Pertemuan yang Menyebalkan

55 16 9
                                    

Suasana kampus lumayan ramai dengan mahasiswa yang melakukan aktivitasnya. Kendatipun tetap menjaga jarak aman, tak menghalangi setiap orang untuk berkomunikasi satu sama lain. 

Hal yang diharapkan sudah lama semenjak covid melanda yaitu berinteraksi secara langsung bukan lewat media sosial saja. Masker yang menutupi sebagian wajah bukan sesuatu yang asing lagi untuk kebanyakan orang. 

Meski sudah ditetapkan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka dan virus covid tidak separah sebelumya, tetap saja masker dan protokol kesehatan lainnya harus dilaksanakan dengan ketat.

Udara segar pada pukul 10 itu kontras dengan mentari yang bertengger di langit cerah. Mendukung suasana hati siapa saja yang bersyukur dengan hari ini. 

Salah satunya adalah gadis yang kini tengah duduk sembari sedikit demi sedikit menyeruput es kopinya. Sesekali pandangannya mengedar lalu beralih kembali pada buku novel yang ia baca.

Menunggu Vina dan Agis yang sedang menyerahkan beberapa tugas hard file ke gedung prodi. Menyuruh Nara untuk menunggu sebelum mereka pergi ke ruang teater bersama. 

Karena bosan dan pegal duduk terlalu lama, Nara berdiri bulak-balik dengan pandangan yang masih terpaku pada tulisan-tulisan di buku yang ia pegang. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, cerita mengandung unsur sejarah yang membuatnya candu. 

Ia menyeruput nikmat kopinya yang menjadi pelengkap daya khayalnya dengan dunia cerita dalam buku tersebut.

Berlawanan arah, seorang pemuda dengan santainya berjalan sembari memainkan ponselnya. Ia sama sekali tak mengetahui bahwa sebentar lagi dirinya akan menabrak seorang gadis yang sedang membaca buku karena semakin jauh ia berjalan, semakin ia keluar dari jalur lorong yang lurus.

 Sebab pandangannya terfokus pada ponsel, tidak pada jalan yang ia tapaki. Dan benar saja, selang beberapa detik, tabrakan pun tak terelakan. Es kopi yang Nara pegang tumpah di jaket sang pemuda dan bajunya sendiri, bukunya pun jatuh menelungkup membuat tiap lembaran pasti ringsek dan kotor. 

Sorot mata Nara yang kaget tapi tidak dengan pemuda itu yang nampak kesal kepada Nara. Kontras dengan mata tajamnya yang mengarah kepada gadis di hadapannya.

"Hati-hati, kalau baca buku tuh duduk bukan berdiri!" Sentak pemuda itu membuat Nara menengadah dengan alis yang terangkat satu.

"Harusnya lo yang hati-hati! Gue gak ngalangin jalan, malah lo tabrak!" Tunjuk Nara ke Mading, pemuda itu mengikuti. "Jalan yang harusnya lo lewatin itu ke sana!" Tunjuk Nara lagi ke arah yang berlawanan.

Pemuda yang tak lain adalah Arsen melihat ke arah yang Nara tunjuk. Ternyata benar, Arsen lah yang salah. 

Karena terlalu fokus memainkan ponsel, Arsen tak sadar ia berjalan sedikit berbelok ke kiri dan menabrak Nara yang tengah membaca buku. Tempat itu adalah jalan buntu yang dibatasi oleh majalah dinding. Jika Arsen fokus seharusnya Arsen berjalan lurus.

"Tetep aja gara-gara lo jaket gue kotor!" Arsen membela diri. Ia tak mau di salahkan.

"Bukan jaket lo aja yang kotor! Baju gue juga kotor! Mana baju putih lagi!" Gertak Nara tak terima.

"Jangan so-soan jadi korban lo! Pokoknya lo harus tanggung jawab."

Nara mengerang, "Emang gak ada tatakrama banget lo jadi orang! Udah salah malah nyalahin orang. Makanya kalau jalan lihat-lihat! Bukan fokus ke HP!"

Percekcokan antara Arsen dan Nara mengundang banyak perhatian. Suara mereka yang saling beradu dengan nada tinggi semakin memperpanas suasana.

"Lo ngatur gue?" Arsen melangkah mendekat membuat Nara mundur hingga menabrak tembok. "Bilang sekali lagi, mahasiswa baru?" Arsen menekankan kata 'mahasiswa baru'.

BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang