Pengumuman

37 4 0
                                    


"Ardhaaannnn!" panggil Elia dengan teriakan. Sekedar informasi, Kalau di rumah Nanta di panggil Ardhan, nama belakangnya.

Masih dengan seragam sekolah dan tas yang di sampirkan di pundak, Elia mengayunkan kakinya dengan riang, masuk ke dalam kamar sepupunya itu yang pintunya terbuka setengah. Ada berita penting yang mau ia sampaikan, sampai nggak sempat mau pulang dulu kerumah sekedar ganti baju.

"Iya, El." sahut Nanta yang sibuk berkutat dengan tugas-tugasnya. Karena di sekolah tadi sibuk ngajarin adik kelas latihan voli. Sepulang sekolah, Nanta dengan penuh inisiatif meminta soal pelajaran yang ketinggalan dari guru-gurunya melalui via whatsapp.

Melihat Nanta lagi berkutat pada buku dan laptopnya di meja belajar. Elia mematung di tempatnya. "Eh. Sorry. Gue malah datang di waktu yang nggak tepat." ujar Elia tak enak hati.

Nanta menghentikan kegiatan nya. Kursi belajarnya ia putar, menghadap Elia. "Mau kemana pake mundur-mundur ke belakang? Sini aja temanin gue belajar!" pintanya yang tak ingin Elia pergi.

Kenop pintu sudah Elia raih. "Segan gue! Lo kayaknya fokus gitu. Nggak bisa di ganggu. Gue pamit aja ya." cicitnya berpamitan dan hendak menutup pintu.

"Dari sikap lo yang nggak enakan. Berarti ada yang mau lo curhatin kan?" tebak Nanta menghentikan pergerakan tangan Elia.

Elia mengernyitkan dahinya. "Kok lo tahu sih?"

"Tau lah. Gue kan anak indihome." ujarnya bangga sambil menaikkan kerah baju nya.

Elia tertawa renyah. "Indigo nggak sih yang bener?"

Nanta tersenyum. Sengaja tadi ia salah ngomong, biar sepupunya itu tertawa.

Agar lebih nyaman ngobrolnya. Nanta segera pindah dari kursi belajar ke sofa panjang. "Sini El, duduk." panggil Nanta sambil menepuk-nepuk sofa kosong di sebelahnya.

Elia menaruh tasnya di meja belajar Nanta. "Coba tebak. Sekarang gue happy karena apa?"

Melihat ekspresi Elia yang happy, bisa jadi si El bahagia karena udah balikan sama mantan. "Hmm.. Balikan sama Rian mungkin." jawab Nanta dengan sedikit ragu.

Senyum Elia makin mengembang karena jawaban Nanta bener. "Ih.. lo kok tau sih? Lo beneran anak indigo, Dhan?" tanya Elia yang sekarang telah menjatuhkan tubuhnya di sofa. Dan paha Nanta jadi sandaran kepala nya.

"Taulah. Lo kan bucin akut sama dia. Sampai sakit pun lo tetap maksakan diri untuk datang ke sekolah demi bisa ketemu si anak kutu."

Bibir Elia cemberut. Hingga maju beberapa centi. "Ishh.. Masa ganteng-ganteng gitu lo katain anak kutu? Terus sepupu lo yang cantik ini anak apaan dong?"

Nanta meletakkan telunjuk tangannnya di dahi. Gaya nya sok mikir. "Anak babi, mungkin." celetuknya yang langsung dapat tabokan dari Elia.

"Ihh. Mulut lo kurang ajar ya, Dhan. Masa sepupu lo yang cantik dan mempesona ini lo samain sama anak babi?"

Alis Nanta terangkat satu. "Kenapa memangnya? Anak babi kan imut?"

Wajah Elia jadi masam. "Imut dari hongkong."

"Baru tau gue babi imut dari hongkong."

"Erggghh.. lo rese banget sih, Dhan. Gue tampol juga ni lama-lama." desis Elia sambil mukul lengan Nanta dengan keras.

Plak.

Nanta meraih tangan Elia. kalau di biarin anak itu akan memukulinya tanpa ampun. "Barbar banget sih El. Gue nggak ada ya ngajarin lo jadi kasar kayak gini."

"Pantesan aja Ri--

"Pantesan aja Rian mutusin lo, El. Gitu maksud lo?" potong Elia. "Dasar!! Cowok nggak punya hati, nggak punya jantung." sungut Elia kesal.

My Ultimate HappinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang