BAB 17. Perrie

882 46 6
                                    

Jarak dari apartement menuju halte ternyata tak terlalu jauh. Sekitar beberapa menit kami telah sampai di halte dan menunggu bus selanjutnya. Keadaan halte sangat sepi, hingga kini hanya ada aku dan Adam yang sedang menunggu bus. Kuakui kawasan apartement elit ini banyak dihuni oleh orang-orang berduit yang mempunyai kendaraan untuk pergi kemana-mana. Tentu akan sangat jarang orang yang terlihat menunggu bus di halte kawasan ini termasuk aku dan Adam. Tak terlalu lama menunggu akhirnya bus itu datang. Adam melangkahkan kakinya masuk lebih dulu ke dalam bus dan memilih tempat duduk yang dia inginkan. Dalam hati aku ingin memilih tempat duduk disebelahnya, tapi sepertinya dia tidak akan senang akan hal itu. Mengingat aku adalah anak baru di kelas dan semua anak kelas membenci murid baru termasuk Adam. Sebelum bus kembali berjalan, aku telah memilih tempat duduk tepat dibelakangnya. Aku ingin mengajaknya mengobrol untuk beberapa hal, kurasa itu akan membuat hubunganku dengannya menjadi lebih baik sebagai teman. Yah, aku hanya ingin berteman dengannya dan juga dengan murid-murid di kelas lain. Aku ingin memanggilnya, tapi tiba-tiba suaraku sangat sulit untuk dikeluarkan. Refleks, aku mengetuk jari telunjukku dibahunya.

"Adam?" oh, akhirnya suaraku keluar juga

"Hm?" balasnya tanpa menoleh.

"Boleh aku duduk disebelahmu? Aku ingin bertanya beberapa hal."

"Ya." dengan cepat aku bangkit dari dudukku dan memindahkan bokongku ke tempat duduk disebelahnya.

"Adam?"

"Hm?"

"Sudah berapa lama kau tinggal di apartement itu?"

Adam tak memalingkan wajahnya dari jendela yang menampakkan pemandangan luar. Ia diam tak merespon pertanyaanku.

"Adam? Aku bertanya?" lagi-lagi dia hanya diam tak merespon pertanyaanku. Aku merasa seperti patung disini. Percuma saja, bila aku terus bertanya tetapi dia tak akan menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Ini membuatku malu. Merasa sedikit kesal aku berniat untuk duduk ditempatku sebelumnya. namun sebelum pindah, lelaki menyebalkan itu langsung menjawab pertanyaanku.

"Hampir lima tahun."

sedikit kaget atas jawabannya aku langsung menoleh. Well, tak apa bila dia menjawabnya cukup lama. Yang jelas aku tak merasa diabaikan. Maka dengan itu, aku mengurungkan niatku untuk kembali duduk dibelakangnya.

"Dengan siapa kau tinggal disana?"

"Sendiri."

"Aku juga. Hal yang bagus, kurasa kita bisa menjadi pribadi yang mandiri nantinya." aku tersenyum menoleh padanya. Tapi adam menghiraukannya dia tetap saja melirik kearah jendela.

"Oh, iya bagaimana teman-temanmu yang lain? Apakah mereka juga tinggal di apartement itu?"

"Tidak."

Syukurlah. Aku tersenyum mendengar jawabannya. Aku tak dapat membayangkan bila teman-temannya juga tinggal di apartement yang sama sepertiku, itu bagaikan disebuah penjara. Dan aku tak dapat lepas dari pandangan-pandangan mengintimidasi orang-orang itu.

"Adam, Bisa kau ceritakan padaku mengapa kalian sangat membenci murid baru?"

Berbeda dari yang tadi, kali ini Adam menoleh dengan tatapan dinginnya. Ia menatapku cukup lama, dimana hal itu membuatku merasa kecil.

"Dengar Carrie, aku tak ingin berbicara banyak dengan murid baru. Apalagi dia orang yang sangat banyak omong sepertimu."

"Oh." aku mencelos.

"tak apa bila kau tak ingin mengatakannya," kataku pelan sedikit mengejutkan mendengarnya sangat frontal seperti itu. Tapi, memang biasanya lelaki ini seperti itu. Kurasa aku harus membiasakan diri agar tak sakit hati bila berbicara dengannya.

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang