Jakarta Internasional High School. Siapa yang tidak ingin masuk ke sekolah bertaraf internasional tersebut? Tanpa terkecuali dirinya sendiri. Bersekolah di Jakarta merupakan keinginan yang ia tulis jauh-jauh hari. Namun, seperti nya rencana yang ia tulis dengan begitu mulus melenceng dari list yang dibuatnya.Well, di sini dia sekarang. Berdiri di tengah barisan ribuan murid yang masih memakai seragam putih biru di tengah-tengah lapangan. Hari ini merupakan hari kedua masa orientasi sekolah, namun tampaknya wajah cantik itu menunjukkan raut jenuh. Dia tidak se excited sosok gadis yang berdiri di depannya itu. Sedari tadi gadis di depannya ini bertepuk tangan heboh ketika ketua OSIS SMA Santana menyampaikan mengenai kegiatan MOS hari ini.
"Siapa namanya?" Samar-samar dia mendengar suara bisik-bisik dua siswi di barisan sebelahnya.
"Aduh siapa ya? Lupa gue. Asli, dia ganteng banget anjir.."
What?!
Dia tidak salah dengar, kan? And yah.. Dia memang tidak salah dengar. Cowok cungkring seperti itu! Mereka sebut ganteng?!
Matanya mengamati setiap siswa-siswi di barisan terdekat, dia harus segera mendapatkan teman, selama satu hari kemarin dia sama sekali tidak mengobrol dengan siapa pun karena mood nya masih belum baik. Ia masih marah dikarenakan sang Papi menolak untuk membayar biaya daftar ulangnya di JIS. Padahal, Kayra--Kakak perempuan nya itu tengah mengenyam pendidikan di sana.
Ayolah, Papi nya itu seorang CEO di AR Entertainment, dia pasti mampu membiayai dirinya dan Kayra dalam sekaligus. Namun, inilah faktanya dia justru masuk ke SMA Negeri di Yogyakarta, meski sekolah ini adalah sekolah terbaik yang ada di Yogyakarta tapi tetap saja emosinya jadi nggak valid.
Dan setiap kali memikirkan mengenai perdebatan dengan orang tuanya di meja makan tempo hari, tanpa sadar dia tertawa getir dalam hati. Miris, miris sekali. Selama ini dia belum pernah mendengar kalimat yang begitu menyakitkan dari sang Papi.
Dia jadi sadar, bahwa ia dan Kayra memang sangat berbeda, tapi bukan berarti Papi nya bisa dengan seenaknya membandingkan dirinya dengan Kayra bukan? Kakak nya itu memang pintarnya luar biasa, bahkan meski baru naik ke kelas dua belas Kayra sudah memikirkan akan masuk ke Universitas mana. Dan pilihannya bukan sembarang Universitas. Kakaknya itu menembak kampus-kampus top luar negeri. Salah satunya, Oxford University.
"Woi!"
Gadis itu memicingkan mata melihat sosok gadis yang rambutnya dikepang dua tengah mengulurkan tangan padanya. "Kenalin, Jeana! Dari tadi ngelamun mulu lo!"
Oh, dia meminta untuk berkenalan. Dengan gerakan santai, namun terkesan agak angkuh dia menerima uluran tangan tersebut sembari menyunggingkan senyum seadanya. "Saira.." Ujar nya.
"Nama lo cuma Saira?"
"Ada Mayla-nya."
Gadis di depannya itu menganggukkan kepalanya singkat. "Saira Mayla, right?"
"iya," Saira berharap agar gadis bernama Jeana itu tidak akan bertanya lebih lanjut mengenai namanya. Namun, rupanya gadis itu masih penasaran.
"Nggak ada tambahan nya?"
Saira mengerjap. "Apanya..?"
Jeana berdecak. "Aish! Maksud gue, nama belakang lo cuma Mayla doang?"
"iya, cuma itu."
"ITU YANG DI BARISAN KEDUA PALING BELAKANG KENAPA MAIN HANDPHONE?!"
Suara salah satu panitia MOS mengakhiri sesi perkenalan antara Jeana dan Saira. Kedua gadis itu kembali meluruskan pandangan ke arah depan, namun Saira curi-curi pandang ke arah siswi yang dimaksud bermain handphone oleh kakak panitia tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PHILOCALIST
Novela Juvenil"Gue nggak suka cewek pembangkang, Ngerti?!" Azfansadra Deliano--seorang vokalis sebuah band kebanggaan SMA Santana. Katanya, ia memiliki suara merdu yang mampu menghipnotis setiap penonton yang menyaksikan band kebanggaan SMA Santana tersebut. Sel...