mengambil keputusan

2.6K 142 0
                                    

Selamat malam
Happy reading

.
.
.

Kami berjalan cepat memasuki kamar. Sampai di sana kami saling mencumbu setelah pintu kamar terkunci. Kali ini aku tidak menahannya lagi. Aku tidak perlu menutup diri pada Fabian mengenai perasaanku juga gairahku.

Kami saling menatap, berbaring di ranjang dalam keadaan polos saat Fabian berbisik, "I love you, Lily."

Aku hanya mengangguk dan tersenyum. "Aku juga."

Fabian menekuk wajahnya. "Balasnya tuh I love you too, Mas Bian."

Tingkah merajuknya malah membuatku tergelak. Dalam keadaan tegang seperti ini pun masih sempatnya mendikteku. "Udah kamu wakili juga kan?"

"Ya kan aku pengen denger dari kamu."

"Kamu udah tahu jawabannya kan?"

Fabian mendengkus kesal, duduk bersandar pada kepala ranjang padahal juniornya masih tegak. Kalau waktu yang lalu Lila dan Felisha bahkan Shela bertanya tentang perbandingan seberapa besar ukuran milik Hasbi atau Fabian maka aku akan memilih nama yang kedua. Tentu saja, aku menyimpan jawaban itu untukku sendiri. Mereka tidak perlu tahu. Aku tidak mau mereka mungkin akan membayangkan bahkan sampai berimajinasi karena informasi ukuran itu.

"Kalau kamu masih ngambek kayak gini, aku mau mandi aja trus nemenin Azka."

Wajah Fabian semakin keruh. "Cuma jawab gitu doang apa susahnya sih?"

"Kan kamu juga tahu jawabannya. Jadi buat apa aku ulangi?" Aku semakin ingin menggodanya.

Lagi-lagi Fabian berdecak kesal.

"Coba ulangi lagi, aku pengen denger."

"Ya percuma aja kalau nggak dibalas."

"Ulangi lagi."

"I love you," ucap Fabian setengah terpaksa.

"Yang romantis dong sama lihat aku."

"Nggak ada siaran ulang."

Dia benar-benar merajuk.

"Ya udah aku mau mandi aja." Aku beranjak berdiri tapi Fabian menahan tanganku. "Apa?"

Fabian menatapku memohon. "I love you, Lily. Aku nggak pernah mencintai seorang wanita sampai sedalam ini. Hanya kamu. Aku nggak mau kamu pergi lagi. Sampai kapan pun aku nggak akan pernah melepasmu. Kamu milikku."

Niatku hanya ingin mengerjai Fabian tapi mendengar rangkaian kata-kata yang diucapkannya barusan membuat hatiku terbang. Dengan tersenyum, aku menangkup pipinya dengan kedua tanganku. Mencium dahinya, kedua pipinya, yang terakhir bibirnya.

"I love you too, Mas Bian."

Balasanku menambah letupan gairahnya. Gairahku juga. Kami saling memagut, menyatukan gairah bahkan aku yang memimpin permainan kami. Tubuh bagian bawahku terasa penuh tapi tak menyurutkan keinginanku untuk terus membuatnya mengerang.

Sst, aku kasih tahu ya. Selama aku menikah dengan Hasbi, durasi permainan kami tidak sampai lima belas menit. Itu pun baru aku tahu sebabnya belakangan ini. Lalu bagaimana permainanku dengan Mas Bian?

Jauh di luar ekspetasiku. Sampai aku kelelahan pun, dia tidak akan puas untuk berhenti menyentuhku. Cinta pertamaku itu akan membuatku melayang lebih dulu sebelum gilirannya dan pastinya aku akan kuwalahan menyamai hasratnya. Dia selalu mengecup puncak kepalaku tiga kali setelah pelepasannya.

"Love you, My Lily," bisiknya setelah membaringkan tubuhnya di sebelahku. Membiarkan aku mengatur napas sambil memejamkan mata. "Nanti malam sambung lagi ya."

Mine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang