9.

4 1 0
                                    

"Hai babe, sudah selesai?"

"Jangan bilang lo nunggu dari tadi?"

"Gak ada larangan bukan? Ayok kita pulang."

Kemala terkejut bukan main, melihat Revan di depan kelasnya. Sudah dapat di pastikan jika anak itu baru saja bolos. Entah dari kapan, yang pasti tiada hari tanpa bolos.

Menarik tangan gadis nya menuju parkiran. Ketika Revan hendak membuka mobil, suara Kemala menghentikan aktivitas nya.

"Gue yang bawak," ucap Kemala. Revan yang mendengar itu tentu saja menolak. Jika dirinya masih mampu, biarkan dia saja yang melakukan nya.

"Jangan macem-macem, kamu duduk aja. Aku yang bawak."

"Gue bisa mual kalo gini ceritanya."

"Kamu mabuk darat?"
Revan bertanya sembari memegang kelapa dan perut Kemala. Entah untuk apa ia melakukan hal tersebut.

"Kamu tunggu sini, aku ambil motor dulu. Gak keberatan kan pulang naik motor?"

"Terserah naik apa aja, yang penting jangan mobil atau sejenisnya."

Sebenarnya Kemala memang anti mobil sedari kecil. Tapi situasi yang mau tidak mau menyuruh Kemala untuk bisa mengendarai mobil. Dirinya masih bisa menahan jika ia yang menyetir.

Tak lama setelah itu, Revan datang dengan motor sport yang entah dari mana ia mendapat nya.

Revan turun dari motor. Menaruh jaket yang ia kenakan di atas jok belakang. Kemala menyiritkan dahi nya. Ia bingung apa yang tengah Revan lakukan.

"Gak mau pulang?"

"Mau lah," tutur Kemala. Ia menaiki motor sport yang cukup terbilang tinggi. Kemala melirik ke arah Revan. Yang di lirik hanya diam saja, sembari mengamati gerak-gerik dari gadis aktif  nya ini.

"Mala... Mala, kemarin kamu bisa naik nya, kenapa sekarang ngak bisa hm?" Revan berucap sembari membantu Kemala menaiki motornya.

Tidak ada pembicaraan yang penting setelahnya. Yang ada hanyalah, angin yang menerpa wajah mulus Kemala.

"Mampir ke rumah kak Andre."

"Siapa?"

"Hah? Siapa kenapa?"

"Andre siapa?"

"Oh, guru privat."

"Ini ngapain jaket lo taruh di jok gue? Risih Van," keluh Kemala.

"Aku pinjem motor Yoga."

"Lalu, hubungan nya apa?"

"Motor dia di taruh di luar, jadi panas. Nanti kamu bisa kepanasan duduk nya."

Kemala bukan lah cewek yang gampang terpengaruh dengan kata-kata. Terlebih lagi laki-laki. Dia lebih percaya akan perlakukan dari pada perkataan. Bisa di katakan dirinya tengah menahan hati yang bergelojak, akibat Revan.

"Lo kalau mo deketin jangan nyenggol love language gue Van," batin Kemala.
Hari ini tidak jauh berbeda dengan hari sebelum-sebelumnya, sama-sama panas. Bahkan bisa di katakan lebih panas hari ini.

Untung saja angin masih ingin memberikan kesejukan nya. Jika tidak, Kemala bisa kepanasan. Satu hal, dia akan merasa gatal jika suhu udara sangat panas. Kulitnya akan cepat berubah menjadi kemerahan.

Revan mengetahui alergi Kemala yang satu itu. Ketika lampu merah, Revan memberikan kipas lipat yang memang sengaja dirinya siapkan.

"Lain kali jangan diam aja kalo panas."

"Ini belok kemana?"

"Lurus, di depan ada perempatan belok kiri. Rumahnya gak jauh dari taman yang sebelah kanan," jelas Kemala.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Eu;noiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang