Kini aku sudah kembali ke rumah. Entah hawa rumah sakit yang melelahkan, atau memang fisikku yang sedang kurang baik yang jelas sekarang aku benar-benar lelah. Hanya dua jam aku berada ditempat itu, rasanya tubuhku sangatlah berat.
Kurebahkan diriku disofa, tempatku dan Lecia berbincang tadi. Bayu sedang kembali ke kantor, untuk menyelesaikan laporan bulanan pabrik yang harus dia selesaikan sebelum jadwal operasiku.
Aku sempat menemui dokter onkolog selain dokter Juniar, tentunya dengan meminta waktu bicara berdua, tanpa Bayu disana. Namanya Dokter Ratna.
Aku bertanya tentang apa yang aku bicarakan dengan Lecia siang tadi, dan ini jawaban Dokter Ratna."Sebenernya nggak masalah kalau mau berhubungan suami istri, tapi yang sedikit saya beratkan...kalau sampai terjadi kehamilan. Saya hanya takut, terjadi sesuatu yang membahayakan atau mungkin menggangu tumbuh kembang bayi karena ibunya masih mengonsumsi obat-obatan."
Aku mengangguk paham kala itu. Nampaknya ketakutanku selama ini berdasar.
"...tapi kalau tetap ingin melakukannya, saya sarankan menggunakan kontrasepsi."
Dering ponsel disamping tubuhku membuatku membuka mata. Panggilan itu dari Lecia. Aku duduk bersandar di sofa lalu menggeser ikon hijau yang terus menerus naik turun dilayar.
"Hai, cia." sapaku tak bersemangat.
"Gimana ?" ya, aku tau benar apa yang dia tanyakan. Tentu saja hasil konsultasiku dengan dokter.
"Kamu bener, dokter nyaranin pake itu." jawabku.
"Dan sekarang ?"
"Y-ya...iya aku udah beli." Jawabku terbata. Aku terlewat gugup untuk bicara.
Setelahnya Lecia tak mengatakan apapun. Atau mungkin temanku itu sedang menertawakanku diseberang sana.
"Wait. Kok kamu ?!" serunya.
"Aku belum bilang ke Bayu, Cia. Dan aku tadi konsultasi sendiri. Habisnya aku m-malu.."
Dapat kudengar dia menghela nafasnya berat disana. Oh, apakah aku membebaninya ?
"Nggak apa-apa, wajar kok. Bicarain pelan-pelan aja ya. Kamu pasti bisa."
Pembicaraan kami sore itu tidaklah banyak. Aku tau Lecia pasti punya pekerjaan yang harus dia selesaikan dirumahnya. Begitupun aku.
Kutengok jam disudut ponsel, sudah hampir pukul 5 sore. Sebaiknya aku masak makan malam sekarang karena aku yakin pukul 6 sore nanti Bayu akan pulang.
Seluruh kemampuan memasakku akan kukerahkan. Hari ini suamiku pasti lelah bekerja, jadi aku berinisiatif membuatnya puas dengan masakanku.
Entah berapa lama yang waktu yang aku gunakan sampai satu demi satu masakan sudah aku letakan dialat saji. Aku terlalu antusias untuk memasak hari ini.Seseorang yang entah kapan datangnya tiba-tiba saja mengecup leher kiriku. Aku tersentak, bahkan tak sengaja menyentuh teflon panas ditungku kompor.
Ah, ternyata itu ulah suamiku.
"Mas kapan datengnya ?"
Dia belum menjawab, dan malah menarik tanganku yang terkena telfon. Menariknya lembut untuk dibasuh dengan air mengalir.
"Sakit banget ya ?" tanyanya balik.
Aku tersenyum, "nggak kok. Cuma kaget aja. Mas udah lama datengnya ?"
"Baru aja, terus iseng nyamperin kamu. Maaf ya sayang."
Tawaku lolos saat melihat wajahnya yang begitu merasa bersalah. Aku mengecup bibirnya cepat, dan kulanjutkan membantunya melepas dasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Bayu.
Short Story♠[S2] untuk lelaki yang selalu menyanggaku kala nyaris tumbang oleh kegilaan dunia, terimakasih. ©raihannisahayy 2022