10

2.2K 425 184
                                    

Happy Reading!



































Sasuke mendengus malas melihat teman hidup hampir dua bulannya dengan telaten menyiapkan segelas ocha hangat untuk orang baru kemarin yang katanya kakaknya.

"Kau tidak pernah memberiku segelas ocha hangat tiap pagi," celetuk Sasuke.

Sakura menoleh ke sumber suara dengan jidat berkerut. "Kau bisa buat sendiri kalau mau."

"Kakakmu juga bisa buat sendiri kalau mau, kenapa harus dibuatkan," protes Sasuke.

Kerutan di jidat Sakura semakin dalam. "Kenapa memang, dia kakakku aku harus berbakti kepadanya."

"Kau juga harus berbakti kepadaku," tukas Sasuke.

"Memang kau siapa?" Melihat keterdiaman Sasuke sembari membuang muka. Sakura mulai beranjak berdiri, mengetuk ringan kepala lawan bicaranya lantas bersedekap dada. "Dasar tidak jelas."

"Cih."

Sementara Sasori hanya diam mengamati interaksi keduanya yang terkesan saling memancing satu sama lain. Kepribadian Sasuke benar-benar meleset jauh dari deskripsi yang selama ini sering Itachi jabarkan. Kenapa pria di rumahnya terkesan hangat, banyak bicara, dan juga sedikit manja. Mungkinkah dia tengah ketempelan Dewa Jashinnya Hidan atau semua ini bentuk dari kurangnya kasih sayang yang Sasuke dapatkan.

"Kau mau ku buatkan segelas ocha, Sasuke?"

"Tidak."

"Sakura, tolong buatkan ocha hangat untuk Sasuke," perintah Sasori.

Sakura menjeda sejenak acara meramu saladnya. "Kakak tidak lihat aku sedang sibuk, dia bisa buat sendiri kalau mau," Delikan kakaknya membuat bola matanya berotasi malas. "Iya iya aku buatkan setelah ini."

"Tidak usah dibuat kalau tidak ikhlas," Sasuke menggerutu pelan, atensinya tak berpaling dari jendela yang menghubungkan dengan dunia luar.

"Ikhlas lahir batin tanpa imbalan," balas Sakura sedikit ketus.

Senyum tipis terukir di bibir Sasori kala merasakan hangatnya interaksi yang terjadi di rumahnya. Pria itu menyeruput ocha hangatnya hingga tersisa setengah. Ia lantas beranjak berdiri, melangkah ke kamar lantas keluar sembari membawa selembar kertas tebal nan mewah.

Sasori mendudukkan dirinya di tempat semula dengan posisi bersila. Ia meletakkan selembar kertas tebal di atas meja lantas menggeser ke arah adik majikannya. Hazelnya mendapati lirikan singkat dari Sasuke lengkap dengan kedua alis hitam yang menukik serta jidat berkerut dalam.

"Kau tak ingin pulang dan membatalkan semuanya?" Sasori berbisik lirih sesekali mencuri pandang adiknya yang tengah menuang air panas. "Masih ada kesempatan."

"Bukan urusanmu," desis Sasuke.

Sasuke memilih menyandarkan kepalanya pada dinding kayu lantas menyembunyikan iris hitamnya dari aktivitas dunia luar. Hembusan napasnya terdengar kasar, nyatanya sedikit denyutan nyeri masih nyaman bersarang di jantungnya.

"Sialan."

"Wah undangan siapa ini?" Sakura berbegas menyodorkan segelas ocha hangat tanpa mengalihkan atensi dari undangan yang terkesan mewah. Ia mengelap kedua tangannya yang sedikit basah pada bajunya, mengambil undangan tersebut lantas membacanya. "Hyuga Hinata dan Uchiha Itachi."

Giok hijaunya bergulir menuntut ke arah sang kakak. "Uchiha Itachi?"

"Majikanku," balas Sasori sekenanya.

VibrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang