8.

0 0 0
                                    

"Pada akhir nya kita akan menemukan jalan masing-masing, sebelum itu terjadi marilah kita ciptakan sebuah memory, yang akan kita ingat di kehidupan selanjutnya."

Bola yang kian melambung, lalu mendarat tepat di tanah. Semua mengeluh kesal, hanya butuh sedikit lagi. Akan di pastikan jika mereka akan menang.

Seruan kecewa mulai terdengar dari arah tribun. Meraka tidak percaya jika sang kapten basket tidak mampu melawan sosok murid, yang bahkan dirinya tidak mengikuti ekskul basket.

Amarah yang kian memuncak, membuat sang lawan mengepal kuat-kuat tangan nya. Sang sahabat yang menyadari hal itu cepat-cepat membawa nya ke tepi lapangan.

"Sadar bego, lo kenapa gitu dah? Gak biasanya lo gini van, ada masalah apa lo?"

"Gue cabut bentar, babak selanjutnya lo tanganin dulu."

"Nyusahin aja tuh anak."

Dengan langkah cepat, Revan berlari di antara fans-fans gilanya yang berusaha untuk mendekati nya. Namun, itu sungguh tidak mungkin, karena hatinya, hanya milik Kemala seorang.


Brakk

Suara benturkan menggema di seluruh area kelas. Siapa lagi jika bukan Revan pelakunya. Selepas ia mendapat kan pesan dari Kemala, atau lebih tepatnya dari Aruna.

Dirinya merasa gelisah, bukan tanpa sebab ia menghawatirkan gadis yang bernotabed sebagai pacarnya. Meski hanya sebatas perjanjian semata, tak ayal jika dirinya merasa khawatir.

"Lo liat kemala?"

Dengan segala perilaku tiba-tiba Revan, membuat se isi kelas terkejut. Pertama, dirinya yang membuka pintu seperti kesetanan. Kedua, dirinya juga memukul meja tak kala mendapatkan jawaban dari teman kelas Kemala.

Perasaan yang tidak nyaman merajalela di dalam otak , kini Revan memutuskan untuk keluar dari kelas MIPA 2. Ia berniat untuk mencari Kemala ke seluruh area sekolah.

Sebelum ia meninggal kan kelas, tidak lupa dirinya juga menginformasikan kepada teman nya yang tengah bertanding di area lapangan sekolah.

"Hah? Kalo gak ada perlu gak usah nelpon ya monyet."

"Cewek gue hilang."

"Asu, kapan lo punya cewek?! "

"Kemala, lo liat gak?"

"Oala, ngomong toh dari tadi. Noh ada di sini, lagi mepetin Kenzo."

"Oh si bajingan, jagain cewek gue bentar."

Tidak tau apa yang akan terjadi setelahnya.

Mendengar tutur kata dari Daren, membuat Revan semakin terkalut emosi. Sungguh jika membunuh di perkenankan, sudah dari lama Revan ingin memusnahkan Kenzo dari muka bumi ini.

Namun sayang seribu sayang. Revan masih ingin melanjutkan hidup dan hubungan asmaranya juga.

Jika Kemala tahu Revan memiliki pikiran seperti hal itu. Kemala tidak akan segan-segan memusnahkan nya juga. Bukan tanpa sebab. Kemala hanya ingin melakukan hal setimpal. Meski caranya salah.

Mungkin sudah cukup untuk berangan-angannya. Mari kita fokus kan
kepada Revan dengan emosi yang sedari tadi ia tahan.

Langkah kaki bergerak dengan cepatnya. Berlari kencang. Melewati para murid yang menyapanya.

Dengan deru napas yang memendek, menyebabkan dirinya kelelahan. Meski begitu, tidak mengubah segala tekat nya.

Mata memerah, keringat bercucuran, rambut berantakan, mungkin itu yang bisa mendeskripsikan seorang Revan.

Tidak peduli dengan teriakan histeris dari para fans. Dengan gaya seperti itu, bagaimana mereka, para fans kuat melihat nya.
Revan berjalan tergesa-gesa, menabrak siapa saja yang menghalangi langkah nya.

Tepat di depan sosok murid terpintar di sekolah nya. Bukan wajah tenang yang Kemala dapatkan, melainkan wajah amarah yang Revan tunjukan.

Menarik tangan dengan kasar. Membawanya pergi dari daerah lapangan basket. Meski banyak yang membuntuti nya, tidak akan bisa mengubah segalanya.

Brukk

Suara badan dan tembok pun terdangar. Sungguh jika boleh, Kemala sangat ingin menendang Revan saat ini juga. Namun dirinya masih sayang akan image yang ia jaga.

Dengan tenaga yang masih kuat, Kemala bangun dan langsung mendekati Revan. Banyak murid yang histeris akan perbuatan Kemala.

Ketika mereka berjalan, segerombolan fans menghalang jalan mereka. Dan ini lah akibatnya. Menyelesaikan masalah tepat di hadapan para murid atau lebih tepatnya di depan para fans Revan.

Meski benturannya tidak sekuat itu, tetap, Kemala masih bisa merasakan sakitnya. Dirinya ingin sekali memukul Revan sampai babak belur, namun ia masih punya cara untuk menaklukkan sosok seperti Revan.

"Yakin ingin marah padaku? Tidak lihat kah, banyak sekali fans-fans mu disini, mau aku katakan jika selama kita pacaran kamu selalu menyiksa ku? jika tidak ingin, maka tutup mulut mu itu sayang," ucap Kemala tepat di telinga Revan.

Suara yang sengaja ia kecilkan dan memberikan sedikit kesan menggoda, tapi pada dasarnya ia sama sekali tidak ingin melakukan itu. Jika ia tetap menendang Revan di depan mereka, image Kemala akan turun begitu drastis.

Revan tersenyum kecil. Melihat gadisnya mulai berani. Dengan sengaja, ia merapatkan tubuh keduanya. Membelai rambut sampai pipi tembam Kemala.

"Kamu ingin bermain-main dengan ku, ya?"

"Bagaimana jika kita selesai kan ini dengan kepala dingin nona Kemala terhormat?"

"Baiklah jika mau mu itu tuan, akan sangat senang hati. Tapi yang jadi masalah sekarang, kita tidak bisa lewat. Semua jalan di tutupi oleh fans mu," jelas Kemala.

"Jika begitu, pegangan yang kuat. Jangan sampai terjatuh," ucap Revan, dan langsung di laksanakan oleh Kemala. Revan mengalungkan tangan Kemala di lehernya.

Mengangkat badan Kemala ala bridal style, mungkin bisa di sebut dengan menggendong. Semua berteriak histeris. Rasa gugup mulai memenuhi hati Kemala.

Dirinya yang tidak terlalu biasa dengan situasi ini pun, bersembunyi di balik tubuh Revan yang kekar.

Revan yang menyadari itu, tersenyum senang. Akhirnya setelah sekian lama, ia bisa menaklukkan hati dari Kemala.

Adegan Revan yang menggendong Kemala sampai kelas. Membuat satu sekolah geger akan hal itu. Mengingat jarak dari lapangan basket dan kelas Kemala lumayan jauh, para murid sangar terkagum-kagum melihat perilaku Revan.

Bukan hanya sampai kelas, namun Revan membawa Kemala ke UKS terlebih dahulu. Ia tidak ingin jika dorongan yang dirinya sebabkan membuat Kemala jatuh sakit.

Dengan meminta bantuan pihak UKS, semuanya baik-baik saja. Kemala masih bisa mengikuti pelajaran hari ini.

"Nanti jangan pergi ke mana-mana, aku bakal jemput setelah jam pulang tiba. Paham?"

"Iya, yaudah sana pergi. Ini udah bel masuk."

"Baiklah."

Setelah mendapat usiran dari Kemala, Revan dengan segera meninggalkan kelas MIPA 2. Bukan tanpa sebab, jika bukan Bu Eti yang mengajar. Revan tidak segan-segan untuk masuk, sekedar menemani Kemala ketika pelajaran berlangsung.

Hehe, aku up lagi.
Maaf agak lama, lagi nyelesain AU soalnya. Mungkin setelah ini bisa fokus lagi.  Kira-kira ada yang mau baca AU gak?

Kalo iya, mungkin bakal aku taruh link nya di bio.

Okeeee, makasiiii

Eu;noiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang