Melewatkan pelajaran, seperti biasa. Taehyung dan Jimin bersantai dengan sekaleng soda di atap sekolah. Tidak ada obrolan, mereka hanya menikmati pemandangan siang yang menyejukkan hari ini. Sinar mahatari tidak begitu terik dan angin sepoi menyentuh lembut, seakan semesta memang mendukung kedua laki-laki ini untuk melewatkan pelajaran di kelas. Suasana sunyi hingga Taehyung membuka pembicaraan.
"Jadi ... kau akan mengikuti kemauan Ayahmu? Hyungsik Hyung bilang besok sore Ayahmu akan membimbingmu secara intensif."
Jimin tidak mengatakan satu patah katapun, ia hanya menyandarkan kepala pada sandaran dan diam melihat langit biru. Jimin masih ingat tempo hari saat Ayahnya memberi tahu tentang bimbingan itu. Jimin tentu saja menolak, sejak awal Laki-laki ini sudah enggan berurusan dengan perusahaan sang Ayah. Jimin membanting pintu kamar meninggalkan sang Ayah yang sama marahnya di ruang tengah. Rumah besar milik tuan Park terasa pengap malam itu.
"Jika kau berada di posisiku, apakah kau mau menjadi penerus perusahaan?"
Taehyung menenggak sodanya sebentar, "Well, menjadi Bos Besar bukan suatu masalah bagiku, jadi mungkin akan kuterima saja." tapi kemudian Taehyung menegakkan duduknya, "Yang masih tidak kumengerti adalah, kenapa kau sebenci itu dengan kemauan Ayahmu menjadikanmu sebagai penerusnya?"
Tidak ada alasan khusus, sejujurnya. Sejak dulu Jimin dan tuan Park tidak dekat. Kemudian setelah kematian nyonya Park, Jimin selalu memiliki alasan untuk membenci Ayahnya. Berawal dari itu, Jimin memiliki obsesi untuk melawan seluruh perintah sang Ayah. Ditambah lagi dengan kalimat marah sang Ayah yang mengatakan Jimin tidak bisa hidup tanpa harta Ayahnya, membuat Jimin ingin membuktikan bahwa suatu saat nanti ia juga bisa berdiri di atas kakinya sendiri, dan berjanji tak akan pernah membutuhkan sang Ayah lagi.
"Respon yang bagus, kau selalu terdiam setiap kali aku bertanya hal itu." Taehyung menenggak habis sodanya dan melempar ke sembarang arah di atap.
"Sudah tahu begitu, lain kali jangan bertanya." Jimin kemudian memejamkan mata.
"Baiklah Tuan Muda, salah saya. Saya tidak akan bertanya lagi."
Taehyung baru akan ikut memejamkan mata saat ia mendengar bel pulang sekolah berbunyi.
"Hei, Jimtet ayo turun. Bel sudah berbunyi."
Waktu sekolah yang penuh dengan ilmu pengetahuan telah usai, kini saatnya pulang.
"Kakimu kenapa Yoongi?"
Seorang guru perempuan yang mengisi pelajaran terakhir kelas Yoongi bertanya, khawatir dengan kaki yang Yoongi yang di balut dengan perban.
"Ah, tadi kaki saya terperosok kedalam selokan dan menginjak pecahan kaca."
Ibu guru meringis mendengar penjelasan Yoongi, ia berjalan mendekat untuk melihat lebih jelas kaki Yoongi. Dan bersamaan dengan itu, duo bolos sampai di dalam kelas, terdiam sejenak mengetahui ternyata masih ada orang di dalam kelas.
"Oh? Jimin, Taehyung? Dari mana saja, kenapa baru masuk kelas saat sudah bel pulang?"
"Ah... itu, kami dari..."
Taehyung tidak bisa memikirkan jawaban bagus untuk kebohongan kali ini, dan bahkan Jimtet disampingnya tidak melakukan apapun. Laki-laki itu hanya diam menatap Yoongi, mengandalkan Taehyung untuk menjawab pertanyaan Ibu guru.
"Kalian pasti bolos lagi kan? Astaga ..." Ibu guru menghela nafas berat, "Ibu tau bolos pelajaran itu menyenangkan, tapi kalian juga harus belajar, aduh ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
People
FanfictionKisah tentang hidup, pertemuan, perpisahaan, tentang degupan aneh dalam dada saat melihat dirinya, juga tentang pilihan yang jatuh pada satu orang diantara banyaknya manusia. Pada akhirnya Jimin tahu, Yoongi lebih dari sekedar teman sebangku untukn...