Malam ini Kiva terlihat anggun dengan Brokat muslim pemberian Dimas saat ia baru pulang tadi, warna coklat muda serupa dengan kemeja yang di pakai Dimas saat ini.
"Subhanallah..cantiknya istriku" Rasanya seperti terjun ke kuali dengan air mendidih, wajah Kiva terasa panas bahkan sampai seluruh tubuhnya saat mendapat pujian dari sang suami, tak perduli ia di katakan lebay. Memang ini yang ia rasakan, Beedebar-debar.
Dimas terkekeh renyah, ia selalu menyukai saat melihat Kiva salah tingkah akibat pujian yang selalu ia berikan, ia senang dan bahagia. Terimakasih ya rabbi.
Dimas meraih jemari Kiva, menyatukan jemarinya yang besar pada setiap sela jemari mungil Kiva, lalu menariknya pelan hingga berjalan beesisihan keluar dari kamar.
"Mau kemana?" Pak Arya menatap Anak dan Menantunya yang terlihat rapi saat baru saja turun dari undakan terahir anak tangga.
"Kencan dong paaah, enggak lihat nih bajunya Couple" Pak Arya mencibir, ia tak habis fikir perilaku anaknya yang masih setara dengan anak yang baru lulus SMA.
"Ya sudah, terus jangan malu-maluin Kiva nanti di luar"
"Ya allah pah, Papah kira Dimas ini badut ancol" Dimas mencebik saat terdengar kekehan Kiva dan sang papah, selalu deh ia yang terzolimi.
**
Atmosfer jaman kolonial langsung terasa saat memasuki pintu utama Cafe Batavia, alunan musik Jazz terdengar mendayu dari Gramafon serta interior yang hampir semua terbuat dari bahan kayu membuat suasananya semakin nyaman.
Kiva menatap suaminya yang tersenyum tipis lalu kembali menarik tangannya yang sampai saat ini masih menyatu, menaiki anak tangga hingga sampai ke lantai dua.
Tetapi langkah Kiva langsung terhenti saat melihat sosok perempuan yang tak asing lagi buatnya, ia hendak berbalik dan pergi tetapi Dimas lebih dulu menahannya.
"Tidak apa-apa sayang, mereka sudah tau ko" ujar Dimas lalu menggiring Kiva duduk di kursi. Dengan jantung berdegub kencang Kiva ahirnya duduk di sebelah kiri Dimas.
"Hey, enggak usah gugup kali va. Aku udah tau ko lagian aku yang maksa Bos buat adain acara ini karena dia seenak jidat nikah tanpa ngasih tau"
"Bian" Dimas melotot pada sekertarisnya yang dengan kurang ajarnya membuat harga dirinya hancur sebagai pemimpin di depan istrinya sendiri.
"Ya emang bener kan, Lo gak undang gue" sungut Bian tak mau kalah.
"Sudahlah honey, yang penting sekarang kamu sudah tau" Damar mengintrupsi, ia mengelus lengan Bian penuh sayang tetapi langsung di tepis.
"Apaan sih" dengus Bian.
"Permisi tuan, nona" perdebatan langsung terhenti saat pelayan membawa hidangan pembuka, pancake berupa telur dadar dengan sirup maple dan eskrim vanila yang manis.
Dimas menggeser mangkuk pancake ke hadapan Kiva dan mengambilkan sendok kecil bergagang panjang yang terbungkus tissue, Kiva tersenyum tipis dan mengucapkan terimakasih tanpa suara Dimas mengangguk dan membelai sayang puncak kepala kiva yang tertutup jilbab.
Suasana malam yang romatis di lengkapi dengan pemandangan taman fatahillah, memilih tempat duduk di dekat jendela memang merupakan view yang baik. Hingga membuat pasangan manusia baik dari yang muda maupun lanjut usia terlihat sangat senang.
"Apa nanti kalian berencana akan mengadakan resepsi lagi?" Tanya Damar tiba-tiba.
"Aku rasa tida, satu kali saja cukup. Ya walau sangat sederhana yang terpenting buat kita asal halal" jawab Dimas pelan seraya mengusap bibirnya dengan tissue.
"Ah masa, bukan karena lo gak mau rugi kan Bos?" Sela Bian hingga langsung membuat Dimas melotot horor
"Enggak sama sekali ko, ini memang kesepakatan bersama" Kiva kali ini yang menjawab saat sang suami hendak menyembur Bian dengan amukannya. Kiva mengelus pelan punggung tangan suaminya mencoba menenangkan dari luapan emosi yang selalu berlebihan.
**
Pagi ini Dimas di buat kelimpungan saat Kiva mengeluh perutnya terasa keram dan di tambah muntah-muntah, Dimas memijit pelan tengkuk Kiva membantunya meringankan rasa yang mengganjal di perut saat muntah.
"Kita ke dokter yah" ujar Dimas kawatir
"Enggak usah mas, mungkin cuma demam biasa. Istirahat sebentar pasti sembuh"Kiva mendongkak dan Dimas segera mengusap bibirnya yang terlihat basah bekas muntahan yang menempel pada bibir kiva.
"Ya sudah, ayang istirahat dulu biar mas buatin teh anget" Kiva mengangguk lemah lalu merasa tubuhnya melayang, Dimas menggendongnya reflek kiva mengalungkan kedua lengannya pada leher Dimas dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang yang hangat.
***
"Tumben pagi-pagi sudah nongkrongin dapur Dim?" Tubuh Dimas menegang sesaat, ia langsung berbalik dan menghela nafas pelan.
"Papah bikin jantungan sumpah"kesal Dimas.
"Papah kan cuma nanya, malah sewot"
"Kiva sakit perut pah, dan muntah-muntah lagi kasian banget" Dimas meringis saat membayangkan istri tercintanya muntah-muntah tadi pagi.
"Muntah-muntah?, apa bulan ini Kiva sudah datang bulan?" Wajah Dimas memerah saat sang ayah menanyakan hal yang menyangkut seputar wanita itu.
"Papah apaan sih, kalo misal Dimas jawab apa ngaruhnya sama papah" sewot Dimas
"Astaga, punya anak ko Bodoh amat sih. Ya kalo misalnya belum, bisa kemungkinan Kiva hamil untuk lebih pastinya lebih baik di periksa ke dokter" ujar Pak Arya sedikit kesal
Hati Dimas langsung terasa pecah menjadi taburan bunga-bunga yang indah, hamil, istrinya hamil. Ya allah lagi-lagi engkau memberi ku kebahagiaan. Alhamdulillah
**
Dimas segera menggandeng istrinya setelah namanya di panggil sesuai nomor urut, ia memasuki ruang pemeriksaan dan di sambut senyuman ramah sang dokter.
"Selamat siang, silahkan duduk" Dimas dan Kiva mengangguk lalu duduk bersisian.
"Bisa saya tau keluahnnya ibu?"
"Istri saya muntah-muntah dok dan lagi perutnya keram dan yang lebih penting kiva bulan ini belum datang bulan dok, apa itu pertanda hamil?" Dimas menjawab dengan mantap sampai membuat sang dokter yang sekitar berusia 40 tahunan itu tersenyum tipis.
"Biar saya periksa dulu" sang dokter menyuruh kiva beebaring pada ranjang kecil, Dimas sendiri hanya bisa melihatnya dengan diam.
"Bagaimana dok?" Dimas melangkah mendekat saat Kiva selesai di periksa.
"Hasilnya negatif, kemungkinan besar ini hanya tanda-tanda akan datangnya menstruasi saja. Karena kebanyakan wanita mengalami hal yang seperti ini, memang tanda-tanda kehamilan dan akan menstruasi itu hampir sama" sang Dokter tersenyum maklum saat melihat perubahan raut wajah pasangan di depannya.
"Tidak usah berkecil hati, kondisi rahim bu Kiva sangat bagus jadi peluang untuk hamil itu besar. Asal anda menghitung masa subur bu Kiva itu akan lebih mudah untuk cepat hamil" lanjut Dokter.
***
"Mas" Kiva menggenggam erat jemari Dimas membuat sang empunya menoleh dari fokusnya menyetir.
"Maaf, aku mengecewakanmu" lanjut Kiva, semenjak keluar dari ruangan dokter tadi sampai sekarang mereka dalam mobil Suaminya mendadak menjadi pendiam, berbeda saat berangkat tadi suaminya terus mengoceh tentang anak yang ternyata tak ada dalam rahimnya.
"Tidak apa-apa sayang, ini bukan salahmu. Mungkin allah belum mengijinkan saja" Dimas tersenyum menenangkan yang bahkan masih sangat kentara kalau ia kecewa dengan kenyataan. Bahwa kiva tidak hamil
Yah mau bagaimana lagi, sekarang hanya akan mengikuti anjuran dokter agar ia cepat dapat momongan. Semangat Dimas kau pasti bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
2 Hati (Dimas-Kiva)
SpiritualKisah 2 Hati yang berbeda. ketika keduanya di pertemukan, akankah menjadi penyatuan yang indah atau malah terasa seperti api yang membakar tubuh. panas dan menyakitkan.