chapter 4

5.1K 94 1
                                    

🍪🍪🍪
Fasya sudah tiba di rumah sakit dan mengambil antrian untuk mendaftar namanya, lalu pihak rumah sakit akan memintanya menunggu di ruang pemeriksaan.

" Hei nak, kamu sakit apa?." Tanya seorang pria yang sudah berumur. Kisaran 70 tahun.

"Saya belum tau pak, ini Fasya mau periksa." Jawab Fasya sopan.

"Hoallah, ya sudah sehat-sehat yah. Anak muda harus kuat, hehehe." Ucap kakek itu dengan suara pelan.

"Iya pak,bapak juga sehat-sehat yah." Balas Fasya.

"Bapak juga mau periksa di sini?." Lanjut Fasya bertanya.

" Tidak, saya cape aja jalan. Saya mau ketemu sama cucu saya dia tidak tau saya ke sini." Bisik bapak itu.

"Terus ini siapa?." Bingung Fasya pasalnya ad 1 pria berbadan tegap yg dari tadi berdiri di samping kakek itu.

"Itu supir kakek." Jawab kakek itu. "Panggil kakek aj." Lanjutnya, Fasya mengangguk.

"Cucu kakek, dokter di sini?." Tanya Fasya.

"Iya, baru saja tahun kemarin pindah ke sini." Ucap kakek itu.

Semua pasien kembali di panggil untuk melakukan pembayaran.

"No 12." Panggil perawat yang bertugas untuk pembayaran.

"Saya sus, kek Fasya pergi dulu." Fasya pamit prgi.

"Baiklah, silahkan di tebus untuk biaya pemeriksaan nya." Ucap suster itu.

Fasya mengeluarkan uang tunai, dan syukur biayanya sudah cukup.

"Silahkan menunggu di depan ruang Pemeriksaan fisik payudara." Ucap suster itu Fasya mengangguk.

Tadi Fasya di tanya keluhan dan bagian yang akan di periksa. Saat ini tinggal dirinya yg sedang menunggu di luar ruangan pemeriksaan fisik payudara atau (breast physician/breast surgeon).

Pasien sebelumnya sudah keluar saatnya Fasya yg di panggil untuk masuk.

"Pasien 12 atas nama Fasya Aditama!." panggil ana perawat yang bertugas membantu Raga.

"Saya suster." Gadis cantik dengan rambut panjang terlihat gugup jelas dari caranya berjalan dan memegang erat tas selempang nya. Fasya Aditama Berusi 18 tahun, gadis itu memasuki ruangan dokter.

"Duduk." ucap Dokter Mahesa atau raga, suara berat terdengar merdu siapapun yang mendengarnya. Raga membaca dan melihat ana apa betul anak ini masuk ke ruang pemeriksaan payudara, bukannya apa tapi Fasya adalah pasien termuda yg pernah di tangani raga selama bekerja di rumah sakit ini biasanya pasien akan berumur 28 tahun ke atas tapi gadis berusia 18 tahun.

"Betul dok." Ucap ana menjawab tatapan raga seakan bertanya.

Dr. Mahesa Raga Wardana, name tag dokter yang akan memeriksanya. Fasya sedikit ragu karna dokternya seorang laki-laki tapi karna ana suster itu mengatakan akan baik-baik saja, raga memberi pertanyaan tentang keluhan dan gejala akhir-akhir ini dan Fasya menjawab.

Raga langsung berdiri dan masuk ke ruang pemeriksaan, ana pun menyuruh Fasya masuk.

"Masuklah dokter Mahesa sudah di percaya di rumah sakit ini, dan semua dokter akan bekerja profesional." Ucap ana suster itu sangat baik.

Fasya mengangguk, ia masuk dan duduk di bankar dengan terus memainkan jarinya jujur ia sangat gugup.

"Buka." Raga sudah memakai sarung tangan dan memegang alat untuk melihat apa yang terjadi, ah iya Fasya dari tadi belum melihat wajah dokter itu ia hanya melihat alis tebal,manik mata coklat muda yang tajam, serta bisa Fasya yakini hidung mancung ad di balik masker itu.

"Ang? Maaf dok, iya." Fasya sedikit gelagapan Sakin gugupnya, ia menatap raga dan raga langsung berbalik ia tau pasiennya sedikit tak nyaman.

"Sudah dok." Ucap Fasya lalu ia menggenggam roknya erat sambil menutup rapat matanya, tubuh bagian atasnya sekarang tak terlapisi sesuatu, raga berbalik meski ia sering melakukan pekerjaannya ini tapi entah kenapa memeriksa pasien kecilnya ini sangat sulit tapi ia tetap bekerja profesional.

Tangan yang di lapisi pelindung itu menyentuh kulit Fasya membuatnya sang empu semakin menguatkan genggamannya pada roknya, sudah pasti akan kusut nanti. Raga menatap wajah Fasya ia pernah bertemu satu tahun lalu gadis yg tak sengajah ia tabrak di rumah sakit ini gadis yg memiliki luka di wajahnya dan gadis ini tetap sama hari ini ad banyak luka di kulit putihnya bahkan pada wajahnya terdapat memar yg baru

"Baiklah, selesai." Raga langsung melepas kaos tangan lalu menyimpan alat nya tadi dan segera keluar, tiba-tiba saja ruangan seakan menjadi panas.

Fasya segera memakai bajunya kembali dan menormalkan detak jantung nya yg dari tadi berdetak tak karuan.

Raga menuliskan resep obat untuk Fasya dan memberikannya.

" Minum selama 4 hari jika sakitnya Masi ad silahkan kerumah sakit kita akan melakukan tindakan lebih lanjut." Ucap raga memberikan kertas itu, Fasya mengangguk lalu berterimakasih kepada dokternya dan ana setelah itu ia pamit pulang.

Saat berada di lorong menuju pintu keluar Fasya kembali bertemu dengan kakek yg tadi ia temui namun kali ini kakek itu terlihat sendiri dan sepertinya sedang menunggu seseorang.

"Kakek?." Sapa Fasya, kakek itu tersenyum melihat Fasya.

"Gadis baik kita ketemu lagi hhh, kakek boleh minta tolong?." Ucapnya sambil melihat Fasya.

"Iya kek ad apa?." Tanya Fasya.

"Antar kakek ke ruangan yg ad di ujung sana." Tunjuk ya, ia menunjukan ruangan yg baru saja Fasya datangi.

"Oh baiklah kek ayo Fasya bantu."

"Makasih, nama yang indah." Puji kakek itu.

Tok....tok.....

"Masuk!." Ucap raga ia sedang sibuk dengan komputernya.

"Kenapa?." Lanjutnya ia bingung kenapa pasiennya itu belum pulang apakah ada yg ketinggalan?.

"Bukannya di suruh masuk Malah tanya kenapa!." Hardik kakek itu yg juga ikut masuk.

"Kakek!." Kaget raga, ia langsung menghampirinya dan menyuruhnya duduk.

"Saya pamit pulang dulu." Pamit Fasya, tapi langkahnya terhenti.

"Tunggu, siapa nama mu tadi? Kakek sudah tua jadi sedikit lupa." Ucap kakek itu sedikit tersenyum.

"Fasya kek."

"Oh iya Fasya, terimakasih." Ucapnya, Fasya mengangguk lalu keluar dari sana. Jadi cucu kakek itu adalah dokter Mahesa dokter yg memeriksa Fasya. Seandainya bukan karna kakek Fasya tidak mau kembali ke ruangan itu karna Masi canggung tapi ia juga tak tega menolak kakek itu.

Dalam perjalanan pulang Fasya menyempatkan diri untuk berkunjung ke makam ibunya, ia sangat merindukan ibunya di sanalah tempat keluh kesah Fasya. Di sana ia akan merasa senang dan damai. Entah kapan ayahnya akan menerimanya sebagai anaknya Fasya sangat ingin memeluk ayahnya Fasya ingin seperti anak-anak lain yg sangat disayangi ayahnya, apakah kehadiran Fasya begitu tidak di inginkan oleh ayahnya?.


Halo guys part ini sempat hilang jadi, prosesnya agak lama buat di up apalagi ceritanya udah panjang gara-gara part ini jadi lambat deh. Buat nyusun lagi butuh waktu itu pun Part ini pendek banget, 😭 sedih rasanya bisa ilang tpi ITS oky kedepannya author akan hati-hati.

Doctors RulesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang