?" Semprot Yena dibalas anggukan cepat Yeonjun. Yena menghela napas. "Yeji deket sama Chuu. Gue nggak tahu ini berpengaruh banget atau nggak, tapi bisa jadi Chuu cerita kejadian ini juga sama Yeji."
"DIH KOK GITU?"
"Chuu bukan orang yang kompor tapi dia jujur sama perasaannya. Terutama sama dirinya sendiri dan orang terdekatnya. Jadi kalau dia curhat sama seseorang udah pasti totalitas jujurnya. Jadi kalo sikap lo jelek ya dia bilang jelek, dan kalo sikap lo bagus ya dia bilang bagus." Sahut Yena memberitahu agar Yeonjun bisa memahami orang seperti apa itu Chuu. "Lo nggak boleh protes atau balik marah, biar gimanapun, pertanyaan lo ke dia emang kampret banget tadi."
Yeonjun mengerang dan Yena menepuk bahunya prihatin. "Impresi dia bisa berubah kok, lo cuma harus bersikap baik dan nggak menyebalkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
how to (stop) falling love with you? | cyj x cyn ✅️
Fanfic(Selesai) ______ 2022 by sweetjjie