Cetus

260 25 13
                                    

🌠🌠🌠

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌠🌠🌠


Uang seratus ribu terlalu banyak jika hanya untuk naik kendaraan umum ataupun memesan ojek online. Maka dari itu, Rigel dengan perasaan bebas memilih mampir ke minimarket untuk membeli sebuah es krim.

Setelah itu, Rigel berjalan beberapa meter untuk berteduh di halte sekaligus menunggu bus. Ia terus melangkah ringan sembari menjilati es krim rasa cokelat.

Anak itu melirik smartwatch di pergelangan tangannya. Merenung sejenak.

"Kapan ya, Rigel bisa bebas kaya teman-teman lainnya?" tanyanya pada beberapa daun gugur.

Ketika ingin melanjutkan perjalanan yang tinggal lima meter, sebuah motor berhenti di halte bus yang dituju Rigel. Ada dua orang yang menunggangi motor tersebut.

Salah satunya turun dan membuka helm.

Rigel langsung tahu itu siapa.

"Kak Aldebaran?" gumamnya lirih.

Sosok di sana melambai ke arah Rigel. Menyuruhnya mendekat. Tanpa mengatakan apapun, keduanya sudah berdiri berhadapan.

"Hai! Boleh ngobrol sebentar nggak?"

Wajahnya penuh luka dan lebam. Tapi Rigel masih bisa melihat ada segaris senyum tulus di sana.

Dengan cepat Rigel menggeleng. "Maaf! Nggak bisa!" kata anak itu. Berbisik.

Tatapan Aldebaran menuntut pertanyaan. Bahkan Rigel dengan perlahan mundur dan ingin pergi.

Namun, sebuah gerakan isyarat dari anak itu membuat Aldebaran langsung paham. Rigel mengangkat tangan kiri yang terbalut smartwatch. Aldebaran menghela napas berat. Namun ia mengangguk.

"Lo yakin ini nggak jadi masalah?"

Aldebaran menoleh ke arah temannya. "Maksud lo?"

"Orion."

Aldebaran menyeringai. "Nama gue bagi Rigel itu Aldebaran. Kalaupun tuh bocah nanya aneh-aneh ke kakaknya, Orion nggak bakalan tau kan?"

Temannya menggelengkan kepala. Tidak tahu lagi harus bereaksi seperti apa atas tindakan tersebut. "Oke, Aldebaran!" Kata Aldebaran sengaja ditekankan. Sebagai bentuk sindiran.

Ia menyalakan kembali mesin motor. "Naik buruan!"

Aldebaran menurut. Tertatih ia melangkah ke atas motor. Sesekali mendesis kesakitan. "Kalau aja Rigel nggak datang, gue sekarang nggak akan di sini kali ya?"

Motor mulai melaju. Menembus jalanan lengang beraspal. Matahari tak pernah selesai dengan tugasnya. Namun, bumi terus berotasi. Sehingga sekarang, yang mereka nikmati adalah semburan jingga di seluruh kota. "Udah mati mungkin."

Keduanya tertawa bersama angin. Hal yang membuat Aldebaran bisa melepaskan sedikit rasa sakitnya.

Baik sakit yang terlihat secara kasat, maupun sakit di relung hatinya.

Semesta Bercerita (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang