6. Ancaman kertas kosong?

4 4 2
                                    

Ata untuk Aska

Ku'titip doa di setiap sujud terakhirku
Banyak keinginan yang belum kami raih
Sebuah impian unik dalam persahabatan.

Dia memang istimewa
Tidak sepertiku memiliki fisik
yang lengkap, otak yang cerdas.
Namun rasa malas selalu melintas.

Alasan kenapa aku bisa bertahan?

Jujur sakit rasanya di pandang lemah
salah satu "Motifasi hidupku"
Dia berani tampil apa adanya.
Menepis keterbatasan tanpa batas.

Surabaya, 28 Juni 2022


Selembar kertas "Diary" berjudul Ata untuk Aska yang tergeletak rapih di ujung meja belajar menyimpan banyak arti kehidupan di masa lalu untuk seorang anak remaja laki-laki bernama Atama Ragil Winanta.

°°°
"Tak perlu sempurna..."

Senandung Evan memetik gitar coklat miliknya mengikuti alunan musik dari salon kecil di bangku sebelah dia duduk.

Rambut cowo itu melambai-lambai terkena semilir angin malam yang terasa dingin. Dia mengeratkan jaket lalu melanjutkan bernyanyi.

"Dingin juga, Ya." gumam Ata hendak menutup jendela kamar namun, melihat pintu balkon kamar terbuka lebar dia menggelengkan kepala langsung mendatangi pelaku.

"Dor."

"Kucing lompat-kucing lompat." latahnya membekap mulut.

"Haha, kebanyakan konser nih anak."

"Ngagetin lo." jawab Evan.

"Kebiasaan kalo malem jendela gak lo tutup, banyak nyamuk tau gak. Nanti lo kena DBD." Peringat Ata bawel.

Evan tidak menggubris perkataan Ata barusan, "Bentar lagi ta, gue lagi galau."

"Terserah lo." Ata berujar membiarkan Evan sendiri.

Ata menuju dapur membuat teh hangat untuk sepupunya. Memang mereka berdua tinggal satu rumah sejak kecil perawakan tinggi pun hampir sama jika orang tidak kenal akan mengira anak kembar.

"Loh belum tidur bang." tegur Mita sembari menata piring ke dekat wastafel.

"Belum ma, si Evan lagi konser di balkon lagi nyanyi, Galau katanya." kata Ata terlalu jujur.

"Jangan tidur malem-malem, Bang." suruh Mita memastikan. "Bilangin sama Evan juga. Kalo gak pada di bilangin gak ngerti-ngerti." gerutu Mita sambil jalan ke arah kamar.

"Belum sempat Ata dan mamanya balik ke kamar masing-masing suara pecahan kaca sudah lebih dahulu mengusik pendengaran mereka. Mita dan Ata bergegas ke masuk kamar atas takut terjadi apa-apa dengan Evan.

"Evann."

Brak! pintu di dobrak Ata.

Cetar! Prangg!

Lemparan batu dari arah luar menghantam kaca kamar Ata. Evan terkejut dirinya baru saja ingin rebahan malah  terluka terkena pecahan kaca di sikut lukanya memang tidak terlalu dalam tapi lecet sedikit perih.

"Astagfirullah, Ata tante Mita."

"Evan sikut kamu luka bentar ya tante ambil P3k dulu. Sini aja gak usah kemana-mana." perintah Mita galak.

"Tante ngapain bawa sutil?" tanya Evan bingung.

"Sutil?"

Ata memberikan barang andalam dapur mamanya menunjukan pada mereka berdua, "Ini apa?"

"Haha, mama mau nyayur di kamar." ledek Ata tertawa paling kencang.

"Kalian berdua ini sama aja. Bikin mamanya darah tinggi udah cepet ambil sapu sama serokan sampah terus buang kumpulin awas kena kaki."  kata Mita.

"Iya ibu Ratu."

Mita memberi tatapan tajam pada bocah tengil di hadapanya.

°°°

Malam semakin larut tapi Ata dan Evan belum bisa memejamkan mata memikirkan dari mana asal lemparan batu besar tadi. Ata mengambil kertas putih kosong membulak-balik surat rahasia itu siapa tau ada petunjuk.

"Van, lo ngerasa ada yang aneh gak sama surat ini? ucap Ata serius.

"Aneh? Gak ada menurut gue mah, Itu cuman kertas kosong biasa ta. Eum gue ngantuk."

"Gue ada ide van." seru Ata mengacak ngacak laci meja belajar mencari korek api dan lilin.

Ata menghidupkan lilin di atas meja belajar tapi tidak juga menyala mau tidak mau Ata harus kembangunkan Evan meminta bantuan karena dia penasaran sekali dengan isi surat kosong yang dia pegang.

Bukan surat sembarangan.

"Van, bangun bentar. Gih."

"Apaan." saut Evan masih setengah sadar.

"Ini bukan surat biasa, Van."

"Maksud lo?"

Evan langsung bangun dengan malas melihat kertas yang Ata pegang berubah warna kecoklatan. Dia merebut kertas itu dari tangan Ata.

"Wes. Santai gak usah gerusak-gerusuk nanti sobek." Marah Ata.

"Hm, setau gue kalo ada surat kosong gini namanya surat rahasia berfungsi untuk ngasih informasi penting kalo zaman dulu, bisa juga buat neror orang." Ata menekan kata terakhirnya.

"Kata-kata lo bikin merinding, Sumpah."

"Sebenrenya gue gak yakin sih. Apa salahnya kalo kita coba pake pantulan lampu lilin tapi jangan sampe kebakar jadi abu." saran Ata.

"Yok mulai, lo pegang kertasnya yang bener gue ngidupin koreknya."

Ketika mereka sedang berdiskusi pintu kamar terbuka sendiri kepala Lala menyembul di pintu kamar membuat dua remaja itu kaget setengah mati Mereka kira hantu.

"Abang lagi ngapain." ucap adik Ata berjalan mendekat duduk di sebelah Evan.

Deg.

"Lala ngapain disini."

Bersambung.

-ATASKA-

ATASKA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang