13|Sebuah rancangan

244 54 5
                                    

Upacara sakral yang mengikat dua insan itu telah berakhir. Para tamu undangan telah meninggalkan gedung mewah yang menjadi tempat dilantunkannya janji suci kedua mempelai.

Pasangan pengantin itu langsung menuju rumah si pria, untuk beristirahat-juga melewati malam pertama mereka setelah sah menjadi pasangan suami istri.

Rose duduk termenung di ujung kasur, di kamar yang Jimin arahkan padanya sebagai tempat untuk beristirahat.

Ia memandangi jari manisnya, di sana tersemat cincin berlian-cincin pernikahannya. Ia berstatus sebagai seorang istri sekarang.

Entah kenapa percakapannya dengan Lisa kala itu terus menghantui dirinya. Kala itu, mereka berbicara tentang anak. Tak ada yang salah, karena itu memang salah satu tujuan pernikahan ini berlangsung.

Tapi saat mengingat alasan utama Jimin- pria yang beberapa jam lalu telah sah menjadi suaminya- menikahinya, rasanya agak mustahil untuk melangkahkan dirinya ke status yang lebih tinggi. Menjadi seorang ibu.

"Astaga, aku bisa gila" Gumamnya sembari terus memandangi cincin pernikahannya.

Suara decitan pintu mengalihkan perhatiannya dari cincin tersebut. Ia menoleh ke sumber suara, dan menemukan Jimin memasuki kamar.

"Kau sudah mandi, Roseanne?"

Agaknya pertanyaan tersebut terdengar bodoh. Pasalnya Jimin itu tidak buta, dia pasti dapat melihat dengan jelas kalau gadis di depannya tengah memakai bathrobe.

Rose menanggapi pertanyaan tersebut dengan anggukan canggung. Rasa canggung yang menguasai mereka saat ini dua kali lebih besar dibanding saat pertama kali keduanya bertemu.

Apalagi kalau mengingat sesuatu setelah pengucapan janji suci tersebut, di mana pria itu mengecup bibirnya dengan lembut. Jujur saja itu sangat memabukkan.

Rose menoleh pada Jimin,"Kau akan tidur di sini, tuan?" Tanyanya, memecah keheningan.

Jimin mengangguk. Anggukan kepala itu membuat Rose langsung bangkit dari duduknya. Dengan segera ia menarik koper yang ia letakkan di depan lemari.

"Kalau begitu, aku tidur di kamar sebelah saja" ucapnya hendak keluar kamar. Namun langkahnya tercegah saat Jimin menahan kopernya. Ia kembali berbalik badan,

"Kau akan tidur di kamar sebelah?" Tanya Jimin keheranan. Rose mengangguk, namun setelahnya Jimin menarik tubuhnya masuk ke dalam kamar lagi.

"Suami istri macam apa yang tidurnya terpisah?" Ujar Jimin, tangannya mengambil alih koper tersebut dari tangan Rose dan mendorongnya menjauh.

"Aku hanya berusaha membuatmu tetap nyaman. Siapa tahu kau tidak mau tidur sekamar denganku" ucap Rose tanpa memandang pria yang masih menggenggam tangannya.

Jimin tersenyum kecil, "Tidurlah di sini, Roseanne. Aku akan tetap nyaman jika kau ada di sini"

Rose mengangguk patuh. Sesekali ia berusaha menarik tangannya yang masih Jimin genggam.
"Pakai bajumu" perintah Jimin dan mulai melepas genggaman tangannya.

Saat Rose hendak pergi, Jimin kembali menahannya.

"Aku tidak sengaja melihat gadis berponi dan beberapa temanmu memberikan sesuatu padamu. Tolong jangan pakai itu malam ini" ucap Jimin tiba-tiba.

Sebelum Jimin membawa Rose ke rumahnya, ia melihat beberapa teman gadis itu memberinya sebuah kotak merah berukuran sedang padanya. Dan saat pria itu memeriksa barang mereka di bagasi mobil, penutup kotak itu ternyata terbuka.

Jimin hendak memperbaikinya. Namun saat melihat isi kotak pemberian para gadis tadi, matanya sontak membola.

Isinya tak lain adalah sebuah gaun tidur tipis. Busana normal yang dikenakan wanita saat malam pertama. Ya, normal.

HEART SHIP [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang